16. Amazing Girl

2.4K 269 42
                                    

Bukan Salah Tuhan
16. Amazing Girl

Chaeng hari ini berberes kamar. Dia merasa bugar hari ini, entah mengapa. Lisa juga ikut membantu.

Dan Jisoo, dia sudah boleh keluar rumah sakit. Jadi mulai sekarang mereka semua akan menginap di kamar Chaeng. Karenanya, Lisa menurut Jennie untuk pulang ke rumah.

Lisa menghela nafas, "Andai Jennie eonnie tidak  galak, aku akan menginap disini terus," keluhnya.

Chaeng terkekeh. "Terimakasih banyak," ucapnya sambil memeluk erat Lisa dari samping.

Lisa membalas pelukan Chaeng. "Anytime, i'm your bestfriend," ucapnya pelan.

+++

Dara menyusul Minhyuk hari ini. Ia menemani suaminya seharian di kantornya. Jadi Lisa bisa tinggal menemani sahabat tengilnya itu.

Agak lama mereka mengobrol. Menyeruput susu coklat masing-masing sambil sesekali tergelak.

Lagi, Chaeng merasakan nyeri di dadanya. Namun masih ia abaikan, karena Chaeng ingat sangat bahwa dirinya baru saja meminum obatnya. Ia beranggapan bahwa ini hanya nyeri biasa, bukan jantungnya kambuh.

Chaeng merasakan hantaman di jantungnya lagi. Wajahnya memucat.

Chaeng tidak menanggapi Lisa yang mulai panik. Sibuk dengan sakitnya. Lisa memencet bel, memanggil Dokter Seul.

Tak lama Dokter Seul datang. Lisa keluar ruangan. Memberi akses luas supaya Dokter Seul bisa memeriksa Chaeng. Dan menenangkan kakinya yang gemetar.

Dokter Seul selesai. Ia keluar ruangan. Dokter cantik berkuncir itu menghela nafasnya, mengusap wajahnya kasar. "Dia baik-baik saja," katanya sambil tersenyum.

"Aku bisa membedakan mana kebohongan, dan mana kebenaran. Aku tahu mana senyum palsu, dan mana senyum tulus. Kau berbohong, Dokter Seul. Aku mohon katakan yang sebenarnya," ujar Lisa, terselip lara di nadanya.

"Masuklah, temani dia," jawab Dokter Seul singkat, ia pergi. Meninggalkan Lisa di depan pintu. Dokter Seul tahu, kondisi Chaeng memburuk. Jantungnya seolah mengingatkan bahwa anak ini sekarang tinggal mengharapkan donor.

Lisa masuk tanpa basa basi. "Chaeng-"

"Hm? Aku tidak ap-"

"Cukup, Chaeng. Cukup. Berbohongnya sudah cukup, ya?" pinta Lisa. Kini Chaeng yang diam.

"Aku tahu, Chaeng. Aku mohon, sudahi kebohongan ini. Aku lelah, sangat lelah. Lelah mendengar 'nan gwaenchana' seolah kau benar-benar baik-baik saja, padahal kau merasakan sakit,"

Lisa, dengan wajahnya yang basah, mendekat. Ia menyembunyikan wajah cantiknya yang penuh gurat lelah ke dalam dada Chaeng. Membiarkannya dipeluk hangat.

"Aku takut," bisiknya. Tangis pilu Lisa mewarnai hening ruangnya.

Hati Chaeng tersayat sakit. Ia membelai lembut pucuk kepala Lisa. "Aku sungguh tidak apa-apa,"

Lisa bangkit dari posisinya. Lisa menghapus sisa airmatanya, mendesah lelah. Lisa menatap Chaeng dengan tatapan pilu. Ia memeluk Chaeng, ganti menyembulkan wajah Chaeng ke dalam pelukannya.

"Aku mohon, jangan berbohong lagi. Katakan saja bila kau sakit. Tidak peduli kau menyakiti hatiku, 'nan gwaenchana' darimu sudah cukup melukaiku. Jangan sembunyikan sakitmu, itu sama sekali tidak memalukan. Ayo sembuhkan sakit itu bersama-sama. Bukan memendamnya sendiri, arachi?"

Chaeng tersenyum. Memejamkan matanya, khidmat merasakan nikmat pelukan hangat sahabatnya.

Ia melingkarkan tangannya di pinggang Lisa. Mengangguk, "Ya, ayo sembuhkan sakit itu bersama-sama. Kau mau menemani aku berjuang, kan, Lisa-ya?" lirihnya.

[✔] bukan salah tuhan.Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