Part 12

64 6 0
                                    

Amanda semakin penasaran dengan masalalu ayahnya. Buku-buku yang tergeletak di meja sudah habis dibacanya. Isinya hanya seputar kisah persahabatan mereka. Tak ada sesuatu yang mencolok, dan itu membuat Amanda frustasi. Dipandangi lagi foto-foto wanita yang memenuhi dinding. Kini Amanda tahu bahwa wanita dalam foto yang berdebu itu adalah Yejin. Tapi yang Amanda tidak tahu adalah mengapa ayahnya menyangkal Yejin yang jelas-jelas pernah hadir dalam hidupnya. Amanda berkeliling. Ia melihat keseluruhan ruangan itu hingga tangannya yang tak bisa diam itu menjatuhkan sebuah mantel tua berdebu. Kemudian saat hendak mengambilnya Amanda menemukan sebuah buku kecil yang tampak seperti buku harian. Amanda pun meninggalkan mantel tua itu dan membawa buku kecil yang ditemukannya. Setelah menemukan tempat untuk membaca, Amanda membuka buku itu.

London, July 1970
Hari ini aku bertengkar dengan Mommy. Aku tahu aku salah. Tadi Mommy memintaku untuk memakan makanan itu lagi. Aku tak mau. Aku muak. Setiap hari yang bisa dimakan hanya daging sisa dari restaurant dan brokoli hijau menjijikkan. Aku benci sayuran hijau apalagi daging busuk yang harus masuk melewati tenggorokanku setiap hari. Aku tidak tahu mengapa kehidupan kami begitu sulit. Ini London, kan? Seharusnya kami bisa hidup lebih baik di sini. Di sini ada banyak pekerjaan yang menghasilkan uang. Tapi mengapa daddy tidak bisa menghasilkan sedikitpun untuk mommy dan aku?
Daddy punya banyak keahlian. Tapi kami berasal dari keluarga rendahan, begitu yang mereka bilang sehingga daddy tidak dapat pekerjaan yang layak. Para bangsawan itu hanya memberi pekerjaan kasar untuk daddy. Setiap pulang dari bekerja tubuhnya selalu lebam. Aku tak tahu apa yang harus dikerjakan daddy di sana. Mereka pasti memukulinya dan memarahinya setiap saat. Ini sangat kejam. Aku tahu itu adalah perjuangannya untuk kami. Tapi aku masih merasa bahwa daddy tak pantas mendapatkan hal buruk seperti itu. Umurku lima tahun. Tapi aku tahu bahwa semua yang terjadi di sini tak sewajarnya. Dan aku harus meminta maaf pada mommy.

London, February 1977
Untuk pertama kalinya daddy pulang dengan wajah gembira hari ini. Ia juga membawa banyak sekali makanan enak yang mahal dan beberapa mainan baru yang tak pernah kudapatkan sebelumnya. Mungkin hari ini adalah hari paling membahagiakan untuk kami. Wajah daddy masih bersih dan tak ada luka lebam seperti biasanya. Aku tahu Tuhan sudah mendengar semua doaku. Mommy bilang, daddy sudah mendapatkan pekerjaan baru yang bisa menghasilkan banyak uang dengan cepat. Kurasa kehidupan kami akan cepat membaik setelah ini.

London, October 1980
Aku baru saja pulang saat melihat pintu rumah kami terbuka. Tak seperti biasanya, mommy tidak menyambutku hari itu. Rumah tampak sangat sepi. Aku pun melangkah masuk ke dalam dan mencari mommy. Tapi aku tak menemukannya. Lalu, saat aku pergi ke ruang tengah aku melihat banyak bercak darah di sana. Dan mommy terbaring tak berdaya dengan banyak luka menyeramkan. Rasanya aku ingin menangis. Aku berteriak dan mencari daddy. Tapi aku tak menemukannya. Kemudian daddy masuk. Ia melihat keadaan mommy yang tampaknya sudah tak bernyawa lagi.
Aku takut. Saat itu tiba-tiba saja hujan turun di luar, membuat langit tak henti-hentinya berteriak menggelegar. Daddy memelukku. Detik berikutnya pintu terbuka. Orang-orang dengan jubah hitam dan samurai panjang masuk ke dalam rumah. Mereka mencari daddy. Aku tak tahu apa yang terjadi saat itu. Yang kutahu adalah saat daddy memeluk tubuhku erat lalu darah keluar dari tubuhnya. Dan tiba-tiba saja dia berhenti bernapas. Kupikir disitulah akhir hidupku. Tapi beberapa detik kemudian terdengar sirine mobil polisi dan ambulans. Orang-orang berjubah hitam itu pergi. Lalu para petugas kepolisisan membawaku ke Rainbow Love. Sebuah panti asuhan kecil di mana banyak anak yatim-piatu lainnnya. Aku ingin sekali berbicara. Aku begitu ingin mengungkapkan semua yang terjadi saat itu. Tapi suaraku tak bisa keluar.

London, June 1981
Hari telah berganti bulan, bulan juga telah berganti tahun. Tak terasa kini usiaku enam belas tahun. Dan ini adalah tulisanku yang ke empat. Setelah bertahun-tahun, akhirnya ada hal menarik lagi yang bisa kutulis. Gliemeziz High School. Sekolah menengah atas yang terhebat di London, begitu katanya. Hari ini adalah hari pertamaku. Aku mungkin harus berterima kasih pada Adam Jeon, ayah angkatku. Bisa dibilang dialah orang yang telah membangunkanku dari kubangan lumpur.
Di sana semuanya anak-anak kaya. Dan mereka semua tahu siapa aku, termasuk masa lalu tak menyenangkan itu. Tiada hari tanpa sindiran dan ejekan pedas dari mereka. Semuanya sama. Mereka mengucilkanku. Mereka tidak pernah menganggap aku ada. Tapi ada seorang gadis yang menarik perhatianku. Sejak awal dia tak pernah mengabaikanku. Dia selalu menyapaku, selalu tersenyum padaku, dan tak pernah mengucilkanku. Aku tahu dia gadis yang baik. Karena dia juga aku punya teman-teman baru, The Dark Heaven. Dan Son Yejin lah yang mengenalkanku pada keindahan pertemanan itu. Aku jatuh cinta padanya.

