11. Rayuan Maut

466 87 76
                                    

"Batasnya cuma sampai minggu depan. Setelah pendaftaran ditutup, pengumuman lineup bakal disebar seminggu setelahnya. Pesertanya enggak cuma dari sekolah kita. Tapi seluruh SMA di Jakarta. Swasta sama negeri. Enggak ada batas jumlah perwakilan sekolah juga. Jadi pesertanya bakal banyak banget. Rugi kalau enggak ikut," kata Uji, selaku Wakil Ketua OSIS. Setelahnya, ia membentangkan poster lomba akustik. Ukurannya cukup besar hingga berhasil menghalangi wajahnya sendiri. Dari sisi kanan kepala Uji menyembul keluar. "Ah ya, lomba ini bisa individu atau pun kelompok. Bebas saja. Kalau kamu bisa main gitar, terus hobi nyanyi juga, silakan mendaftar secara individu. Atau kalau mau duet, bikin grup akustik, itu juga bisa. Ada pertanyaan?"

Gyu mengangkat tangan tinggi-tinggi. "Kalau nge-rap sambil diiringi gitar akustik, bisa enggak?"

Semuanya tertawa. Bersemangat Rena menyahuti. "Bakat dia nge-rap, Kak! Praktik pidato saja bicaranya cepat, kayak mau ketinggalan kereta. Reza Smash juga lewat sama Gyu."

"Lewat, ya? Reza Smash-nya bilang permisi enggak pas lewat?" Uji berhasil menanggapi lelucon kelas 10 IPS 2 dengan baik. Ikut tertawa. Menggulung lagi poster yang tadi dibukanya. Menoleh ke kiri, memberi Wonu instruksi agar membagikan brosur. "Jadi, ada yang minat, enggak? Kebetulan sekarang kami bawa formulir pendaftarannya. Itu, ada di tangan Kak Hosh. Atau kalau mau pikir-pikir dulu, enggak masalah. Di brosur itu sudah ada kontak panitia. Tinggal hubungi saja salah satunya. Nanti bakal dikasih arahan ke mana ambil formulirnya."

Kini giliran Dikey yang mengangkat tangannya. "Aku mau, Kak! Minta satu formulirnya."

Heboh sekelas. Semuanya sudah tahu bagaimana suara Dikey. Selain saat Dikey iseng bernyanyi di jam kosong, mereka juga pernah mendengarnya saat mata pelajaran seni. Bahkan guru mereka memberikan Dikey nilai sempurna.

Fauzira Naufal, atau yang akrab dipanggil Uji, mendatangi Dikey usai mengambil selembar formulir di tangan Hosh. Di saat seluruh siswa-siswi kelas 10 nampak ragu-ragu hendak mendaftarkan diri, Dikey terlihat sungguh bersemangat. Uji senang melihat semangatnya ini.

"Kamu mau daftar individu?" tanya Uji. Enggan meninggalkan meja Dikey. Memperhatikan adik kelasnya itu menulis beberapa keterangan, meski banyak yang sengaja dikosongkan terlebih dulu.

Sebuah gelengan Dikey kirim sebagai jawaban. Tersenyum penuh arti. Menyengir lebar, melihat raut wajah penasaran Uji. Wonu pun ikut mendatangi. Berdiri di sisi Eissa. "Aku mau mengajak Kak Joshua. Kemarin kami sempat duet di studio. Suaranya bagus. Pintar main gitar juga. Keren, kan?"

"Joshua?" tanya Wonu. Mengerutkan kening. "Joshua yang..."

Uji menyela. Anggota OSIS tidak boleh menyinggung kondisi buruk sekolahnya. "Kelas 12?"

Kini Dikey menganggukkan kepala. "Aku sudah membujuknya kemarin, tapi gagal terus. Tenang... Kupastikan Kak Joshua setuju sebelum batas hari terakhir pengumpulan formulir."

"Memangnya kelas 12 masih boleh ikut lomba?" Hosh ikut menyahuti. Kini ketiga panitia lomba yang semuanya anggota OSIS itu berkumpul di depan meja Dikey. "Kamu tanya dulu deh ke guru. Biasanya kelas 12 enggak diizinin ikut lomba sama ekstrakurikuler. Diminta fokus ke persiapan ujian dulu."

Tanpa sadar Dikey memiringkan bibir. Kecewa setengah mati. Bahkan hampir meremat formulir di tangannya.

Hosh mencegat. Menepuk tangan Dikey pelan. "Tanya dulu. Istirahat nanti datangi ruang BP. Siapa tahu masih boleh."

🎸🎸🎸🎸🎸

Dikey berlari keluar dari ruang BP. Semangatnya begitu menggebu hingga merasuk ke tulang. Dengan cepat melintasi lapangan luas. Luasnya jadi tidak terasa lagi. Bahkan jika seluas lapangan sepak bola pun, pasti tidak akan terasa saking bersemangatnya ia. Mengerem mendadak, masuk ke koperasi. Membeli minuman dingin. Aksi berlarinya dilanjutkan. Memanfaatkan kondisi lorong sekolah yang tengah kosong. Pasti semuanya sedang memadati satu tempat. Kantin. Dengan bebas Dikey berlari tanpa khawatir akan menabrak seseorang.

Fight The World (✓)Where stories live. Discover now