3. Tersangka Kedua; Nicheol Zachery

664 98 16
                                    

Gerbang dikunci pada jam 8. Jam pelajaran pertama dimulai pada jam setengah 8. Tapi bukan berarti setiap murid bisa dengan bebas keluar-masuk meski jam pelajaran pertama telah dimulai. Gerbang memang belum dikunci, namun semua murid yang datang terlambat akan dikumpulkan. Mengantri di ruang BP sesuai urut kedatangan. Lewat jam 8, pintu gerbang dikunci, barulah para murid benar-benar tidak diperbolehkan masuk.

Dengar-dengar, ini adalah kebijakan baru. Baru diterapkan semester lalu karena banyak kedapatan murid yang terlambat datang malah bahagia bukan main. Memanfaatkannya dengan menjejali warnet, mall, dan warung kopi di gang sebelah.

"...21, 22, 23, 24..." Bu Tuty berhenti menghitung. Melirik Cheol penuh murka. Membuat murid kelas 12 itu berpaling. Enggan menatap balik. Bu Tuty kembali berhitung. "...25, 26, 27..." Hitungan terus berlanjut hingga sudah benar-benar tidak ada lagi nama Nicheol Zachery dalam buku catatannya. Berhenti di angkat 49. Tutup, beralih ke komputer. Masih ada beberapa catatan kecil. Melawan saat ditegur, tidak mengikuti upacara, tidak mengerjakan PR, dan masih banyak masalah lainnya.

Jika total, diprediksi bisa menyentuh angka 60. Jumlah total pelanggaran yang Cheol lakukan selama menjadi murid di SMA Budikarya sejak 2 tahun lalu. Dan ini baru salah satu dari dua murid yang paling bermasalah.

"Wow." Dikey kelepasan. Beruntung hanya berujar pelan. Segera menutup mulut. Melirik sekitar. Jelas bukan hanya dirinya yang terkejut begitu mendengar fakta ini. Tapi tentu tidak semuanya. Hanya yang memakai lambang kelas 10 yang terkejut. Sedangkan sisanya, menampakkan wajah biasa. Tidak heran lagi.

Bu Tuty melanjutkan acara mengomelnya. "Beruntung kamu sudah kelas 12. Jadi hukuman enggak bakal dikasih pagi ini juga. Masuk ke kelas, ikuti pelajaran seperti biasa. Datangi aku begitu bel terakhir berbunyi."

Cheol terkesiap. Menegakkan badan. Tidak terima. "Sekarang saja bisa kan, Bu? Jangan sepulang sekolah. Aku pengin langsung pulang."

Kekaguman, atau yang lebih tepatnya keterkejutan kembali menghiasi wajah murid kelas 10. Baru kali ini mereka melihat ada siswa yang berani membantah kebijakan guru BP.

"Mau langsung pulang, atau nongkrong sama anak geng motor kamu?" Bu Tuty mengintimidasi.

Bukannya merasa takut, Cheol malah terkekeh kecil. Bertepuk tangan sekali. Membentuk kedua tangan menjadi pistol. Dor! Menembakkan peluru tepat mengenai si guru BP. "Nah! Itu Ibu tahu. Ya? Hukumannya sekarang saja."

Guru BP dengan tahi lalat besar di pipi kirinya itu sudah tidak tahan lagi. Memukul meja kencang-kencang hingga tangannya terasa panas dan sakit. Akan tetapi, rasa kesalnya terhadap Cheol jauh lebih mendominasi. Menyamarkan rasa sakit di tangan. "Yang guru di sini aku apa kamu? Enggak ada alasan! Sepulang sekolah nanti aku tunggu di sini. Kalau sampai kamu enggak datang, aku bakal kirim surat peringatan ke orangtua kamu!"

Tidak ada kata takut dalam kamus hidup Cheol. Itulah yang berhasil Dikey simpulkan. Bahkan kemarahan seorang guru BP sekalipun. Paling hanya lewat sebentar. Atau bahkan mental. Hendak masuk lewat telinga kiri, malah ada jaring laba-laba besar yang menghalanginya hingga mental kembali ke mulut Bu Tuty.

Terlihat jelas Cheol sedang menimbang. Surat peringatan akan dikirimkan kepada orangtua. Ancaman ini sungguh tidak bisa dikompromi. Demi keamanan dirinya atas kemarahan kedua orangtua, Cheol menuruti perintah. Sebab, kemarahan orangtua adalah yang paling Cheol hindari. Paling buruk. Berpotensi melenyapkan seluruh pasilitas kebanggaannya. Sepeda motor, mobil, uang jajan, hingga ponsel genggam dan laptop. Bahkan PS sekalipun. Wow. Mimpi buruk.

Begitu seluruh mata pelajaran berakhir, bertamu ke ruang BP, apa yang Cheol dapatkan?

"Jangan pulang sebelum seluruh kaca selesai dibersihkan. Jam 5 nanti, aku balik lagi ke sini dan mengecek hasil pekerjaanmu," kata Bu Tuty sekali lagi, sebelum benar-benar beranjak dari ruangannya. Melihat keberadaan salah seorang office boy, beliau memanggil. Memberi instruksi lain. "Tolong ambilkan kain pel dan ember. Kasih ke anak ini. Biar dia yang membersihkan semua kaca jendela ruang kelas 12 hari ini."

Fight The World (✓)Where stories live. Discover now