DUA PULUH

3.9K 491 38
                                    

Vote dan komennya di tunggu yaa,

Gak boleh jadi silent readers...

Dosa....



Happy Reading ;)


==================================

Sudah lewat dari jam makan siang, namun Adrian tidak tertarik untuk bergabung bersama teman-temannya yang saat ini sudah lebih dulu berada di kantin. Ia masih memusatkan perhatian pada layar laptop yang menampilkan laporan mingguan yang harus segera di berikan pada bosnya setelah jam istirahat usai.

Adrian sengaja menyibukkan dirinya untuk sejenak agar bisa melupakan kejadian semalam. Ya, saat Andini meninggalkannya begitu saja setelah ia mengakui perasaannya pada gadis itu. Adrian yang tadi malam begitu terkejut karena Andini memilih kabur, segera menyusul gadis itu ke rumahnya. Sayang, Andini tidak ada.

Saat Adrian sampai di kediaman keluarga Hadikusuma semalam, Bima yang menyambutnya di depan pintu. Namun tidak seperti pertemuan mereka yang biasa di isi humor dan canda khas laki-laki, Bima menatap seolah dirinya adalah penjahat besar, seperti Thanos yang harus dilenyapkan.

Tapi begitu tahu alasan yang mendasari perubahan sikap kakak kedua Andini itu, Adrian hanya bisa maklum.

"Kalau bukan karena kita kenal baik, ini tangan gue udah pasti nyasar di muka lo sekarang," ujar Bima. Tatapannya menajam saat memandangi Adrian.

"Sori Kak, gue... gue cuma mau ketemu Andini sebentar aja." Adrian menjawab pelan.

"Adik gue nggak ada di rumah. Dia nggak pulang ke rumah malem ini," sahut Bima ketus.

Adrian yang sejak pertama datang tidak berani memandang terlalu lama wajah Bima yang malam ini begitu garang, seketika mendongak dengan mulut menganga. "Nggak pulang? Kemana?"

Seruan panik Adrian hanya membuat Bima kembali berdecak kesal. Berjalan lurus ke arah halaman depan rumahnya, Bima berbalik dan menatap Adrian, yang mengikuti langkahnya,  tajam seakan ingin mengulitinya saat itu juga.

"Gue sebenarnya nggak mau ikut campur ya, Yan. Apa pun yang terjadi sama lo dan Andini itu urusan kalian. Tapi akan jadi urusan gue juga kalo lo nyakitin dia. Dan gue baru tahu tadi, ternyata lo adalah alasan adik gue sampe nangis kejer semalem."

Terkejut mendapati informasi baru itu, Adrian hanya bisa berucap lirih, "Sori Kak, gue nggak ada maksud bikin Andini sedih."

"Telat! Adik gue udah kepalang sedih, ngabisin stok air mata cuma buat nangisin lo doang."

"Terus Andini ada di mana sekarang?" tanya Adrian.

"Lo pikir gue bakalan ngasih tau Andini ada di mana? Ya nggak bakal lah! Udah deh lo pulang aja sekarang," usir Bima.

"T-tapi Kak..."

"Pulang aja dulu. Andini butuh waktu buat nenangin diri. Kalau udah tenang nanti dia juga pulang," gerutu Bima. "Lagian apaan sih yang Dini lihat dari lo." Raut kusut Bima kemudian memindai penampilan Adrian dari atas hingga ke bawah dan sebaliknya untuk mencari tahu.

Meskipun pelan, namun kalimat terakhir yang diucapkan Bima sambil terus mengomel itu tetap sampai ke telinga Adrian. "Karena gue ganteng Kak," ucap Adrian.

Mendengus keras, Bima lalu membantah sambil melambaikan tangan, meremehkan. "Adik gue juga cantik ya. Temen-temen gue banyak yang naksir dia asal lo tahu."

"Gue pinter, baik hati juga."

"Pinter tapi ngadepin perempuan jadi bego kan lo?"

"Gue lulusan luar negeri, Kak."

BEST MATEWhere stories live. Discover now