10. Mistake

2.6K 310 7
                                    

Bukan Salah Tuhan
10. Mistake

Hujan deras membuat langit gelap. Menderaskan airmata. Ketakutan telah menguasai Lisa sampai pikirannya sama sekali negatif.

"Itu- itu rumah sakitnya," sengalnya, bersyukur sekali saat samar-samar matanya melihat bangunan putih tak jauh dari pandangan.

Lisa mempercepat larinya, walau jalanan licin. Lisa tak peduli, apa lututnya akan sobek atau tulang keringnya patah, Lisa sama sekali tidak peduli.

Lisa masuk ke dalam rumah sakit. Berteriak kepada seorang perawat untuk cepat menangani Chaeng lalu berlari keluar. Disana, ia menangis sendirian di taman. Daritadi ia tahan airmatanya agar tidak tumpah.

Gelap. Dingin. Sepi. Dan sendirian. Pantas sekali untuknya yang sudah lalai menjaga sahabatnya.

Ponsel Lisa berdering. Dari Dara,

"Keadaannya tidak terlalu baik, mau kesini?" Suara Dara membuka panggilan.

Lisa menghapus airmatanya, mengiyakan dengan suara yang diusahakannya tidak bergetar. 

Lisa muncul, mengagetkan dengan lirihan,

"J-joesonghamnida,"

Semua menengok Lisa, Lisa menundukkan kepalanya bersamaan dengan jatuhnya airmata di pelupuk mata kirinya.

Dara yang pertama mengambil tindak. Ia membelai dengan lembut surai Lisa, membawanya ke dalam pelukannya.

"Untuk apa, hm?" tanyanya lembut.

"A-aku- aku lengah dalam menjaganya, aku tidak bisa melindunginya. Maafkan aku, aku tidak-" Suaranya ditelan isakan, dadanya sesak.

Dara mengeratkan pelukannya, tertawa lembut sekali, "Ini semua salahku, jangan salahkan dirimu, arachi? Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja,"

Lembut mengalun, menenangkan hati yang kalut. Lisa balas memeluk Dara, menumpahkan airmatanya di pelukan Dara.

"Aku sangat minta maaf, aku benar-benar minta maaf," Seduan Lisa berhasil membuat Dara kembali mengeluarkan airmata.

"Oh, astaga! Sudah sore. Ayo, aku tahu kau belum makan siang," Dara berkata, suaranya lemah lembut.

Lisa mengangguk saja. Semangkuk mie kuah disaat hujan seperti ini akan sangat nikmat.

+++

Sedang Dara dan Lisa mencari makan, Jisoo berinisiatif menemui dokter adiknya. Menanyakan kabar terbaru si tersayang.

Jisoo tidak mau, sedikitpun ia tidak mau, Dara yang mendengar langsung dari Dokter Seul bagaimana keadaan Chaeng. Dara selalu menangis setiap Dokter Seul mengatakan bagaimana kondisi Chaeng, seolah kata-kata Dokter Seul menyakitinya.

"Dokter Seul," panggil Jisoo, "Bagaimana keadaannya?" tanyanya setelah ia bertemu dokter muda itu.

Dokter Seul menghela nafasnya. "Harus kukatakan, yang bisa kita lakukan sekarang hanya menunggu. Chaeng, jantungnya memburuk setiap waktunya, kita harus lebih memperhatikan dirinya. Secepatnya, temukan pendonor atau belajar merelakan adikmu pergi," semprot Dokter Seul.

Jisoo memejamkan matanya, mengambil nafas perlahan, berusaha menerima bahwa apa yang Dokter Seul katakan tidak bisa ia sangkal.

Jisoo perlahan mengangguk, "Eoh, aku mengerti," ucapnya pelan, cepat-cepat menghapus airmata yang baru turun melewati pipinya.

"Aigoo, joesonghamnida," Jisoo terkekeh pelan melihat tangan yang basah karena airmatanya.

Raut tegas Dokter Seul perlahan melemas. "Aku tahu bagaimana rasanya menjadi dirimu, tapi aku tidak tahu bagaimana rasanya bila kau menjadi diriku," Dokter Seul menatap lantai pijakannya, raut wajahnya sangat lembut.

[✔] bukan salah tuhan.Where stories live. Discover now