14

550 40 1
                                    

      Bab 48

     Sudah beberapa waktu yang lalu saat Raka mengambil ciuman pertama Nayla. Rasanya baru kemarin, mengingatnya saja pipi Nayla merona. Cewek itu menatap kepala sekolah dengan mata kosong. Suara pidato kepala sekolah yang bertele-tele itu terdengar seperti alunan musik di telinga Nayla.

     "Saya himbau semua murid pastikan mengikuti peraturan sekolah dengan sebaik-baiknya." Pak Bakri menatap seluruh siswa di depannya dengan semangat. Namun, kebanyakan siswa melotot tapi arwah sudah pergi entah kemana.

    "La..." panggil Beca di sampingnya dengan nada pelan. Berulang kali Beca memanggil, gadis itu tetap mengawang-awang, Beca mencubit tangan Nayla.

    "Auhh! Sakit Becak!" maki Nayla, pelan dan tajam. Cubitan pedas Beca membuyarkan lamunannya.

    "Dari tadi gue  panggil nggak denger. Melamun lo ya? Sepatu lo bego! Nggak liat noh, guru lagi razia," ujar Beca sambil menunjukan Bu Maya sedang menegur murid dibarisan seberang.

     "Mampus! Lupa gue." Nayla menepok jidatnya melihat sepatunya bercorak warna merah. Lalu melihat Bu Maya sedang berjalan me-razia murid di seberang.

     "Lo pergi ke UKS sekarang. Pinjem sepatu yang lagi sakit di sana." Beca memberi saran.

     Nayla pernah kena hukuman Bu Maya, guru yang terkenal paling killer di sekolah. Guru fisika plus BP itu sangat tidak suka murid yang banyak alasan.

      Nayla bergerak ke belakang diantara kerumunan murid yang berbaris sambil melihat guru-guru yang ikut upacara. Perlahan-lahan dia pergi ke UKS yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lapangan.

"Apa gue pura-pura sakit aja ya, biar nggak usah ikut upacara," gumam Nayla. Dia melihat sekitaran ruang UKS yang sudah dipenuhi penghuni. Banyak murid yang suka membuat alasan sakit supaya tidak ikutan panas-panasan upacara. Ada yang dengan rela duduk satu kursi berdua atau ada yang berdiri sambil memegang kepala ataupun perut mereka dengan wajah meringis.  Tercium bau aroma penipuan.

      Nayla melirik ke arah wanita yang punya ukuran tubuh lebih subur darinya. Dewi siswi yang paling sering izin ke UKS saat upacara. Lihat saja, nanti habis upacara selesai pasti dia akan teriak-teriak di kelas atau datang ke kantin makan dengan lahap. Menjijikan.

      Cewek itu berjalan ke arah dua ranjang tempat pasien yang berbaring. Bukan pada pasiennya melainkan di bawah ranjang tempat sepatu diletakkan.

Nayla memasukan kakinya pada sepatu di bawah ranjang dengan buru-buru.

     "Gakpapa yang penting aman dulu. Pinjem ya," ucap Nayla pada pasien yang tertidur  sambil mengingat wajah pemilik sepatu itu, kemudian dia kembali ke lapangan upacara. Nayla bernafas lega sejenak.

      "Nayla Anastasya Susanto!"

    Suara bariton itu sangat ia kenal, sangat familiar di kupingnya. Nayla mengatur nafasnya mencoba tenang.

      "Saya Bu," jawab Nayla, kini Bu Maya berada tepat disampingnya dengan tatapan tajam dan  dingin. Membuat bulu kudu Nayla merinding.

      "Sepatu siapa yang kamu pakai?" Bu Maya menunjuk sepatu Nayla dengan mata bulatnya.

      "Se-Sepatu saya Bu," jawab Nayla sambil melihat ke bawah pada sepatu. Astagaa kebesaran. Nayla meruntuki dirinya, pantesan saat jalan terasa  angin yang masuk ke dalam kakinya.

      "Kenapa sepatu kamu kebesaran?" Bu Maya memperhatikan sepatu Nayla yang memang dengan mata kasar saja bisa terlihat bahwa kakinya seperti membonceng sepatunya. Lobangnya terlalu besar, mustahil itu miliknya.

NAYLA (Tamat)Where stories live. Discover now