DUA PULUH DUA

4.3K 514 30
                                    

Satu part menjelang tamat :)

Di vote yook...

Sila komen juga ;)
.
.
.
.
.

Andini - Adrian

Andini - Ganendra

Yang mana?

=================================

Andini mengumpat lirih saat merasakan kepalanya begitu sakit seperti di hantam kuat dengan batu. Tangannya meraba sisi kanan tempat tidur, mencoba menggapai ponsel yang ia letakkan di sana semalam. Dengan mata menyipit, Andini dapat melihat jika jam digital di ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi.

Andini memeluk gulingnya lebih erat. Ia masih ingin tidur. Semalaman ia terjaga hingga dini hari. Baru sekitar pukul dua pagi matanya akhirnya terpejam. Namun sial, sosok yang membuatnya tidak bisa tidur nyaris semalaman, nyatanya tidak merasa cukup mengganggunya. Ponsel Andini berdering nyaring menampilkan nama Adrian di sana.

Setengah kesal Andini menjawab panggilan itu ---Adrian mengancam tidak akan pulang semalam jika Andini masih mengabaikan panggilan dan pesannya--- dengan suara serak.

"Apa?"

"Pagi-pagi udah ganas aja sih. Nggak bisa tidur ya semalem karena mikirin gue?"

Suara tawa lelaki di seberang sana membuat Andini mendengus. Jangan sampai Adrian tahu jika tebakannya benar. Karena jika sampai sahabatnya itu tahu, entah akan sebesar apa kepalanya nanti.

"Sok tahu lo." Suara Andini terdengar ketus. Kombinasi kurang tidur dan Adrian yang menelepon hanya untuk menggodanya membuat Andini kesal. "Gue teleponan sama Mas Nendra semaleman. Makanya masih ngantuk sekarang."

Lama tidak ada sahutan dari seberang sana membuat Andini mengecek kembali ponselnya. Masih tersambung. Lalu kenapa Adrian diam saja?

"Kok gue sedih ya lo nggak mikirin gue malah teleponan sama Ganendra? Semalem aja gue baru bisa tidur jam satu karena kepikiran lo terus."

Suara Adrian yang terdengar sedih membuat Andini menggigit bibirnya pelan menahan tawa. Jika sosok Adrian ada di hadapannya saat ini, Andini yakin lelaki itu sekarang sedang mengerucutkan bibir dengan tampang merajuk seperti anak kecil. Dasar bocah!

"Ya, suka-suka gue lah. Kok lo yang ngatur sih." Adrian berdecak pelan, membuat Andini geli sendiri.

"Ya udah nggak apa-apa. Gue emang belum berhak larang-larang lo sih. Tapi begitu kita pacaran, gue nggak akan kasih lo teleponan sama Ganendra lama-lama."

"Lo mikirnya kejauhan. Gue aja belum jawab iya," sahut Andini.

"Makanya di iyain dong!"

"Entar lah kapan-kapan."

"Kok jahat sih?"

"Biarin."

Andini memutuskan sambungan kemudian duduk di pinggiran ranjang. Percuma meneruskan kembali tidur, gara-gara Adrian rasa kantuknya jadi hilang.

Pukul delapan pagi saat Andini baru saja menyelesaikan sarapannya, Ana datang. Dengan wajah meringis tidak enak, kakak iparnya itu perlahan mendekati Andini yang sedang duduk di karpet tebal di ruang tv.

"H-hai... Din."

Andini tidak pernah merasa secanggung ini seumur hidupnya terhadap Ana. Sejak malam dirinya tidak sengaja membentak Ana, ia belum pernah menghubungi kakak iparnya itu.

BEST MATEWhere stories live. Discover now