Part 5

86 7 0
                                    

Dokyeom berdiri di depan ruangan tempat adiknya dirawat, di Asan Medical Center. Dengan senyum penuh harapan dan kedua mata teduhnya itu menatap pada seorang gadis yang terbaring dengan berbagai alat yang menunjang kehidupannya.

“Aku janji, Yeri-ya… jika Amanda tidak dapat membawa jantung untukmu, aku akan mendapatkan jantung baru untukmu, apapun caranya.” Ucap Dokyeom dalam hati.

“Lee Dokyeom.”

Dengan cepat pria itu menghampiri seorang gadis cantik berambut hitam yang tersenyum lebar, “Bagimana? Apa kau mendapatkannya? Jantung baru untuk Yeri?” tanya Dokyeom cepat.

“Tenanglah…” lagi-lagi gadis itu tersenyum. Senyum yang menenangkan.

“Bagaimana? Apa ayahmu membeli jantung yang cocok untuk Yeri? Berapa aku harus membayarnya?” tanya Dokyeom lagi.

Gadis itu menggeleng, “Ayahku tidak membelinya. Aku mendapatkan jantungnya dari seorang pendonor. Pendonornya adalah seorang pria yang sekarat karena kecelakaan. Kebetulan dokter yang menanganinya adalah teman baik ayahku. Ia mengatakan bahwa pria itu tak akan bisa bangun dari koma karena otaknya sudah tidak bisa berfungsi. Lalu aku cepat-cepat menemui keluarganya…” Amanda terhenti, gadis itu menarik napas panjang sebanyak yang dibutuhkannya. Ia bahkan tak berhenti tersenyum.

“Lalu…? Apa yang terjadi? Mustahil kalau kau meminta izin langsung dari keluarganya. Mereka pasti menolak, kan?” seru Dokyeom.

“Kau benar. Awalnya mereka menolak mentah-mentah, tapi karena bujukan dokter dan campur tangan ayahku, entah mengapa pada akhirnya mereka menyetujuinya,”

Mendengar kata-kata terakhir Amanda, Dokyeom memeluk gadis itu erat hingga tubuh mungilnya hampir terangkat. Kemudian mereka berputar sambil tertawa. Dan seketika itulah Amanda menyadari bahwa dirinya tak pernah merasa bebas seperti saat ini. Betapa menyedihkannya dia karena tidak menikmati hidup hanya karena pekerjaan dan 'tradisi' keluarganya. Saat itulah Amanda tahu, betapa menyenangkannya memiliki seorang teman.

“Sekali lagi, maafkan aku, Lee Dokyeom. Aku membohongimu dan memanfaatkanmu. Bahkan aku telah membohongimu dua kali…” batin Amanda.

. . . . .

Malam begitu kelam, langit tampak tak berawan dan bintang-bintang seolah lenyap dari bumi. Bulan pun tak bersinar, seolah takut pada malam yang sunyi ini. Hembusan angin membelai lembut dedaunan yang bergoyang kesana-kemari, meniupkan hawa yang cukup dingin. Di sebuah ruangan bernuansa putih khas rumah sakit pada umumnya, seorang dokter bertubuh jangkung menatap pada kalender tua yang kertasnya telah lapuk dan menguning. Dilihatnya tanggal 14 di bulan November yang dilingkari tinta berwarna merah yang juga telah memudar.

“Aku akan membalasnya, Jeon. Penghinaan yang kau lakukan padaku 16 tahun lalu…” gumam Dr. Shim. “Aku akan membalasnya perlahan, melalui putrimu dan temannya yang sekarat.”

“Itu kesalahanmu, payah.” Suara seorang gadis memenuhi ruangan.

Secepat kilat Dalton membalikkan tubuhnya dan melihat ke seluruh ruangannya dengan waspada. Bola matanya yang terang menari kesana kemari, mencari sesosok perwujudan dari suara yang tiba-tiba terdengar.

“Siapa kau? Tunjukan dirimu…” balasnya dingin.

Dalam waktu kurang dari satu detik, seorang gadis berjalan dengan sangat cepat masuk kedalam bayangan besar di balik tirai.

The Lost Soul [✔]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu