08 Raja & Ratu - Rasa Khawatir

128K 7.8K 130
                                    

Malam yang sunyi semakin gaduh disaat hari mulai menjelang pagi, dimana Sriguna kembali aktif dengan siswa dan siswinya yang kembali berangkat kesekolah.

Disaat pintu yang mengurung Raja dan Ratu itu telah terbuka lebar, sosok dingin nan misterius itu langsung menggendong Ratu keluar ruangan yang meninggalkan berjuta pertanyaan bagi setiap orang yang melihatnya, hal tersebut-pun tak luput dari penglihatan Danela dan Grace yang baru saja tiba diparkiran sekolah bersamaan dengan anak inti Lynster lainnya.

Niat awal yang ingin menuntut ilmu, kini harus berputar arah dan membuat mereka kembali pada kendaraannya masing-masing, lalu menyusul Raja ke rumah sakit terdekat saat ketua Lynster itu sempat mengucapkan tempat mana yang akan ia tuju.

Dan disinilah, didalam ruangan yang berdominasi berwarna putih nan barbau obat-obatan tersebut, kini memperlihatkan sesosok gadis jelita yang sedang terbaring lemah bersama dengan dokter dan beberapa suster yang menanganinya. Raja sejak tadi hanya duduk termenung dibangku tepat didepan kamar dimana Ratu dirawat dan ditemani oleh anggota inti Lynster lainnya beserta kedua sahabat Ratu.

“Ja, ada apa ini?” Tanya Denska yang memecah keheningan.

Raja nampak tak punya jawaban, lebih tepatnya ia bingung untuk mengatakan apa, cowok itu hanya menggeleng pelan.

Dengan masih berbalutkan seragam sekolah, mereka semua terlihat cemas, terlebih pada sahabat Ratu —keduanya seolah khawatir akan terjadi hal yang buruk pada sobat ambyar-nya itu.

Derap langkah tergesa-gesa membuat siapa saja yang mendengarnya akan menjadi semakin tegang, apalagi didalam situasi yang bisa dibilang darurat seperti saat ini, tak heran membuat jantung berdetak lebih cepat.

“Ratu kenapa?” Tanya sesosok wanita paruh baya pada Grace dan Danela dengan raut cemasnya.

“Kita juga belum tahu, tante.” Jawab Grace seadanya.

Terdengar suara knop pintu terbuka, membuat seluruh pasang mata menatap seorang pria yang baru saja keluar dengan jas putih yang membalut tubuhnya. Kedua orang tua Ratu beranjak berjalan mendekat kearah dokter tersebut dan langsung menghujamnya dengan pertanyaan yang pastinya siapa saja-pun turut penasaran.

“Putri saya kenapa, Dok?” Tanya Liza, ibu dari Ratu.

“Tidak ada yang serius, namun tidak boleh disepelekan. Mungkin phobia dari anak Bapak dan Ibu yang membuat tubuhnya gemetar ataupun mungkin faktor lingkungan karena tubuhnya yang rawan, sehingga dengan mudah merasa kedinginan.” Tutur Dokter tersebut dengan sopan.

Masing-masing dari mereka akhirnya bisa menarik nafas lega, terutama pada Raja –kening yang sejak tadi terus tertekuk akibat turut merasa khawatir, kini terlihat memudar perlahan.

“Boleh saya masuk kedalam?” Tanya Liza lagi.

“Silahkan.” Ucap Dokter itu ramah lalu beranjak pergi.

Satu-persatu dari mereka sudah masuk untuk membesuk dan kedua orang Ratu-pun telah pulang untuk sekedar mengganti pakaian. Kini hanya giliran Raja yang belum menjenguk Ratu, cowok itu masih duduk terdiam ditempatnya dengan perasaan campur-aduk.

“Baginda, mau sampe kapan duduk disitu? Nunggu neneknya Gavin muda lagi?” Ujar Iqshan yang kembali keluar dari ruang rawat Ratu saat pemuda itu menyadari ketidakberadaan Raja disana.

“Lo duluan aja.” Jawab Raja pelan tanpa menoleh.

Raja mengepalkan tangannya kuat-kuat saat rasa yang aneh kembali mengacak ruang kosongnya disaat cowok itu kembali ingin berhadapan dengan seorang Ratu Grethania. Apakah itu semua adalah rasa bersalah? Tidak, tidak. Tidak ada yang mampu membuatnya meresa seperti ini, seorang Raja tidak akan pernah merasa bersalah disaat ia melakukan tindakan yang benar, seharusnya…

Knop pintu kembali berputar, menampilkan sosok Raja yang berdiri disana. Ratu yang sedang makan disuapi oleh Danela, dengan perlahan indra penglihatannya terangkat menatap lurus Raja didepannya.

“Hari ini lo libur, tapi besok lanjut kerja lagi.” Ucap Raja santai dengan langkah mendekat kearah brankar.

Gadis itu melirikkan matanya kesamping, kemudian beralih kembali menatap Raja sinis.

“Lo punya hati nggak, sih? Otak lo kemana? Gue lagi sakit masih aja lo babuin.”

“Otaknya lagi direntalin kali, Neng.” Celetuk Gavin tiba-tiba.

Kini giliran Gavin yang mendapatkan tatapan menghunus dari Raja, “Mau kaki lo yang ilang atau tangan lo?” Tanya Raja yang membuat Gavin bergidik ngeri.

“Maaf, Baginda. Kadang mulut gue suka bener, eh.” Gavin langsung nyering kuda, kemudian cowok itu mengatupkan kedua telapak tangannya bermaksud meminta ampun.

Wait! Gue herman, deh. Kok kalian bisa terkunci didalam perpus? Emang kalian ngapain ke perpus?” Tanya Grace yang menimbulkan pertanyaan dibenak masing-masing dari mereka yang ada.

“Lagi jogging.” Celetuk Ratu asal.

“Dih, Kanjeng Ratu, cakep-cakep otaknya gesrek. Yakali ke perpus mau jogging.” Heran Grace.

“Grace yang ogeb, yang mukanya polos kek anak desa tapi kelakuannya yang kek anak setan, sini gue pacul gigi lo!” Kesal Ratu yang merasa kesabarannya terus diuji.

“Grace mah bukan anak desa, tapi anakonda.” Celetuk Gavin yang langsung mengundang tawa teman-temannya.

“Gavin! Sini gue caplok mata lo.” Berganti menjadi Grace yanag kesal lalu membuat gerakan seolah ingin mencakar Gavin.

“Kenapa nggak sekalian caplok ke bibir aja?”

“Ew najis, najong banget gilak.”

“Udah-udah, biarin Ratu istirahat. Mending kita semua pulang dan ganti pakaian.” Lerai Denska pada teman-teman bobrok-nya itu.

“Yaudah, Kanjeng. Gue sama Grace pulang dulu, ntar siangan dikit kita balik lagi kesini.” Pamit Danela yang mendapat anggukan singkat dari Ratu.

“Permaisuri yang cantik, dan calon masdepnya Gavin, kekasih mu juga pamit pulang.” Ujar Gavin dengan wajah idiot-nya.

Ratu tersenyum simpul, “Hati-hati semuanya.”

“Ja, lo harus tetep stay disini temanin Ratu sampe nanti sahabat atau bonyok-nya datang.” Ucap Denska pada Raja saat mereka diluar ruangan.

“Lah, kok gue?” Tanya Raja seolah ia menolak.

“Biar bagaimana-pun, ini semua karena perbuatan lo.” Ucap Denska lagi sebelum ia benar-benar pergi dari hadapan Raja.

Perkataan Denska barusan seakan mencubit pelan ego Raja, cowok itu menghela nafas sebelum ia kembali masuk kedalam ruangan dimana Ratu  sedang dirawat.

“Lo ngapain masih disini? Minta sedekah?” Tanya Ratu santai.

“Gimana keadaan lo? Perlu sesuatu yang bisa gue bantu?”

Bukannya menjawab, namun Ratu tampak mengerutkan keningnya bersamaan tatapan curiga.

“Lo nggak lagi memperpanjang masa gue jadi babu lo, kan?” Tanya Ratu yang masih dengan tatapan menyelidik pada Raja.

“Gue jahat salah, baik juga salah.”

“Baru nyadar kalau anda jahat? Cih!” Sinis Ratu.

“Makhluk lemah, taunya nyusahin orang.” Guman Raja namun cukup jelas terdengar ditelinga Ratu.

“Mending lo tidur, biar gue jagain.” Lanjut Raja lagi yang dibalas keterdiam Ratu –namun gadis itu tetap melakukan hal yang dititahkan oleh Raja.

Untuk kedua kalinya, Raja menjadi pengamat wajah tenang didepannya, sosok yang sama arogan seperti dirinya, dan sosok yang mungkin satu-satunya dapat menarik simpati Raja.

Raja & Ratu [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang