4

1.5K 126 4
                                    

Bertahan hidup.

Itu seolah menjadi tujuan utama Ega belakangan ini.

Padahal dulu semasa remaja hingga beranjak dewasa Ega tidak menyukai kehidupannya. Beberapa kali dia memiliki keinginan untuk bunuh diri -- bahkan dia pernah mencobanya meski akhirnya gagal. Namun terhitung sejak empat tahun lalu, Ega justru menjadi salah satu orang yang menyuarakan tentang pentingnya bertahan hidup sekaligus membantu memberi pertolongan pada mereka yang ingin mengakhiri hidup agar tetap memiliki keinginan menjalani kehidupan.

Tapi takdir Tuhan memang tidak dapat ditebak. Beberapa bulan belakangan, Tuhan seolah benar-benar menguji lelaki 28 tahun itu. Entah Tuhan menguji atau menghukumnya, yang jelas mendadak dia terkena demam tinggi, flu selama berhari-hari, nyaris pingsan di toko hingga Edgar memutuskan mengajaknya ke Rumah Sakit.

Positif Hepatitis C, kronis dan hatinya sudah tidak bisa bekerja dengan baik.

Itu yang disampaikan Edgar padanya enam bulan lalu.

*

"Bang, kan aku udah izin gak masuk hari ini," sungut Rena kesal.

Pasalnya pagi ini -- hari dimana dia sudah izin tidak ikut ke toko karena akan bertemu dengan temannya yang datang dari luar kota -- Edgar membangunkannya dan memintanya tetap masuk kerja. Menyebalkan, padahal Rena sudah izin dari jauh-jauh hari dan Edgar sudah mengizinkan.

"Ya tapi kak Ega lagi sakit. Di luar rencana juga. Bilang sama teman kamu coba keluarnya besok aja," sahut Edgar kalem, berusaha memberi pengertian.

"Gak bisa besoklah, nanti malem dia udah balik ke Jogja!"

"Ya tapi gimana Ren? Abang butuh bantuan juga. Toko lagi rame. Abang gak bisa sendirian. Kalo seandainya ada mama juga abang bisa minta tolong mama. Tapi sekarang cuma kamu yang paling mungkin."

Omong-omong, sejak kemarin Arum berada di rumah tante mereka di Bogor. Akan ada acara pernikahan di sana, sepupu mereka menikah besok. Sementara Ega menginap di rumah beberapa hari ini, terlihat jelas bahwa memang kondisinya kurang baik, tapi Rena tidak terlalu memperhatikannya. Hanya saja kalau ternyata berimbas seperti ini, rasanya menyebalkan juga.

Rasanya Rena kesal sekali, saking kesalnya sampai mau menangis. Dia kan juga punya urusan pribadi, sudah ada janji. Belum tentu juga dia akan bertemu dengan temannya itu lagi dalam tahun ini. Rencana pertemuan mereka hari ini rasanya sudah matang sekali. Kenapa di saat-saat terakhir justru terancam gagal?

"Ya Ren? Sampai jam 2 aja gimana? Nanti kan sorean udah agak sepi," Edgar masih membujuk.

Mata Rena berkaca-kaca saat dia menyahut, "Abang! Aku tuh udah bikin janji. Belum tentu juga ada kesempatan lagi ketemu Amara tahun ini. Aku mau senengin diri sendiri kenapa susah amat sih?! Kalian gak pernah peduli," sungguh, Rena tengah merasa kesal sekarang. Hingga rasanya dadanya sesak karena menahan emosi. Haruskah dia mengorbankan kepentingan pribadinya sekali lagi?

"Bang, aku aja yang ke toko gak papa, biar Rena pergi," suara datar itu menyentuh gendang telinga keduanya.

Rena menoleh sekilas sebelum menunduk sambil menggigit bibir, terlampau segan menatap orang yang berjalan pelan memasuki kamarnya. Sementara Edgar menatap Ega dengan tatapan bertanya, sebelum Ega mengangguk memberi isyarat yang dimengerti Edgar.

"Ya udah, kamu gak masuk aja gak apa Ren," putus Edgar sebelum tersenyum tipis pada si bungsu dan berlalu dari sana.

Ega menoleh sekilas ke arah Rena sebelum memutuskan untuk berlalu juga. Berniat mandi agar tubuhnya terasa lebih segar. Sebenarnya, sudah beberapa hari dia merasa kondisi tubuhnya kurang baik, demam, itu sebabnya dia pulang ke rumah. Dan sejak semalam Ega flu, badannya juga terasa lelah. Pagi ini bukannya membaik dia malah merasa otot dan persendiannya pegal. Itu sebabnya dia berniat meminta izin sakit pada Edgar, tapi mengetahui bahwa itu membuat Rena kesal dia lebih memilih mengalah. Bisa-bisa tidak akan ada habisnya jika Edgar dan Rena memulai pertengkaran, beruntung tadi Edgar masih bisa bersabar.

BIRUWhere stories live. Discover now