Bagian 7: Kai

598 177 23
                                    



Arumi mengikuti Radi ke dalam rumah sakit. Mereka berdua tampak tergesa-gesa.

Aku tidak tahu kalau ternyata Radi seorang dokter. Dan siapa Dokter Irfan? Mengapa dia mencari Radi?

"Kai," Ruth memanggilku. "Sudah waktunya kembali."

Aku mengangguk dan membiarkan Ruth memimpin jalan seperti yang sudah-sudah. Kami juga masuk ke dalam, tetapi tidak melewati jalan yang sama dengan Radi dan Arumi. Ruangan-ruangan dalam rumah sakit berkelebat di sekeliling kami, rasanya seperti menaiki kereta ekspres.

Sambil berjalan – atau mungkin terbang, aku tidak tahu juga – aku memikirkan cerita-cerita yang baru saja kudengar. Ruthlah yang menceritakan kisah Dalu padaku. Aku merasa dia masih harus menjelaskan sesuatu.

"Jadi Radi adalah... Dalu? Mengapa dia mengganti nama panggilannya?"

"Karena hidup Dalu yang lama berakhir di kebakaran itu," jawab Ruth. "Setelah kembali menjadi manusia, Dalu telah berubah menjadi laki-laki yang baru. Untuk menandai perubahan itu, dia mengganti namanya."

"Dan sekarang Dalu seorang dokter."

"Dia belajar lebih serius setelah pernah jadi kucing," kata Ruth, kedengaran agak geli.

"Sebentar, Ruth..." Mendadak aku menyadari hal ini. "Bagaimana kamu bisa tahu kalau kisah Radi benar-benar nyata?"

Ruth menunjuk Radi yang sedang berbicara dengan Dokter Irfan. "Karena kami pernah bertetangga. Suamiku bernama Bayu, dia yang menolong ibu Dalu memanjat tembok itu. Mimi si kucing betina pernah menggondol ponselnya."

"Jadi kamu menyaksikan kebakaran itu?"

"Ya, aku ada di sana. Setelah kebakaran itu, keluarga Radi pindah ke tempat lain. Mereka membawa Mimi dan anak-anaknya bersama mereka..."

Rupanya begitu.

Tanpa kusadari, kami sudah sampai di koridor panjang yang sebelumnya pernah kami lewati. Di ujungnya aku melihat Arumi, Nino dan Ratih sedang berkumpul. Radi masih berbicara dengan Dokter Irfan. Obrolan mereka kedengaran serius, tetapi aku tidak bisa menyimak kata-katanya. Apa yang sedang mereka bicarakan?

"Kai..." Ruth menunjuk pintu di belakang Dokter Irfan. Neon box di atasnya bertuliskan: Unit Gawat Darurat (UGD). "Kita masuk ke sini..."

Aku menurut saja. Mungkin ada sesuatu dalam ruang UGD yang ingin Ruth tunjukkan padaku.

Ruangan itu sepi. Tak tampak orang yang lalu-lalang, karena jumlah pasien memang sedang berkurang. Sepuluh tempat tidur kosong berderet-deret, tetapi dua di paling ujung tertutup tirai.

Ruth berhenti di sebuah tempat tidur kosong dekat tirai dan duduk di atasnya. "Perjalanan kita sudah hampir selesai," katanya.

Perjalanan? Aku mengira ini mimpi, semuanya bisa saja hanya khayalan. "Maksudmu, perjalanan Ratih, Nino, Radi, dan Arumi?"

"Ya. Dan perjalananku."

Aku tidak paham apa maksudnya. Ruth tersenyum lebar, dan tubuhnya bercahaya lagi seperti sebelumnya. Seketika aku tahu perubahan apa yang terjadi pada dirinya. Sedari tadi aku mencoba memikirkan apa yang berbeda dengan Ruth versi ini, dan sekarang aku tahu jawabannya.

Ruth bertambah muda.

Pakaiannya juga kini berganti, menjadi gaun lebar berlapis-lapis. Dia bukan lagi seorang nenek-nenek renta berusia sembilan puluh tahun. Yang berdiri di hadapanku saat ini adalah seorang gadis muda. Aku pernah melihat wajahnya. Dia adalah gadis di dalam foto dekat cermin antik itu, yang berpose dengan Ella sahabatnya seratus tiga puluh lima tahun yang lalu.

6 LIVES [TAMAT]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