Sumpah & Perpisahan

546 190 23
                                    


Baru sekarang Ruth merasa seperti ini terhadap seorang pria. Matari membuatnya merasa macam-macam; mengingat pertemuan mereka di toko atau saat-saat mereka menonton teater membangkitkan rasa senang, bangga, sekaligus geli.

Dan sekarang Ruth jadi marah karena tidak bisa ke toko.

Sore itu sepulang dari teater, hujan turun dengan deras. Ruth teringat akan cuciannya di halaman belakang. Dia menghabiskan beberapa menit mengangkat jemuran itu, di bawah guyuran hujan. Pada malam harinya, dia demam. Ella mengantarnya ke dokter dan kata dokter, Ruth terserang flu.

Besok paginya Ruth tetap memaksakan diri ke toko. Dia yakin Matari akan muncul lagi hari itu, tetapi Frau Schneider memaksa Ruth untuk libur. Ella juga memohon supaya Ruth beristirahat saja. Kepalanya memang terasa seberat sapi jantan dan hidungnya beler seperti air terjun. Setelah dipaksa-paksa, akhirnya Ruth menurut dan beristirahat di rumah.

Meski Ruth tidak terbiasa berdiam diri, tubuhnya sangat lemah sehingga dia hanya berbaring di tempat tidur. Di hari kedua, masih tidak ada perubahan. Ruth ingin berangkat kerja, tetapi dia tahu tidak ada gunanya memaksakan diri. Jadi dia tetap di rumah. Untungnya Ella setia merawat Ruth.

Untuk mengusir rasa bosan, Ruth membaca. Ada beberapa novel yang dipinjam Ruth dari koleksi pribadi Frau Schneider, dan dia membaca ulang semua novel itu. Saat demamnya sedang tinggi, dia hanya tergolek tak berdaya di tempat tidur, benaknya terbayang-bayang pada Matari.

Pada masa hidup Ruth, satu-satunya alat telekomunikasi jarak jauh yang dapat diandalkan adalah surat. Masih tiga puluh tahun lagi sebelum Alexander Graham-Bell menemukan telepon, sementara telegram (sistem pengiriman jarak jauh menggunakan kode Morse), sedang dikembangkan di Eropa.

Di hari ketiga, Ruth sudah tidak tahan lagi. Dia memutuskan mencurahkan perasaannya lewat sebuah surat. Dengan tulisan tangannya yang melingkar-lingkar cantik seperti kaligrafi, Ruth menceritakan momen-momennya bersama Matari dan harapannya untuk bertemu pria itu lagi. Dia tahu para perempuan seharusnya menunggu, tapi seperti yang Ella bilang, Ruth bukan tipe gadis seperti itu.

Ketika Ella pulang, Ruth menitipkan suratnya. "Tolong berikan pada Matari kalau dia datang lagi ke toko."

"Tak masalah," kata Ella. "Aku sudah bilang padanya kalau kau sedang sakit. Matari sepertinya mau menjahit sesuatu. Dia masih ragu-ragu, tapi nanti akan kutanyai. Jadi aku yakin dia akan lebih sering mampir. Makanya, kau harus cepat sembuh!"

Aku juga maunya begitu, pikir Ruth.

Namun anehnya, kondisi Ruth tidak ada kemajuan. Ruth memeriksakan lagi ke dokter. Kali ini dokter curiga Ruth terserang malaria. Dia diberi lebih banyak obat dan diminta untuk tetap berisitirahat.

Ini membuat Ruth tambah kesal. Dia menulis suratnya yang kedua. Matari belum membalas – mungkin pria itu belum sempat datang ke toko. Ruth menceritakan penyakitnya. Dia tergoda untuk membuat kondisinya terkesan gawat dalam surat itu, tetapi dia membatalkan niat itu.

Di hari ketujuh, teman-temannya dari toko datang menjenguknya.

Frau Schneider sepertinya sangat khawatir dengan kondisi Ruth. Mereka mendoakannya agar cepat sembuh. Ruth meyakinkan teman-temannya bahwa dia akan kembali secepatnya.

Ketika mereka pergi, Ruth bertanya pada Ella tentang suratnya yang pertama. "Apa sudah kau berikan? Aku punya surat yang kedua soalnya..."

"Sudah. Sudah kuberikan," jawab Ella. "Kebetulan Matari mampir hari ini."

"Terus bagaimana? Apa dia langsung membacanya?"

"Umm... tidak. Dia menyimpannya."

Ruth sedikit kecewa mendengar itu.

6 LIVES [TAMAT]Where stories live. Discover now