13. Say The Name: JNK

453 80 55
                                    

Joshua dan Johan berdiri berhadapan. Bersama Johan, ada 3 orang teman anggota bandnya. Johan yang memegang peran sebagai vokalis berada selangkah lebih di depan. Bersedekap. Tersenyum sinis melihat Joshua yang terkejut. Pasti tidak menyangka dengan keberadaannya di sana.

Sebenarnya Dikey sudah berusaha keras membujuk. Kita pergi saja, katanya. Berbisik di telinga kiri Joshua. Tapi tubuh Joshua malah mematung, tanpa minat mengubah posisi berdirinya sedikitpun. Bahkan setelahnya Dikey kembali membisiki. Bujukan kedua. Mengatakan bahwa latihan mereka lebih baik ditunda saja. Hari ini cukup gunakan waktu untuk pilih-pilih lagu yang hendak mereka bawakan nanti dan tentu hal tersebut bisa dilakukan di tempat lain. Namun hasilnya masih tetap sama. Joshua tidak juga beranjak dari sana. Entah apa yang terjadi.

"Wow... Benar kan tebakanku," kata Johan. Bicara pada teman satu bandnya. "Joshua pasti mengincar studio ini."

"Tapi hari ini bukan jadwal latihan kalian," kata Joshua pada akhirnya. Sekaligus menjawab pertanyaan Dikey sebelumnya. Joshua bukannya tidak ingin menjauh dari studio sekolah ini atau malah dengan sengaja hendak menghadang Johan. Tapi Johan-lah yang sengaja mencari masalah pada Joshua dan Dikey.

Dikey menggaruk tengkuk. Mendatangi sisi kosong antara Joshua dan Johan. Berdiri tepat di tengah mereka. "Baiklah... Kak Johan, maaf ya... Kenapa Kakak malah datang ke studio hari ini? Kami mau latihan, boleh gantian, enggak?"

"Terserah kami mau latihan hari apa saja," Zidan, gitaris kebanggaan Johan, menyahuti.

"Band di sekolah ini bukan cuma kalian. Sekolah juga sudah mengaturnya. Setiap band cuma kebagian latihan seminggu sekali. Gantian," kata Joshua. Membuat Dikey menelan ludah. Ada kejaiban apa hari ini sampai-sampai Joshua berani melawan? Yah... Meskipun tidak bisa dikatakan melawan juga, karena cara bicara Joshua yang terlalu lembut dan pelan. Ciri khas seorang Joshua Dhairya. Meskipun sedang marah sekalipun. Suaranya akan tetap terdengar mendayu di telinga Dikey. "Aku sudah tanya Cheol sama Uji. Mereka latihan hari Selasa sama Kamis. Kalian hari Sabtu. Ini hari Rabu. Berarti kosong. Kami juga mau latihan."

Keempat orang yang berdiri di hadapan Dikey dan Joshua tertawa nyaring dibuatnya.

"Apa yang lucu?" Dikey bertanya. Heran. Lebih heran lagi ketika pertanyaannya menghentikan tawa mereka semua.

Johan maju lagi. Sangat dekat dengan Dikey. Karena tubuh Dikey yang terlalu bongsor, tinggi keduanya jadi sama. Dari jarak yang hanya sejengkal orang dewasa ini, Dikey bisa merasakan deru napas yang Johan keluarkan. Bau rokok. Kantung seragam putih yang dikenakan kakak kelasnya itu pun turut menarik perhatian. Warna merah, berbentuk persegi panjang. Tanpa bertanya pun Dikey tahu benda apa itu. Korek api.

Dikey menyengir lebar. Mendapat ide. "Kak, boleh minta rokoknya? Aku sudah lama enggak ngerokok, duit habis buat bayar angkot."

Ringisan terdengar. Dikey menoleh ke belakang Johan. Mereka bertiga juga tersangka. Karena nyatanya, ringisan yang terdengar tadi bukan hanya dikeluarkan oleh Johan. Mata Dikey membidik lagi. Ada abu di dekat kaki drummer mereka.

"Kak, please... Aku sudah lama banget enggak ngerokok," kata Dikey lagi. Bibir ditekuk ke bawah. Pura-pura sedih. "Kakak tahu sendiri kalau sudah terbiasa ngerokok, bakal susah ngelepasnya. Uang sakuku enggak cukup buat beli."

Terlihat kegelisahan dari tatapan mata mereka semua. Bahkan melirik Joshua. Menghindari tatapan selidik Joshua yang jelas sangat penasaran dengan topik Dikey. Panik menutupi kantung seragamnya dengan jaket. Mengambil tas. Meninggalkan studio band yang dalam keadaan berantakan. "Rokok dari mana, hng? Dasar bocah. Jangan bicara sembarangan, ya! Aku enggak ngerokok!"

Johan menabrakkan bahunya ke Joshua. Untungnya hanya Johan yang melakukannya. Kalau anggota band lainnya ikut serta, sudah bisa dipastikan tubuh Joshua yang kecil akan terhuyung hingga jatuh.

Fight The World (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang