II | CASSIOPEIA

2.2K 347 135
                                    


Beryl,
4 month before the accident.

"Haduh, ini kenapa banyak banget spam sih?!"

Tertera di layar ponsel saya deretan nomor tak dikenal, jelas ini ulah rombongan wartawan. Kasus seperti ini terbilang cukup sering terjadi apalagi setelah saya menghadiri meeting dengan para pebisnis kalangan atas atau pesta selebriti.

Namun kali ini ada headline baru yang mencengangkan lima samudra.

"Damn these morons. Ternyata memang benar, kamu akan sibuk mengurusi hidup orang lain jika hidupmu tidak menarik."

Belum selesai menggerutu, panggilan lainnya kembali menginterupsi, membuat saya terpaksa menonaktifkan ponsel. Segera saya turun dari ranjang bersama sandal faux fur tersayang sebelum menuju ke dapur untuk memasak air. Memanjakan lidah dengan secangkir teh rosela terdengar bagus. Konon, bunga itu mempunyai khasiat menurunkan tekanan darah tinggi. Cocok untuk menyambangi situasi kacau dini hari ini.

"Selamat pagi, Nyonya. Apakah Nyonya mau pergi?"

Saya yang tengah menatap lambaian uap dari cerobong ketel elektrik langsung menoleh ke sumber suara. Mrs. Qi, kepala asisten rumah tangga yang paling setia sejagad galaksi bimasakti

"Yang lain kemana? Kok cuman kamu sendirian?"

"Semuanya sudah pulang. Hanya tinggal saya dan Pak supir."

"Wow hebat banget. Siapa yang ngasih izin mereka pulang seenaknya, HAH?" Entah benda apa itu yang saya layangkan, tapi suaranya begitu nyaring saat mendarat di lantai.

"Kontrak mereka sudah jatuh tempo, Nyonya." Mrs. Qi memungut spatula besi yang saya jatuhkan. "Biar saya yang siapkan sarapan."

"Gak usah. Saya makan di luar aja. Nanti sore rumah harus sudah bersih mengilap. Kalo sampai saya lihat masih ada debu, siap-siap nyusul kawanan pengkhianat kamu besok!"

Beralih dari wajah Mrs. Qi, tatapan saya tak sengaja terkunci pada salah satu potret raksasa yang terpampang di ruang tamu. Saya dan gaun putih secantik angsa, dia dan tuksedo gagahnya, kami dan rekahan senyum bahagia di atas pelaminan.

Apakah itu akan menjadi senyum terakhir saya? Senyum di saat saya masih percaya bahwa dunia fana ini masih menyimpan kata cinta?

"Oh iya, tolong singkirin foto ini. Terserah mau ditaruh di gudang atau dibuang. Dikiloin juga boleh."

Nyonya paruh baya itu memancarkan tatapan iba pada saya. 'Kasihan ... gak tega saya kalau harus pergi ninggalin Nyonya Darla sendirian.'

Lantas saya mengulas senyum samar di balik air mata yang enggan menetes. Setidaknya masih ada seseorang yang menemani saya berjuang melewati fase-fase pelik ini, fase dimana semesta mencampakkan saya.

For those who feel delighted to see me suffered will obviously get an intense cry blood in return. Just wait and see.

"Nyonya, duduk saja ya? Biar saya yang sajikan tehnya."

Dengan sekali helaan napas, rasanya beban yang saya pikul ikut mengoksidasi ke udara. Ya, saya sepakat dengan konsep hidup tidak usah dibawa pusing. Pun saya masih punya banyak rencana dan kesempatan untuk dijalani.

Sadar, Darla. Kamu cantik, pintar, sukses, gahol pula. Kamu itu terlalu sempurna! Sombong? Bukan begitu kawan, ini memang fakta. Dan di antara semua investasi membanggakan itu hanya satu aspek yang membuat kesempurnaan saya mengalami defisit.

"Tuan Mino sudah gak kedengaran kabarnya lagi, Nya?" Sembari meracik ramuan, Mrs. Qi malah menyinggung topik yang sedang saya hindari sejak semalam.

Beauty And The Boo [DAY6 Dowoon]Where stories live. Discover now