Mimpi buruk

10 3 0
                                    

Aksi hari ini tidak teratur. Kemarahan mencuat. Bangunan sang pemimpin dilempar habis oleh banyak orang. Suara kaca pecah terdengar memekik di kedua telingaku, sangat bising dan ricuh. Banyak teman-temanku diseret paksa oleh dan dimasukkan ke dalam mobil yang berbentuk seperti kurungan. Puluhan ban bekas dibakar di tengah jalan. Kondisi siang ini benar-benar kacau, demo yang di lakukan dibubar paksa oleh oknum. Orang-orang berpakaian coklat berusaha menetralkan kembali proses unjuk rasa ini, tapi sulit hingga mereka sedikit melakukan kekerasan. Aku baru sadar, aku bagian dari orang-orang itu. orang-orang yang teriak menuntut sebuah keadilan, orang-orang yang menuntut hak masyarakat yang diambil seenaknya oleh mereka yang berduit dan orang-orang yang melempar kaca.

"Gitaaa, awas!"

Aku tersadar dan cepat lari untuk melindungi diri.

Pengacau. Orang-orang pelempar kaca itu bukanlah bagian dari kami, mereka perusuh, sengaja membuat kekacauan di aksi kami kali ini, agar aku dan mahasiswa lainnya dinilai masyarakat bahwa, 'demo adalah tindakan buruk oleh mahasiswa bodoh' sialan.

Dan bukk!

Kepalaku terkena batu. Tiba-tiba kembali gelap.

Dan... awaaaasss.

Sebuah mobil tersungkur di pinggir jalan, kacanya pecah dan mobil itu mengeluarkan asap.

Aku berajalan mendekati mobil itu, niat ingin membantu si pengemudi yang barangkali masih hidup. Baru saja aku melangkahkan kaki, aku dikejutkan dengan benda cair yang aku injak. Darah! Darah dimana-mana. Aku berada di tengah-tengah kumpulan darah itu. Sebuah mobil yang hancur itu juga memberikan jejak darah dari ban mobilnya. Tidak ada cahaya selain cahaya bulan dan cahaya dari lampu mobil yang sudah mulai mengeluarkan asap. Aku mengedarkan pandangan, sepi. Aku sendirian di jalan ini, mobil hancur, darah dan mayat tepat di samping kananku.

"Maamaaaaaaaaa"

"Gitaaa," samar-samar aku mendengar panggilang Nabila

"Bangun Git, kamu kenapa?" seseorang mengguncang tubuhku kuat-kuat.

Aku membuka mata dan melihat sekelilingku. Aku berada di kamar bukan di jalan raya atau di tempa ricuh yang baru saja aku lihat sekitar tiga menit yang lalu, aku baru sadar ternyata aku mimpi.

Aku mengatur nafasku yang ngos-ngosan, aku seperti baru saja lari marathon sepuluh kilometer. Aku berkeringat, pelipisku basah dan aku takut.

"Kamu mimpi?"

Aku menggeleng sambil terus menetralkan nafasku yang masih terputus-putus.

"Istighfar, Git. Kamu pasti mimpi buruk."

"Ini minum dulu," Nabila menyodorkanku segelas air putih lalu meneguknya di nafasku yang masih ngos-ngosan.

"Kamu mimpi buruk lagi?" aku mengangguk.

"Adit."

"Kamu mimpiin Adit? Dia kenapa?"

Aku kembali menggeleng. Mimpi yang barusan ku lewati samar-samar tergambar di otakku.

"Ada Adit di mimpiku, dia.. dia lari menyelamatkan teman-temannya, kemudian dia diseret," aku mulai menceritakan beberapa kejadian yang aku ingat dalam mimpi buruk ku di malam ini. Tentang Adit yang kulihat diseret paksa oleh banyak polisi lalu semuanya ricuh. Para aksi demo langsung memberontak. Selain Adit, ada Bara juga yang aku lihat. Disitu dia tersenyum, dan mengatakan bahwa Adit ada urusan penting yang harus diselesaikan, katanya tidak ada yang perlu di khawatirkan. Lalu kemudian mimpiku kembali berada di suasana menegangkan. Aku seperti diculik untuk pindah tempat di mimpiku sendiri. Aku berada di jalan Pampang Raya, tidak jauh dengan sekret MJK. Sebuah kecelakaan baru saja terjadi. Aku diseret sebagai saksi mata, padahal aku tidak tahu sama sekali seperti apa kronologi tabrakan itu. Di tempat itu, yang kulihat hanya mobil yang mulai mengeluarkan asap, darah, orang yang tergeletak di pinggir jalan dengan luka parah dan sebuah pisau. Dan terakhir, aku melihat Adit hanya tersenyum.

"Kamu tenang aja, itu hanya bunga tidur jangan terlalu dipikirkan" Ira menyodorkanku lagi segelas air putih, "Minum lagi trus tidur." Perintahnya.

"Jangan lupa baca doa," tambah Nabila

Aku mengangguk menuruti apa yang mereka katakan. Tapi sejujurnya aku belum bisa tenang. Mimpi tadi seperti teka-teki. Kejadiannya sangat membingungkan.

"Menurut kalian, mimpi saya tadi ada hubungannya dengan kasus yang katanya menimpa Adit?" di balik selimut aku bertanya.

Ira dan Nabila terdiam.

Malam ini, kami tidur di rumah Ira. Tujuannya agar hari esok kami bisa langsung pergi mencari tahu tentang keberadaan Adit tanpa saling menunggu lagi.

"Menurut kalian gimana?"

"Itu hanya mimpi, Git. lagipula kita belum tahu kan kasusnya apa? Mimpi kamu juga tidak jelas tentang apa"

"Bisa jadi itu petunjuk, kan? Saya nggak pernah mimpi tentang kejadian seperti ini, apalagi disitu saya jelas-jelas melihat Adit"

Ira mendesah berat. Mereka berdua lalu bangun dari tidur dan duduk bersila di atas kasur. Aku cepat bergabung.

"Mungkin itu efek dari pikiranmu yang full tentang Adit" kata Nabila

"Kalian tahu sesuatu tentang kasus Adit?"

Mereka berdua saling pandang, lalu menggeleng bersamaan. Aku tidak sepenuhnya percaya, mereka berbohong.

"Kalau kalian nggak tahu kenapa tadi kalian tanya ke Farul tentang perkembangan kasus yang menimpa Adit? Itu sudah cukup jadi bukti kalau kalian tahu tentang kasus itu"

"Kita sengaja."

Aku melongo mendengar pernyataan Ira.

"Kalian sengaja tidak ngasitau saya dan..."

"Kita sengaja tanya, itu hanya taktik. Barangkali Farul mau cerita kalau kita pura-pura tahu, tapi nyatanya anak itu tetap tutup mulut"

"Mending kamu tidur. Besok kita lakukan pencarian lagi, dan ingat jangan terlalu memikirkan Adit. Bisa-bisa kamu tidak bisa tidur." Kata Ira lagi sebelum ia kembali berbaring dan menutup matanya.

Aku tidak berkomentar lagi. Pertanyaanku tentang kejadian di mimpi itu terkemas di dalam otakku. Benar, aku tidak bisa tidur. Pikiranku penuh dengan pertanyaan tentang kasus apa yang menimpah Adit, mimpi itu dan Galang. Aku baru ingat, tadi aku melihatnya melintas di mimpiku. Arghhh, sial bebanku bertambah dengan adanya mimpi aneh itu.

Rindu yang Salah.Where stories live. Discover now