Guru Itu?

213 12 1
                                    

Happy reading. Jangan jadi pembaca gelap ya. Tinggalkan jejak😉

Aurum segera menutup aplikasi whatsapnya, lalu mematikan data seluler.

Ia bukan orang yang suka menyimpan dendam bahkan dirinya tidak mau memutuskan silaturahmi dengan Rey, tetapi dilain sisi ia juga harus menjaga perasaan gadis yang kini menjadi pacar baru Rey, ralat pacar lamanya soalnya kan mereka pacaran udah dari SMP.

Ia tidak berbohong dengan pesan yang dibalaskan untuk Rey, dirinya segera mengeluarkan buku pelajarannya dan mengambil laptop dari laci nakasnya.

***

Paginya seperti biasa ia, diantarkan Adi serta Nita sekalian mereka berangkat ke kampus.

Dirinya berjalan ke dalam gerbang, tidak lama Bianca turun dari sebuah motor dengan diantarkan kakaknya.

Ia tersenyum hangat sembari melambaikan tangannya ke arah Bianca.

Seorang di balik helm hitam mengulum senyum melihat Aurum, sedang tersenyum ke arah adiknya.

'Jadi anaknya, sahabat baru Bian.' Pria itu lalu melajukan motornya ke dalam area parkiran sekolah.

Ia dan Bianca memasuki kelas, disertai senyum hangat walaupun teman-teman ia membalasnya dengan senyum yang dipaksakan. Tidak lama bel masuk berbunyi.

Aurum dan Bianca sedang bercerita tentang satu sama lain, ya, walaupun Bianca tidak menjawab langsung tetapi melalui tulisan tapi itu terasa lebih asyik.

Siswa yang berada di luar kelas berlarian masuk dan duduk di tempatnya masing-masing. Rupanya sang guru telah berada di ambang pintu.

Netra Aurum terbelalak tak percaya melihat pria rekan kerja ayahnya juga mengajar di sini.
Ia langsung menutup wajahnya dengan buku pelajaran dan menundukan kepalanya.

Laki-laki itu mengabsen seluruh siswa, kecuali dirinya karena siswa baru belum terdaftar pada absen guru tersebut.

"Apakah ada yang namanya belum dipanggil?" Suara barinton laki-laki itu membuat degup jantung Aurum seperti sedang berpesta dengan peluh telah membasahi jemarinya dengan menarik napas akhirnya ia mengangkat tangan.

"Saya, Pak!" seru Aurum.

"Oh, ada siswa baru? Siapa namanya?" tanya laki-laki itu.

"Aurum Friskara," jawab Aurum dengan cepat.

Setelah memperkenalkan diri ia segera menguasai dirinya agar tidak terlihat gugup, ia sangat pandai dalam publik speaking karena Adi yang mengajarinya dari kecil, bukan hal besar jika harus berbicara di depan orang banyak atau hanya menyampaikan argumentasi 'jika kamu takut untuk menghadapi orang banyak saat berbicara, anggap saja mereka semua itu ilalang' pesan Adi pada putrinya.

Laki-laki itu menuliskan sesuatu pada jurnal absennya, setelah itu menjelaskan materi pelajaran, tiga jam telah berlalu akhirnya bunyi yang telah ditunggu-tunggu terdengar juga.

Yaitu bunyi bel tanda jam pelajaran telah usai dan waktunya istirahat, tanpa menunggu lama siswa sudah meninggalkan ruangan.

Di ruangan itu hanya menyisakan Aurum, Bianca dan laki-laki itu. Ia berjalan keluar untuk mencuci tangannya.

"Friskara, tunggu kemari sebentar," perintah laki-laki itu.

'Ada apa lagi, sih. Mau bahas soal kopi yang kemarin huh?' Dengan langkah berat ia mendekati laki-laki itu.

"Maaf, soal yang kemarin," ucap Aurum.

Ia selalu diajarkan untuk bersikap sopan santun dan tidak malu untuk meminta maaf terlebih dahulu.

Masa RemajaWhere stories live. Discover now