Trial Run | 9

104 15 0
                                    

Pagi ini agak berbeda dari biasanya. Jika setiap pagi baik Marlos, Anthony dan Reon berusaha melambatkan aktivitasnya agar bisa memulai pekerjaan lebih siang, pagi ini justru kebalikannya. Pukul 5 pagi tepat mereka sudah berada di gudang untuk mengambil peralatan kebersihan. Tidak ada tujuan lain selain mengamankan ransel Athony dan mengambil chips penyimpanan Marlos semalam sebelum tim Pak Ron menemukannya dan akan memperkeruh masalah.

"Aku akan kembali ke dorm untuk mengembalikan ini semua," seru Anthony setelah mengambil ransel miliknya dan chips Marlos.

Untuk kejadian semalam, baik Marlos, Anthony dan Reon berhasil menutupi siasat mereka dengan mengarang cerita yang cukup masuk akal sehingga Prof. George percaya dan tidak membahas masalah itu lebih lanjut. Namun, bukan itu inti dari pertemuan mereka bertiga dengan Prof. George semalan. Entah kenapa saat Marlos dan lainnya mengikuti Prof. George keruangannya, pria tua itu menghela napas berat sebelum menjelaskan beberapa hal yang nantinya membuat Marlos, Anthony dan Reon hanya mengangguk-anggukkan kepala.

"2 tahun memanglah bukan waktu yang singkat. Kami di tugaskan secara terhormat untuk menangani kasus ini. Namun nampaknya tidak ada jalan keluar sama sekali sejak virus ini muncul. Apa yang terjadi di sini mungkin membuat kalian bertanya-tanya karena beberapa keganjilan yang kalian ketahui. Yang paling mengganjal mungkin adalah mengenai jamuan makan." ada jeda saat Prof. George mengatakan itu. Ini seperti Prof.George mengetahui maksud tersembunyi mereka. Baik Marlos, Anthony maupun Reon hanya bisa diam dan memasang telinga baik-baik untuk menyimak hal yang selanjutnya akan disampaikan Prof. George.

"Jamuan itu benar adanya. Tapi semuanya memiliki tujuan. Apa yang kami lakukan ini bersifat legal. Pemerintah kota mengetahui ini. Namun, disaat bersamaan kami harus merahasiakan ini dari warga sekitar. Setiap kami berhasil merancang vaksin yang kami yakini bisa menyembuhkan para terinfeksi itu, kami mengadakan jamuan makan malam. Orang-orang yang diundang dalam acara ini nantinya akan dijadikan sampel percobaan. Mereka ditulari virus lalu diberi vaksin. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana reaksi vaksin itu pada orang terjangkit dalam tahap pertama. Sehingga kami bisa mengetahui bahan apa yang harus ditambahkan pada percobaan vaksin selanjutnya."

"Kenapa harus menulari orang yang sehat? Kenapa bukan mereka yang ada didalam sel yang sudah benar-benar terjangkit virus yang dijadikan percobaan vaksin?" potong Anthony. Marlos memejamkan matanya, tanggapan Anthony justru memperjelas dugaan Prof. George pada mereka. Bahwa cerita yang sebelumnya ia sampaikan hanyalah karangan belaka. Prof.George menghela napasnya dalam.

"Masalahnya tidak semudah itu, virus ini berkembang menjadi ganas dan menjadi ganas dalam beberapa waktu. Jika dalam fase pertama saja kami tidak bisa membuat vaksin, maka percuma saja. Sebab vaksin untuk fase selanjutnya bergantung pada vaksin di fase pertama yang dikembangkan lagi. Selain itu, tujuan utama vaksin adalah untuk mencegah, bukan mengobati."

"lalu bagaimana dengan orang-orang yang telah menjadi kelinci percobaan itu?" ucap Reon dengan nada tidak enak hati. Prof George hanya diam.

