VI | LYNX

1.3K 250 284
                                    


Tonight's party aren't that formal. Meskipun begitu, saya harus tetap terlihat classy dan partner saya pun demikian.

"Selamat malam. Silakan menikmati pestanya, Nyonya Naruwi dan ... Tuan Handsome."

"Yes thats right, I'm Mr. Handsome! Thankyou." Pemuda yang kini bersurai silver seperti kuda ajaib berjalan angkuh mendahului saya.

"Kamu beneran nulis handsome di situ??"

"Kata Kakak harus pakai nama samaran?"

Saya berdecak pasrah. "Hei, jangan manggil Kak. Malam ini kita sepantaran, cuman boleh pakai Aku, Kamu, Sayang."

"Iya iya." Daru mencebik sambil menyisir-nyisir rambutnya. "Aneh gak sih warna rambut aku? Ini beneran gak permanen, kan??"

"Gak, sayaang. Udah diem ih nanti malah berantakan!" Saya merapihkan rambut dan jas hitamnya lagi.

Lucu sekali, tidak sekalipun terbayang di benak saya akan membawa bocah sekolah sebagai pasangan berpesta. Apalagi orangnya baru belajar nakal semacam Daru ini. Tapi tak bisa dipungkiri, kostum dan dandanan barunya sukses mentransformasi image dia menjadi pria dewasa, mapan, gagah nan perkasa. Buset lebay.

"Eh, itu bukannya artis ya?"

"Di sini memang bertaburan selebriti. Tapi jangan sekali-kali kamu minta foto sama mereka. Jaga harga diri."

"Tapi itu Kimmy ... beneran gak boleh ngajak foto sama sekali???" Jiwa fanboy Daru berontak.

"Gak. Kalo kamu bandel kita pulang."

Daru mendumel lagi sampai akhirnya seorang pelayan datang menawarkan sampanye. Sontak saja saya mengambil alih gelas yang sudah dipegang anak itu erat-erat.

"Siapa ya yang kemarin ngingetin aku buat ngelarang kamu minum alkohol?" Sambil menyesap minuman itu, saya tersenyum licik melihat Daru kembali menyesali cerita wasted-nya semalam.

Saya ajak dia mengambil soda dan kudapan, pokoknya apapun yang manis Daru pasti suka. Melihat jajaran dessert saja matanya langsung berbinar-binar. Rasanya lebih mirip membawa anak daripada pasangan.

"Oh hello, Darla sweetheart~! Ya ampun kamu cantik sekali." Rombongan sosialita pun datang menyapa saya silih berganti.

'Ew dress-nya kelihatan murahan.'

'Rambutnya berantakan begitu pasti stylingnya di salon abal-abal.'

'Cih, tasnya masih yang kemarin. Gak punya uang buat beli tas baru ya? Dasar miskin.'

Saya tersenyum sambil menatap lekat satu per satu wanita paruh baya dengan dandanan fancy mereka. Bibirnya sibuk menyanjung namun hatinya menginjak-injak saya sampai ke dasar palung.

Saya sudah terbiasa dihina dengan cara paling menjijikan seperti ini. Percayalah, dicaci maki di depan khalayak umum jauh lebih terhormat daripada menerima pujaan sembari ditelanjangi.

Sedih? Malu? Marah? Tentu tidak. Saya sudah malas memikirkan omongan orang lain.

Berbohong bisa menjadi salah satu hak asasi yang enggan dibenarkan oleh dunia, namun disahkan oleh penduduknya.

Beauty And The Boo [DAY6 Dowoon]Where stories live. Discover now