Misi mencari pemilik Rindu 2.

9 3 0
                                    

Hampir saja aku terjatuh dari tangga akibat lari dari lantai atas. Sialan, aku bangun kesiangan gara-gara semalam terus memikirkan ucapan Kak Fajar. Aku berlari menuju meja makan, kulihat tidak ada seorang pun yang duduk di sana, mungkin mereka semua sudah pergi, jahat sekali tidak ada seorangpun yang membangunkanku.

Aku menggigit roti lapis yang tersedia di meja makan dan meminum kopi mocca kesukaanku.

"Sepatuku mana sih, ya ampuuun," Teriakku pada diri sendiri, sudah pukul 9 pagi, aku sudah terlambat satu jam dan melewatkan sholat subuh, semoga Allah mau mengampuni dosaku.

"Nyari apaan sih?"

"Allahu akbar!" teriakku lagi karena kaget. Aku menoleh ke belakang dan menemukan Galang dengan pakaian training nya memandangku heran.

"Sepatu kuuuuuu," teriakku merengek sambil mengobrak abis rak sepatu.

"Emang kamu mau ke mana?"

"Kerja, gila! Awas!" gertakku dan mendorong bahu Galang. Akhirnya sepatu fantovel yang kucari-cari sudah kutemukan. Aku berjalan melenggang menuju garasi motor, aku akan digonggong atasan jika terlalu lama terlambat.

"Kantor kamu kerja rodi juga yha? Masa minggu kerja?" ucapan Galang berhasil membuat kegiatanku mengeluarkan motor dari garasi terhenti. Aku menatap galang dengan mulut mangap.

"Hari ini.."

"Hari minggu, nih saya habis joging." Ucap Galang memperlihatkan pakaian yang melekat di tubuhnya.

"Astagaaa, kok saya nggak sadar siih!" teriakku lagi sambil merengek. Ohh ya ampun, kenapa aku bisa benar-benar lupa bahwa hari ini adalah weekend?

Galang hanya menertawaiku.

"Kok kamu nggak bangunin saya sih? Biasanya kamu ngajak saya joging, kali ini kenapa?" bentakku pada Galang yang sudah duduk di teras rumah. Aku membuka sepatu dan duduk di kursi teras.

"Kata ka Fajar biarin kamu tidur dulu, katanya semalaman kamu nggak bisa tidur, kenapa?"

"Kak Fajar bilang gitu? Kurang ajar emang jadi kakak, masa dia ngebiarin saya ketinggalan sholat subuh, emang dia mau apa saya jadi tambahan kayu bakar neraka gara-gara nggak sholat?" ucapku panjang lebar sambil sesekali mendengus kesal. Aku harus memberi pelajaran pada si kakak durhaka itu.

"Semalam kamu kenapa nggak bisa tidur?"

Aku diam. Menjawab pertanyaan Galang sama halnya dengan mengingatkan pada diriku sendiri tentang segala ucapan Kak Fajar mengenai Adit. Aku menggeleng, tidak ingin bercerita pada siapapun.

"Kebanyakan minum kopi." Alibiku.

Galang tersenyum cuek, "Jangan nyiksa diri kamu."

"Kamu pulang aja deh, saya mau istrahat!" usirku. Moodku berubah, aku ingin diam di akhir pekan ini. Aku lupa, percuma membuat alibi pada Galang, karena pasti ia sudah tahu apa yang terjadi padaku, Kak Fajar pasti telah menceritakan semuanya.

"Tahu nggak? Ketika kak Fajar ngasitahu saya soal lamaran si merah jambu itu, saya takut kamu nerima dia dan kamu nggak bisa jadi milik saya."

"Saya nggak mungkin terima dia, Galang!"

"Tapi saya sadar, hal yang harus saya takuti itu adalah perasaan fanatik kamu. Perasaan yang kamu kasih hanya untuk Adit, yang entah keberadaannya di mana."

Aku hanya mendesah berat. Sejujurnya, aku kasihan pada Galang yang sejak SMA sudah menaksirku, namun aku hanya menggapnya sebagai kakak tidak lebih. Bahkan ketika aku berpacaran dengan Adit ketika kuliah, aku tidak memberitahu Galang, takut kalau ia malah menjauhiku. Tapi perkiraanku salah, Galang malah biasa saja, aku pikir perasaannya padaku sudah hilang, tapi ternyata masih sama. Ia kuat, bertahan dengan kalimat, 'Biarkan kamu bersama orang lain sekarang, tapi pada akhirnya akulah jodohmu'.

Rindu yang Salah.Where stories live. Discover now