VIII | ORION

1.3K 252 254
                                    


"Kok tumben sepi? Pada kemana itu dua anak?" Saya menaruh barang belanjaan di sofa kemudian mencari seekor oknum untuk dimintai jawaban.

"Oi Dadar endut, majikanmu kemana?"

Mamalia itu sedang asyik berselonjor di atas rumput sintetis, Daru yang membelikannya waktu itu agar dia tidak sembarang main di taman. Entah kenapa, ekspresi Dadar selalu bete kalau lihat saya. Cih. Hanya dia mahluk bumi yang tak bersyukur dipelihara orang cantik.

Lantas saya masuk ke dapur, mengisi salah satu rak kosong dengan beberapa kotak susu formula, bubur bayi, serta biskuit aneka rasa. Saya sudah memeriksa Day ke dokter dan dia dinyatakan negatif intoleransi laktosa. Aman sentosa.

Susu cair cokelat di kulkas habis. Daru sesuka itu sama susu cokelat, jadi saya harus restock setiap minggu.

Ternyata anak saya ada dua.

Mrs. Qi dan Mr. Simple sudah tidak bekerja lagi, dan mungkin kami bertiga akan pindah ke atap lain dalam waktu dekat. Saya sudah survei beberapa tempat yang memungkinkan, namun tanggalnya belum pasti. Saya masih menunggu Daru ujian terlebih dahulu.

Selesai beres-beres, saya menemukan dua anak itu sedang bermain di kamar Daru.

"Uhuk uhuk! Aduuh Dokter, saya sakit nih. Tolong periksa saya, Dok." Daru tergeletak di samping Day, berpura-pura sakit.

"Atit?" Day lengkap dengan stetoskop mainannya mencoba memeriksa kondisi pasien.

"Mohon maaf, di sini Dok, jantung saya masa pindah ke muka." Daru tertawa geli sambil memindahkan bell stetoskop dari wajah ke pusat jantungnya.

Day nampak serius mendengarkan melalui earpieces sampai bibirnya manyun-manyun.

"Kedengeran gak? Dug dug dug gitu kan bunyinya??"

Tiba-tiba Day melepas stetoskopnya dan tampak memilih-milih perkakas berikutnyaㅡpisau bedah.

"DOK, ITU BUAT APA? SAYA MAU DIBELAH?" Daru mengamankan pisau plastik itu di bawah bantalnya. "Obat aja obat. Coba kamu cari obat di situ."

Kali ini Day mengambil gunting.

Daru menutup wajahnya dengan bantal. "Kenapa calon anak gue begini amat, ya Tuhan?"

"Hore udah sembuh!"

Daru terkejut menemukan plester di dadanya dan Day yang sedang tersenyum memamerkan empat giginya dalam pangkuan saya.

Tolong jangan tanya kenapa batuk disembuhin pakai plester. Tolong.

"Kak? Kapan pulangnya??"

Saya menyodorkan stetoskop dan termometer pada sang pasien. "Gantian, sekarang kamu yang jadi dokternya."

Daru menuruti perintah saya dan mulai berakting. "Ehem ehem. Jadi kamu sakit apa, Dek?"

Wait. Kenapa mendengar Daru memanggil Day dengan sebutan 'Dek' membuat liver saya bergejolak?

"Atit? Atit, Mama?" Yang ditanya malah celingak-celinguk kebingungan.

"Tuh ditanya pak dokter kamu sakit apa?"

Day malah nyengir sambil menunjuk-nunjuk hidung saya. "Mama atit! Mamaaa!"

"Ohh mama nya yang sakit toh? Mama sakit apa, Maa? Sini pak doktel peliksa." Daru mengacungkan termometer ke arah saya sambil mencibir jahil, nyebelin banget mukanya.

Beauty And The Boo [DAY6 Dowoon]Where stories live. Discover now