XII | VOLANS

1K 223 221
                                    


WARNING
This chapter may contain elements that are unsuitable for some readers.
Viewers discretion is advised.

▪︎▪︎▪︎

07:00 PM.

Rintik air, menetes, mengalir di puncak kepala pemuda setengah sadar itu. Batang-batang lilin yang menyala, berjajar, di atas meja wastafel bahkan di sekeliling bathtub yang ditempati si pemuda.

Awalnya terkesan menajubkan bagai fasilitas jacuzzi hotel mewah, tapi percayalah, aroma yang menguar dari lilin tersebut kelewat anyir dan tak bersahabat.

Daru membuka mata perlahan, pandangan masih buyar, kepalanya terasa berputar seakan baru menjejak alam kesadaran setelah sekian purnama.

Semalaman dia habiskan di bilik kecil itu tanpa asupan makan atau minum. Pantas saja kerongkongannya terasa terbakar, tanda dehidrasi, lambungnya juga perih menahan asam. Ujung kulit-kulitnya terutama di areal jemari telah keriput dan memucat. Ternyata selama itu Daru terjebak di dalam bathtub yang separuh kapasitasnya telah terisi.

Daru mencoba bergerak, namun tangan dan kakinya terikat rantai. Gila. Daru sungguh tidak ingat apa yang terjadi.

Cklik.

Jawaban yang dinanti akhirnya tiba. Sekali Daru menatap sosok mengerikan yang datang membawa kapak logam itu, semua tali ingatannya seakan tersambung kembali.

Teror, Day, Hadwin, safe house, rumahDarla.

"Sudah siap mati?"

Melalui sebaris ancaman, kapak diayunkan sekuat tenaga ke arah si pemuda yang tak bisa berkutik kemana pun. Senjata itu berhasil memutus lilitan rantai yang berada di antara kedua kaki Daru. Jika meleset sedikit, mungkin kaki Daru yang akan putus.

"Berdiri."

Daru berpegangan pada pancuran air sambil memejamkan mata rapat-rapat, masih terngiang jelas bagaimana dia menyambut kepulangannya dengan hantaman tongkat baseball pasca menitipkan Day di safe house. Daru mendadak ngilu mengingat momen abusif itu.

"BERDIRI!"

Dengan sisa tenaga yang sebenarnya sudah tiada, Daru memaksa kedua tungkainya bergerak, mencari cara agar tubuhnya bisa menegap.

Dia tertawa melihat Daru menunduk gemetaran dengan pakaian lusuhnya. Buronan yang telah lolos belasan tahun ini akhirnya kembali ke kandangㅡkembali ke tempat seharusnya dia berada.

"Takut? Tenanglah, kamu memang seharusnya sudah mati sejak dilahirkan. Kami memberi toleransi selama 19 tahun, apa itu masih kurang?"

Daru tidak mengerti apa yang dibicarakan pria itu, tapi tetap bungkam. Terlebih saat kapak mendekat pada nadi di perpotongan lehernya, seakan siap mengoyak hingga retak tulang terdalam.

"Sayangnya saya tidak boleh bermain dengan cara sendiri, jika iya, mungkin hanya tersisa kulit di tubuhmu sekarang."

Pria berpostur jauh lebih tinggi itu melemparkan pakaian ganti untuk Daru sebelum menyeretnya keluar.

Rupanya suasana di luar kamar mandi jauh dari definisi menyeramkan. Ini hanya rumah besar dengan banyak bilik, dipadu berbagai perkakas mewah seperti contohnya kandelar berlian yang tergantung di puncak itu.

Beauty And The Boo [DAY6 Dowoon]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora