Part 4

92 9 0
                                    

Amanda dan Dokyeom memasuki ruang ICCU bersama-sama. Mereka mengganti dan mensterilkan pakaian dengan pakaian khusus pengunjung berwarna hijau toska. Tapi, Amanda masuk lebih dulu. Dilihatnya dengan seksama seorang gadis terbaring di tempat tidur dengan berbagai alat medis yang terpasang di tubuhnya. Saat itu adalah pertama kalinya Amanda melihat seseorang yang sekarat di rumah sakit. Bahkan hari itu adalah hari pertamanya kerumah sakit. Bagimana tidak? Ayahnya memiliki semua yang dibutuhkannya di rumah mereka. Dokter bedah, dokter umum, atau dokter spesialis yang handal disertai ruangan khusus untuk mereka bekerja.

Sejak kecil Amanda tak pernah pergi ketempat umum seperti kantor polisi, museum, atau rumah sakit. Jeon Jisub, ayahnya, memiliki semua yang dibutuhkannya dan tidak pernah mengajak Amanda keluar selain untuk jalan-jalan bersamanya. Selama ini gadis itu hanya melihat dunia dari spesifikasi ayahnya. Mungkin bukan hanya kali ini Amanda melihat orang sekarat di depan matanya. Tapi, baru hari ini gadis itu melihat langsung seorang gadis lain yang dikenalnya terbaring lemah di tempat tidurnya dengan semua perabotan medis menempel di tubuhnya, terambang di antara sadar dan tidak, terombang ambing di pintu kematian. Padahal boleh jadi kakaknya, Lee Dokyeom, adalah seorang detektif kelas satu yang tak pernah kekurangan uang. Tapi ternyata gadis itu, Lee Yeri, kehilangan sebagian dari kesempatannya untuk hidup.

Dokyeom melangkah memasuki ruangan yang sama dengan Amanda, di mana Yeri terbaring tak sadarkan diri di sana. Dalam tidurnya, gadis itu terlihat tenang dan damai. Seolah tak memiliki beban apapun dalam ingatannya. Seolah tak sadar bahwa ia sedang berada di ambang kematiannya.

“Terima kasih.” Ucap Dokyeom tiba-tiba.

Amanda menatap pria itu sejenak, “Untuk apa?”

“Semuanya. Kau telah menyelamatkan adikku,” pria itu terhenti.

“Terima kasih banyak.” Lanjutnya tulus.

“Aku tidak melakukan apapun untuknya. Jangan membuatku terlihat seperti orang yang baik,” ucap Amanda pelan.

Dengan perlahan Amanda berbalik dan menuju ke pintu ruang ganti. Sementara Dokyeom hanya menatap punggung Amanda tanpa berkata apa-apa. Dokyeom tahu bahwa gadis itu berniat untuk meninggalkan mereka di sini. Cukup. Sudah cukup campur tangan Amanda kali ini. Ia tak boleh lagi membantu mereka lebih dari ini. Karena jika itu terjadi, bisa jadi Dokyeom akan mengetahui jati dirinya yang asli.

“Aku tidak bisa terus menerus memagari diri dengan benteng pengendaliku. Dia seorang detektif yang handal dan cukup teliti. Aku tak ingin terlibat lebih jauh dengan orang-orang yang bisa membahayakan keluargaku…” pikir Amanda.

***

Pagi itu mentari telah keluar dari peraduannya. Sinar keemasannya yang hangat tengah menyeruak masuk ke dalam setiap tirai kamar yang belum terbuka, berniat membangunkan tukang tidur yang masih asyik dalam mimpi mereka. Tapi, Amanda membuka matanya tiba-tiba. Gadis itu bangun dengan dengan napas terengah-engah seperti biasa. Tangan mungilnya meraba meja kecil di samping ranjang dan mengambil segelas air lalu meminumnya cepat. Detik berikutnya ia menghela napas sambil menyeka keringat yang mengucur sebasar biji jagung di keningnya. Untuk beberapa saat Amanda termenung. Masih terlintas jelas dalam bayangannya suara melengking seorang gadis kecil yang kesakitan.

“Amanda?” seorang gadis berambut hitam lurus panjang serta berponi itu menatap Amanda.

“Amanda?” kali ini ia melambaikan tangannya di depan wajah Amanda.

The Lost Soul [✔]Where stories live. Discover now