"Anda tidak bisa menjawab bukan? Bukankah kalian adalah orang-orang pintar? Tapi kenapa kalian melakukan hal sehina ini. Mengorbankan orang yang sama sekali tidak bersalah." Lanjut Reon menggebu-gebu.

"Bukan begitu maksudnya..."

Braaak... Reon menggebrak meja ruangan Prof George hingga membuat beberapa orang diluar ruangan ikut menoleh kearah ruangan berpembatas kaca itu.

"Apanya yang bukan begitu, Professor? Apa yang kalian semua lakukan disini tidaklah benar. SAMA SEKALI TIDAK BENAR!!!"

Sampai disini Marlos mulai memijit keningnya. Meski ia tidak mengetahui banyak soal kasus ini, tapi ia tahu seberapa kompleks masalah ini. Rasa-rasanya Marlos ingin sekali mengundurkan diri dan pulang untuk menemui Kakeknya di panti jompo. Atau paling tidak ia ingin ada waktu libur sehingga ia bisa menikmati secangkir kopi bersama Kakeknya.

Hidupnya tidak pernah serumit ini sebelumnya. Ia tidak masalah setiap pagi harus berlari keliling lapangan 50 kali atau push up 100 kali. Atau bertarung dengan sesama anggota training sampai tak bisa membuka mata dengan baik. Ia tidak masalah jika harus mengompres rahangnya dengan es semalaman asalkan jangan disini, mengurusi manusia-manusia terjangkit dan hidup bersama orang-orang yang haus akan kelinci percobaan.

Yang selanjutnya terjadi, Reon menjadi semakin brutal, ia semakin berbicara tak karuan dan mengeluarkan umpatan-umpatan tak pantas. Sedang pandangan Anthoni Nampak kosong. Marlos telah terlebih dahulu menenangkan Reon dan mengajaknya keluar ruangan. Tak lupa pula menarik sedikit baju Anthony untuk menyadarkan lelaki itu.

"Sebaiknya kami pamit dulu, Professor" ucap Marlos.

***

Sekembalinya Anthony, mereka pun segera memulai rutinitasnya membersihkan kembali sel-sel para manusia terjangkit. Ketiganya nampak sunyi hari ini. Tidak ada pembicaran yang terucap maupun lelucon yang terlontar. Semuanya tenggelam dalam pikiriannya masing-masing, merasakan pergolakan ego didalam dirinya setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi disini.

"Apa yang sedang kalian lakukan, tuan-tuan?" bocah itu lagi, Oliver, berdiri tidak jauh dari sel yang sedang dibersihkan Marlos.

Ketiganya, Marlos, Anthony dan Reon langsung menoleh kesumber suara.

"Jangan terlalu keras dengan diri sendiri, hari ini hari terakhir kalian. Kembali lah untuk berkemas." ucapnya seraya menyodorkan amplop putih kearah Anthony yang berdiri paling dekat dengan Oliver.

"Mungkin aku akan sedikit merindukan kalian. Tapi...., lupakan saja. Semoga kalian bisa hidup lebih baik dari ini." seru Oliver saat Anthony menerima amplop itu. Oliverpun pergi begitu saja. Marlos hanya menatap bisu kearah punggung berjas putih itu.

Dengan gerakan perlahan, Anthony membuka amplop berwarna putih ditangannya. Reon masih duduk bersandar pada jeruju besi yang tengah dibersihkan Marlos seolah kedatangan Oliver tadi bukan apa-apa. Marlos pun turut melanjutkan kegiatannya menggosok lantai sel. Meski ia mendengarkan celoteh Oliver, namun ia tidak terlalu mengerti mengapa bocah kecil itu berbicara demikian, sampai Anthony menyampaikan apa yang ada dibalik amplop putih itu.

"Berhentilah bekerja, Bung. Ini surat pemindahan penugasan." begitu kira-kira yang diucapkan Anthony.

***

First Published © 28 Des 2019

Revision © 8 June 2023

Trial Run (Hiatus)Where stories live. Discover now