4. Kado Spesial

3.1K 342 30
                                    

Bukan Salah Tuhan
4. Kado Spesial

"Aku berangkat, Eomma. Annyeong!" Chaeng melambai. Mencium pipi Ibunya lalu masuk kemobil bersama Ayahnya.

Cepat sekali rasanya mobil melaju menuju sekolahnya. Tiba-tiba saja Chaeng sudah di depan gerbang. Ayahnya membukakannya pintu, menggandeng putrinya keluar.

"Sayang," panggil Minhyuk. Matanya menatap Chaeng, bibirnya membentuk lengkungan indah yang manis.

"Kau mau apa untuk hadiah ulang tahunmu nanti?" tanyanya.

"Yang ter-spesial, tentu!" ucap Chaeng girang.

Ayahnya terkekeh. "Kenapa harus yang paling spesial?" tanyanya lagi.

"Kan itu hadiah terakhir, Appa." Chaeng menatap ayahnya, tersenyum miris.

Ayahnya berubah sendu, "Chaeng, apa Appa pernah mengajarkanmu putus asa?" Suara lirih ayahnya benar terdengar menusuk.

"Appa dulu sangat putus asa setelah mengetahui kondisi jantungmu. Appa tak bisa bangkit dari lubang keputusasaan. Ketakutan,"

"Tapi setelah melihatmu, Chaeng Appa yang sedang  tertawa riang, seolah dia baik-baik saja, Appa mendapat harapan. Dan benar, kita punya harapan. Kau dibolehkan tetap bersama kami kalau ada pendonor baik hati yang sedia memberikan jantungnya untukmu," katanya. Mata Chaeng berkaca-kaca.

"Mungkin Appa egois, tapi. Appa tak tahu lagi harus bagaimana membuatmu tetap bersama kami. Bahkan Appa mendoakan seseorang mati hari itu supaya segera Chaeng kami mendapat jantung baru. Jadi dia akan tetap bersama kami," Minhyuk menatap dalam manik mata Chaeng.

"Appa," Chaeng memanggil dengan suara parau.

"Sayang, tolong jangan pernah putus asa, ya? Karena senyummu adalah sumber harapan bagi kami." Minhyuk tersenyum dan mencium lama kening Chaeng.

"Janji pada Appa,"

Chaeng mengangguk. Minhyuk tersenyum lalu masuk ke mobil. Chaeng melambai kearah Minhyuk yang mulai menjauh dengan mobilnya.

"Aku janji."

+++

Langkah Chaeng tiba-tiba terhenti. Dia terduduk. Tak bisa bernafas. Dadanya sakit sekali. Seolah ada yang menusuknya. Chaeng meremas tanah yang dipijaknya. Sakit sekali rasanya.

"T-tolong aku," sengalnya.

Lisa berteriak dan menghampiri Chaeng yang kesakitan. "Chaeng, kau baik-baik saja?" paniknya.

Chaeng menggeleng, "H-hanya nyeri--" Sesaknya tak membiarkannya berbicara.

Chaeng mencari obatnya. Menggenggamnya sampai botol mungil berisi puluhan pil itu tak kelihatan. Susah payah Chaeng menelannya.

"Aku tak apa," lirihnya setelah agak membaik.

"Tak apa apanya? Berhenti membuatku khawatir!" semprot Lisa.

"Kumohon katakan saja apa yang sesungguhnya terjadi, Chaeng. Kau terus membuatku takut," isak Lisa.

"Hey," Chaeng mengangkat dagu Lisa, "Aku baik-baik saja. Kau pikir aku kenapa? Jangan menangis, Lisa-ya," bujuk Chaeng.

"Aku takut, Chaeng-ah," lirih Lisa dipelukan Chaeng.

Chaeng mengangguk, satu bulir cairan bening yang manis turun melewati pipi gembilnya. Hatinya teriris oleh isakan sahabatnya.

[✔] bukan salah tuhan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang