Part 1

303 16 0
                                    

Januari 1997

 

Robert berlari secepat yang ia bisa menuju sebuah rumah kecil di sudut kota London. Pria itu bahkan tak henti-hentinya menebarkan senyum sejak di pusat kota. Masih terngiang jelas di telinganya suara tangisan bayi mungil menggema saat ibunya menelepon dan mengatakan bahwa anak pertamanya telah lahir. Pria itu begitu bahagia hingga ia terburu-buru membereskan dagangannya dan berlari pulang untuk melihat buah hatinya. Dengan napas terengah-engah lelaki itu lekas membuka pagar kayu dan masuk kedalam rumah kecilnya yang sederhana.

Secepat mungkin Robert menuju pintu rumahnya. Namun tiba-tiba saja senyum yang terus mengembang di sepanjang jalan saat Robert pulang pun menghilang, digantikan dengan mimik wajah yang tak dapat diartikan. Keningnya berkerut saat rumah kecilnya terlihat sepi dan sunyi. Tak tampak seorang pun di sana. Tidak ibunya, tidak istrinya.

“Mom? Yejin? Kalian di rumah?” Robert mulai berteriak dari luar.

Akan tetapi perlahan perasaan takut mulai menyergapi dirinya saat mata cokelat milik Robert menangkap warna merah mengerikan dalam bayangannya, padahal semuanya tampak baik-baik saja. Dan hidungnya mencium bau anyir yang sangat tak disukainya, yang baunya seperti bau kematian.

“Mom? Apa yang terjadi?” Robert membuka pintu dengan tangan gemetar.

Kemudian pria itu tiba-tiba saja diam tak bergerak di sana. Kakinya bagai dipaku dengan paku bumi. Matanya membesar dan Robert yakin bahwa ia sempat berhenti bernapas. Jantungnya seolah berhenti memompa darah dan paru-parunya tidak lagi mensuplai oksigen, lidahnya terasa kelu tak bisa berkata-kata. Robert memaksakan kakinya untuk melangkah masuk kedalam rumah. Lelaki itu mengerjap beberapa kali dan masih terpaku di sana.

Mata cokelatnya melihat ceceran darah di seluruh ruangan. Bercak-bercak merah itu memenuhi ruangan di rumahnya dari sudut yang satu ke sudut yang lainnya. Aroma anyir yang berasal dari darah itu pun menyeruak masuk ke indra penciumannya, membuat pria itu limbung sesaat. Robert melanjutkan langkahnya. Ia mendekati sofa yang bertengger manis di depan TV yang menyala. Perlahan, pria itu menangkap sesosok wanita tua yang sangat dikenalnya, Adelle, ibunya. Wanita yang baru saja meneleponnya agar lekas pulang untuk merayakan kelahiran putri pertama mereka.

Wanita tua itu sekarang terpejam, seolah tak terjadi apapun di sana. Seolah ia hanya tertidur dan bukannya terkapar tak bernyawa. Banyak darah berceceran di sekeliling tubuhnya. Di lehernya terdapat beberapa jejak keunguan yang membengkak, sementara di perutnya masih tertancap sebilah pisau berlumuran darah. Kulitnya bahkan penuh dengan luka bekas sayatan-sayatan pisau hingga dagingnya terlihat seperti filet tuna. Bibirnya disobek sampai ke ujung telinga kanan dan kirinya, membuat sebuah senyuman lebar yang menakutkan.

Robert tersenyum miris. Air mata telah membasahi pipinya sementara Robert hanya larut dalam kesunyian di rumah mungilnya. Tak sepatah kata pun bisa keluar dari mulutnya. Dengan gemetar ia membelai lembut pipi wanita tua itu. Wanita tua yang telah melahirkannya berpuluh-puluh tahun yang lalu. Wanita yang selalu menjaganya hingga di saat terakhirnya. Robert menangis, ia merasa dadanya sesak. Dengan cepat ia beralih ke ruangan selanjutnya untuk mencari istri dan bayi mereka. Namun, apa yang ditemukannya di sana membuat Robert hampir mati berdiri.

Dilihatnya Yejin, istrinya, terkapar di kamar mandi dengan kondisi yang tak kalah mengenaskan dari ibunya. Wanita muda yang baru saja melahirkan itu dijerat sebuah tali tambang berukuran besar dalam keadaan polos. Tubuhnya terbaring kaku di bak mandi yang keran sekaligus showernya masih menyala, membuat tubuh wanita itu tampak bersih dan pucat. Perutnya disayat mengelilingi pinggang hingga tubuh wanita itu hampir putus. Sama halnya dengan Adelle, Yejin juga memiliki senyum lebar menakutkan yang ditautkan dari ujung telinga kiri ke ujung telinga kanan.

The Lost Soul [✔]Where stories live. Discover now