ENAM BELAS

3.7K 494 29
                                    

Jangan lupa Vote...

Jangan lupa Komen...

Yg banyak...

wkwkwk

Happy Reading :)

============================

Adrian menghempaskan tubuhnya ke atas kasur hingga memantul. Tangan kanannya ditumpangkan menutupi mata sementara tangan kiri masih menggenggam ponsel.

Ia belum berganti pakaian sejak sampai di apartemennya, terlalu sibuk berpikir untuk menghubungi Andini atau tidak. Mungkin jika ponsel ini bisa bicara, dia akan melakukan protes karena Adrian tidak kunjung memberikan perintah yang jelas padanya. Hanya terus diusap, di pelototi hingga layarnya gelap. Terus di usap kembali hanya untuk di pelototi lagi. Begitu terus sampai entah kapan.

"Arghh!"

Frustasi, Adrian mengentak-entakkan kakinya ke arah lantai sambil terus memandang layar ponselnya. Di tatapnya ponsel tidak bersalah itu dengan jantung berdegup kencang. Setelah mengambil napas dalam, akhirnya ia putuskan untuk menghubungi Andini. Dari pada terus menyiksa diri dengan rasa penasaran, lebih baik di lakukan saja pikirnya.

Nada sambung terdengar saat Adrian menempelkan ponsel itu ke telinganya, namun Andini belum juga menjawab. Saat ia akan memutus panggilan, suara gadis itu terdengar menyapa.

"Halo, Din? Lo dimana? Udah sampe rumah? Sama Ganendra?"

Pertanyaan tanpa jeda itu keluar begitu saja dari bibirnya. Adrian menepuk kepalanya sendiri gemas, karena tidak bisa menahan rasa ingin tahu sejak tadi.

"Kenapa? Gue bentar lagi sampe rumah kok. Iyalah sama Mas Nendra. Kenapa sih?"

"Oh... hmm... nggak apa-apa, nanya aja." Jeda beberapa saat, Adrian tidak tahu harus berkata apa lagi. Padahal biasanya berbicara dengan Andini tidak pernah sesulit ini. "Hmm... lo..."

"Yan udahan dulu ya, gue bentar lagi nyampe rumah nih."

"Oh...  oke deh. Hati-hati ya, langsung pulang ke rumah jangan kemana-mana lagi. Udah malem," ucap Adrian. Sengaja menekankan dua suku kata terakhir.

"Iya bawel."

Klik.

Panggilan di putuskan langsung oleh Andini. Adrian yang masih menempelkan ponsel tidak berdosa itu di telinganya hanya bisa menghembuskan napas yang terasa menyesakkan.

Iyalah sama Mas Nendra.

Ucapan Andini barusan kembali terngiang di kepala Adrian, begitu juga dengan kelakuan gadis itu saat berada di kafe tadi. Sejak kapan Andini bisa bersikap begitu manis pada orang lain? Bahkan bagaimana cara gadis itu menikmati makanannya saja begitu berbeda, Andini seperti begitu menahan diri. Tidak sama saat gadis itu bersamanya.

Untuk apa sebenarnya semua itu? Untuk membuat Ganendra terkesan kah? Gadis yang berada di kafe tadi seperti bukan Andini yang dikenalnya. Dan lagi, kenapa Andini harus memanggil Ganendra seperti itu?! Mas Nendra? Hah! Mendengus kesal, Adrian lemparkan ponselnya ke atas tempat tidur dan beranjak ke kamar mandi. Ia butuh menyegarkan pikiran.

****

"Mbak, ada kiriman nih." Dona mengangsurkan bungkusan plastik bertuliskan nama sebuah rumah makan padang pada Andini yang tengah sibuk di depan laptopnya.

"Dari siapa?" Andini melepas kacamata bacanya dan melangkah pelan ke arah pintu yang terbuka.

"Nggak tau mbak, tadi ojek online yang anter," sahut Dona.

BEST MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang