Trauma

227 13 3
                                    


Hayuksss baca jangan lupa tinggalkan jejak. 😍

"Kita? Masalah itu awalnya dari kamu. Ya, kamu sendiri yang selesaikan masalahnya," ucap Aurum.

"Ya, tapi aku, perlu kamu untuk menyelesaikan semuanya. Agar bisa lebih jelas dan tidak bertambah runyam lagi," ungkap Ilyas.

"Tahu ah," ucap Aurum.

Tidak lama pintu terbuka menampakkan dua pasangan paruh baya, berjalan mendekati keduanya.

"Sayang, ini bubur ayamnya," ucap Nila memberikan kotak sterofom berwarna putih itu.

"Iya, Bu," sahut Aurum.

Ilyas, segera mengambil alih kotak sterofoam itu.

Membukanya lalu menyuapi Aurum. Ia menerima suapan dari pria itu dengan wajah datarnya.

"Oh ya, Yas, kamu sudah sarapan?" tanya Nila.

Ilyas hanya menggeleng pelan dan menatap ke arah mereka, sebentar lalu kembali fokus menyuapi Aurum. Saat Ilyas ingin menyuapi kembali  Aurum, segera mengambil alih sendoknya.

Dia menyendokkan bubur itu lalu menyodorkannya ke mulut Ilyas. Dengan, senang hati Ilyas menerima itu.

Adi dan Nila hanya saling berpandangan menatap tingkah kedua insan tersebut. Akhirnya bubur tersebut telah habis, oleh keduanya.

"Aurum, hari ini kamu sudah boleh pulang," ucap Adi.

Aurum, hanya mengangguk. Itulah yang dirinya inginkan.

"Biar Ibu, yang beresin baju kamu ya," ucap Nila.

"Aurum, pulang ke rumah Ayah dan Ibu, ya," pinta Aurum.

"Tapikan Sayang, kamu sudah menikah dan memiliki suami," ucap Adi.

"Tapikan Yah, aku tetep anak Ayah," ujar Aurum.

"Gak papa kok, Yah, mungkin Aurum rindu kamarnya," ucap Ilyas memberikan persetujuan.

"Ya sudah. Ayah, mau ke pihak administrasi dulu ya," ucap Adi sembari berlalu pergi dan menghilang di balik pintu.

Aurum, berjalan dengan perlahan. Keadaan sudah sangat membaik. Adi telah menunggunya di depan lobby rumah sakit.

"Ya sudah Ilyas, ngikutin dari belakang ya," ucap Ilyas setelah membukakan pintu mobil untuk Aurum.

"Gak mau bareng aja," ucap Aurum.

Ilyas, menggeleng dengan ragu. Wajah Aurum sudah berubah melihat penolakan dari suaminya itu.

"Kenapa?" Aurum menaikkan alisnya.

"Aku, ngikutin kamu dari belakang oke, tenang aja," ucap Ilyas.

Raut wajah Aurum berubah kesal dan mengerucutkan bibirnya.

"Ya sudah," ucap Aurum.

Aurum, duduk dan menatap ke arah jendela. Ilyas menempati janjinya dirinya menggunakan gojek dan mengikuti mobilnya.

"Sayang, Ilyas itu bukannya gak mau ikut satu mobil sama kita. Ilyas itu punya trauma dengan mobil," ungkap Nila.

"Trauma?"

"Ya, kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil, dan semenjak itu Ilyas maupun Bianca tidak pernah menggunakan mobil lagi," ucap Nila.

Aurum merasa menyesal, telah berburuk sangka pada Ilyas. Ia berulang kali menoleh ke belakang.

***

Setelah perjalanan hampir 45 menit, akhirnya tiba di rumah. Ia turun dan melirik mencari keberadaan Ilyas, tetapi tidak melihatnya.

Masa RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang