DUA

6.5K 632 10
                                    

Aku datang lagi guys :)))

.

.

Karena lagi nggak bisa tidur aku update lagi nih tengah malem....

.

.

.

Enjoy Reading

================================

Seminggu setelah hari besar anak tertua keluarga Hadikusuma, keadaan rumah mereka berangsur sepi. Tenda-tenda yang terpasang selama seminggu ini sudah di rapikan semua kemarin. Begitu juga janur dan segala peralatan untuk upacara adat yang mesti dilakukan oleh calon pengantin pria juga sudah dibereskan oleh pihak wedding organizer.

Sekarang hanya tinggal keluarga inti Hadikusuma beserta om, tante dan para sepupu yang masih ada. Mereka sengaja berkumpul di ruang keluarga sambil bersantai. Sementara sepasang pengantin baru sudah berada di Bali sejak empat hari yang lalu.

"Sekarang tinggal Bima sama Andini nih, mana yang mau duluan nyusul Bara?" tanya adik bungsu sang papa.

Andini yang mendengar namanya ikut disebut pura-pura tidak mendengar, ia menyembunyikan kepalnya di balik tubuh Bima.

"Din, mau ngelangkahin Bima nggak?" tanya tantenya.

Tidak mampu menghindar dari pertanyaan itu, Andini hanya menampilkan cengiran canggung. Bingung mau menjawab apa. "Kak Bima duluan deh Tan, kasian udah umur," ucapnya seraya mengangkat tangan kanannya yang membentuk huruf V, salam damai untuk Bima.

"Ck... dasar." Bima menyentil tangan adiknya pelan membuat yang lain tertawa.

"Kalau Bima nggak ada pergerakan kamu duluan nggak apa-apa lho." sambung tantenya yang lain.

Menghela napas pelan, Andini mencoba sabar dengan tetap menampilkan senyuman. "Doain aja Tan," pungkasnya. Di usia yang menginjak seperempat abad beberapa bulan lagi, pertanyaan-pertanyaan semacam itu sudah terlalu sering ia dengar.

"Pacarnya mana kok nggak di ajak?"

"Jangan terlalu pemilih. Perempuan itu kalo udah mendekati tiga puluh nanti malah susah lho dapet jodohnya."

"Jangan terlalu sibuk karir, nanti juga ujung-ujungnya juga balik ke dapur."

Bla... bla... bla...

Andini mulai merasa muak mendengarnya. Memangnya apa yang salah kalau perempuan di usia sepertinya memilih untuk berkarir lebih dulu? Terlalu pemilih? Ewh... Andini bukannya sok memilih atau apa, tapi tidak ada salahnya kan jika ia memiliki beberapa kriteria untuk pasangan hidupnya? Toh Andini juga sadar, dirinya sendiri pun tidaklah sempurna, jadi Andini juga tidak menetapkan kriteria yang berlebihan.

Asalkan lelaki itu baik, bertanggung jawab dan tulus mencintainya serta menghormati keluarganya rasanya sudah cukup. Mengenai tampang Andini tidak ingin terlalu muluk-muluk, tidak perlu juga sekeren Reza Rahardian atau seganteng Nicholas Saputra, cukuplah lelaki berwajah manis dan wangi maka Andini sudah bahagia dibuatnya.

Beruntungnya pertanyaan seperti itu bukan di lontarkan oleh orang tuanya. Sejauh ini papa dan mamanya santai-santai saja melihat Andini belum juga memiliki pasangan di usia yang cukup matang. Bahkan Bima yang sudah absen membawa teman wanita ke rumah dua tahun terakhir ini, tidak membuat mamanya cemas. Hanya satu kali Andini mendengar mamanya bertanya pada Bima mengenai pacar.

"Kok, Listi udah nggak pernah main Bim, putus?"

Saat itu kakaknya hanya cengar-cengir tidak karuan, kemudian menganggukkan kepala.

BEST MATEWhere stories live. Discover now