Petunjuk

1.5K 312 16
                                    


Ratih mengamati perubahan wajah pria bernama dokter Ibnu yang duduk di depannya. Dokter itu kelihatan seperti ingin tertawa.

"Menghilang, kata ibu?"

Ratih mengangguk. "Kencana, coba tunjukkan."

Kencana duduk di tempat tidur pasien. Sambil melepas sepatu, dia mengalihkan wajah, tak sanggup melihat kakinya sendiri. Ini cuma mimpi buruk. Ini tidak mungkin terjadi. Kedua jempolku tak mungkin menghilang...

Begitu melihat kaki Kencana, dokter Ibnu juga kehilangan kata-kata.

"Ini..." Alis sang dokter yang tebal menukik tajam. "Ibu yakin sebelumnya ada jempol di sini? Bukan sejenis cacat lahir?"

"Cacat lahir?" Ratih memekik tertahan. "Apa maksud Anda? Kencana lahir dengan kondisi fisik sempurna! Saya punya semua catatan kelahirannya!"

Dokter Ibnu berkedip-kedip. Selama berpraktik sebagai dokter umum, baru sekarang dia bertemu kasus seperti ini. "Tapi anggota tubuh manusia tidak mungkin menghilang begitu saja, bu. Dari pengamatan saya, tidak ada bekas luka atau jahitan di kedua pangkal jari. Ini berarti jempol anak ibu tidak pernah diamputasi dan-"

"Memang anak saya tidak pernah diamputasi!" Kesabaran Ratih menguap. "Saya sudah bilang, kedua jempol anak saya menghilang!"

"Tadi pagi masih ada, dok..." Kencana menimpali.

Dokter Ibnu meminta Kencana untuk menceritakan kejadiannya. Kencana mulai bercerita. Dokter itu menanyakan detil-detil yang terdengar bodoh seperti kapan Kencana merasakan jempolnya menghilang dan dijawab gadis itu dengan tidak tahu. Faktanya Kencana memang betul-betul tidak tahu. Tadi pagi saat ke sekolah, semuanya masih baik-baik saja.

Di akhir cerita, dokter Ibnu termenung selama satu menit. Lalu dokter itu membolak-balik kaki Kencana, menusuknya dengan jarinya, memutar pergelangannya, dan bertanya apakah tindakannya itu menimbulkan sensasi tertentu. Semuanya dijawab Kencana dengan tidak.

Ratih menginginkan jawaban. Dia tidak tahan hanya bergumul dalam ketidaktahuan seperti ini. "Jadi bagaimana, dok?"

Dokter Ibnu memasukkan kembali stetoskop ke dalam saku jas dokternya. "Sejujurnya saya juga tidak tahu, bu. Tidak ada kasus seperti ini dalam dunia medis. Maksud saya, tidak pernah ada."

"Kalau begitu apa yang harus kami lakukan? Apa Kencana harus diberi obat?"

Dokter Ibnu menatap Kencana lurus-lurus, pandangannya berserobok dengan gadis itu. Saat menatap langsung mata dokter Ibnu, Kencanapun tahu kalau dokter itu juga tidak punya jawabannya.

"Kencana tidak mengeluh sakit atau nyeri. Tubuhnya juga tidak demam. Tidak ada keanehan lain di kakinya selain kedua jempolnya yang menghilang itu. Saya tidak bisa memberi resep apapun. Saya bisa meminta dilakukan tes darah dan sejenisnya, tapi saya yakin itu hanya akan membuktikan bahwa kondisi fisik Kencana prima..."

Ini bukan jawaban yang diharapkan Ratih. "Kencana, kamu benar nggak merasa sakit sedikitpun?"

Kencana menggeleng.

Ratih merasa sedang terjun bebas menuju sebuah lubang yang gelap dan dingin.

"Saya minta maaf, Bu Ratih," kata dokter Ibnu, suaranya kedengaran bingung alih-alih menyesal. "Ini di luar kemampuan saya..."


...


Ratih tidak bisa menerima keputusan dokter Ibnu begitu saja. Harus ada penjelasan mengapa kedua jempol kaki putriku lenyap! Makanya dia memutuskan untuk berkonsultasi ke dokter lainnya, kali ini di sebuah rumah sakit umum daerah di pusat kota.

6 LIVES [TAMAT]Where stories live. Discover now