London, March 1990
Aku menyatakan perasaanku pada Yejin. Aku bilang bahwa aku mencintainya dan aku ingin dia menjadi istriku. Aku tahu dia sudah memiliki Robert, dan aku tahu dia pasti akan menolaknya. Awalnya kupikir dia akan marah padaku. Tapi di luar dugaan, dia tersenyum. Senyum paling cantik yang pernah kulihat. Dia tersenyum kemudian meminta maaf padaku, lalu beranjak pergi. Aku memandang punggung Yejin yang mulai menghilang di pertigaan, mempertanyakan senyum tanpa jawaban.
Meskipun tak ada penolakan dari Yejin, tapi aku tahu pasti bahwa dia sudah menolakku. Sepeninggal Yejin, aku kacau. Tak ada satupun hal yang kukerjakan dengan benar. Yang kuinginkan hanyalah memiliki Yejin, dan mengenyahkan Robert. Daddy pun heran melihat tingkahku. Kemudian dia mengenalkanku kepada seorang wanita cantik dari Mongolia. Shan Yia. Wanita itu sama baiknya dengan Yejin. Tapi mereka berbeda. Dan aku tidak bisa mencintai Shan Yia seperti aku jatuh cinta pada Yejin. Mereka berbeda. Mirip bukan berarti sama.

London, May 1995
Shim Changmin, Han Sungsoo dan aku datang ke pesta pernikahan Yejin dan Robert. Hari itu aku yang datang dengan Shan Yia melihat betapa bahagianya Yejin dalam balutan gaun putih di samping Robert. Aku sadar kalau yang di sana bukan Robert, tapi aku, Yejin pasti tidak akan tersenyum lebar seperti sekarang. Cinta memang buta. Tapi Cinta bisa melihat dalam kegelapan.
Aku tersenyum miris saat mengucapkan selamat pada Yejin. Saat itu aku berjanji dalam hati. Jika aku tidak bisa memiliki Yejin, maka tidak juga Robert. Tapi apalah arti sebuah janji tanpa realisasi. Lagi pula aku sudah menikahi Shan Yia. Kami bahkan sudah memiliki seorang putri. Setelah menikah, aku mewarisi semua kekayaan Adam Jeon, ayah angkatku. Aku bahkan menjadi mafia muda terkaya saat itu. Lalu saat Yejin menikah, Shan Yia tengah mengandung anak kedua kami.

London, December 1997
Aku menaburkan bunga di makam Shan Yia. Ini sudah lewat satu tahun sejak hari kematiannya. Sungguh sulit dipercaya. Shan Yia pergi tepat setelah melahirkan anak kedua kami. Mungkin wanita baik itu juga tak tahan hidup berlama-lama denganku.

Amanda membelalakkan matanya. Gadis itu membaca ulang kalimat yang baru saja dibacanya, “Shan Yia pergi tepat setelah melahirkan anak kedua kami.” Ulangnya.

“Itu berarti ibu meninggal setelah melahirkan Wonwoo oppa. Lalu… Aku…” Amanda terhenti. Ia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Tangannya justru membalik lembaran catatan tua itu dan membaca kalimat selanjutnya.

Sepulang dari makam Shan Yia aku mendapat telepon dari Robert. Dia mengatakan bahwa Yejin baru saja melahirkan. Anak mereka perempuan. Robert memintaku untuk datang berkunjung kerumahnya yang sederhana.
Secepat mungkin aku datang. Saat aku sampai hanya ada Yejin dan ibu mertuanya di sana. Saat aku menanyakan tentang Robert, Yejin bilang bahwa Robert sedang di perjalanan pulang. Aku tersenyum. Melihat Yejin lagi membuat aku mengingat janji yang dulu pernah kuucapkan, jika aku tidak bisa memiliki Yejin maka tak ada orang lain yang bisa, termasuk Robert. Entah keberanian dari mana tiba-tiba saja aku mengeluarkan pisau lipat dari saku. Dengan cepat aku memotong urat leher Yejin sambil mencium bibirnya hingga wanita itu mati tanpa suara.
Setelah membunuh Yejin, aku membunuh ibu mertuanya dan Robert. Aku juga mengambil bayi mereka. Awalnya aku berniat membunuh mahkluk kecil itu. Tapi mata cokelat yang sama persis dengan Yejin membuatnya begitu cantik, dan membuatku teringat pada Yejin. Aku membawanya. Namanya Amanda. Robert mengucapkan nama itu di sela-sela napas terakhirnya. Bayi ini milikku. Dia putriku sekarang. Amanda Jeon.

Amanda membelalakkan matanya. Gadis itu menutup mulutnya dengan tangan dan membiarkan catatan tua milik ayahnya jatuh ke lantai. Tiba-tiba saja bulir bening turun dari mata cokelatnya.
“Yejin… Yejin… Dia…” Amanda terbata-bata, gadis itu tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
“Tega sekali, ayah…” ucapnya sambil terisak.

Amanda mengambil buku itu, “Aku tidak bisa lagi melakukannya. Terlalu sulit. Aku tak tahan lagi. Aku harus berhenti. Dr. Shim adalah korbanku yang terakhir. Aku harus menyelesaikan semua ini.” Putusnya kemudian.

The Lost Soul [✔]Where stories live. Discover now