Menjadi Orangtua

515 175 21
                                    


Nino tahu seharusnya dia lebih mempercayai instingnya.

Dalam perjalanan ke rumah, suara hatinya terus-terus mengingatkannya. Putar balik. Ini bukan ide bagus. Namun akibat desakan Bertha dan karena tak enakkan pada Sakti, Nino mengalah.

Reaksi ibu Nino sesuai tebakannya.

"Coba ceritain lagi ke Mama, pelan-pelan..." pinta ibunya sambil memijit-mijit kening. Secarik urat sudah menegang di pelipisnya. "Anak ini muncul di balkon kamu dan mengaku datang dari langit?"

"Iya. Naik roket."

Ibunya diam dan saling tatap dengan ayahnya. Nino menunggu dengan cemas.

Ketika berbicara lagi, suara ibunya sedingin es. "Siapa orangnya?"

"Maksud Mama?"

"Siapa ceweknya?" Ibu Nino menudingnya. "Pasti teman kamu waktu SMA, kan? Si Gadis, ya? Yang sering mampir ke sini setelah pulang sekolah. Iya, kan? Kamu main sama dia, kan?"

"Ma... Bukan begitu!"

"BUKAN BEGITU APANYA!" Kemarahan itupun meledak. "Kamu pikir Mama sama Papa bakal percaya? Ada anak ajaib yang muncul begitu saja di kosan kamu dan mengaku sebagai anak kamu? Kalau mau bohong setidaknya yang logis sedikitlah!"

Sakti dan Bertha hanya membatu sambil tertunduk.

"Nino, kamu belum jawab pertanyaan Mama kamu..." kata ayah Nino. "Siapa cewek yang kamu hamilin? Si Gadis?"

"Bu-bukan, Pa!" Nino menggeleng kuat-kuat. "Aku nggak ngelakuin yang aneh-aneh. Kalau Mama sama Papa nggak percaya, tanya aja Sakti sama Bertha..."

"Nggak usah bawa-bawa Sakti sama Bertha!" bentak ibu Nino galak.

"Ma, Nino mengatakan yang sebenarnya!"

"Papa?"

Suara kecil terdengar dari dalam mobil. Nino memejamkan matanya. Habislah sudah.

Chan bangun di saat yang tidak tepat. Anak kecil itu melongo kebingungan.

Tanpa berpanjang lebar, Nino langsung diusir dari rumah.

Ayah Nino tidak mengatakan apa-apa lagi, sementara ibunya terisak pedih saat mobil Sakti meninggalkan garasi. Nino baru pertama kali melihat orangtuanya seperti itu. Dia tidak tahan karena dicap sebagai anak durhaka. Padahal aku sudah mencoba mengatakan yang sejujurnya!

"Nggak apa-apa," kata Bertha prihatin. "Nanti kalau udah tenang, mungkin orang tua lo berubah pikiran, Nin. Sekarang mereka masih syok..."

Jangankan mereka, pikir Nino getir. Akupun masih syok.

Bertha menggendong Chan dan memindahkannya ke kursi depan supaya Nino bisa lebih lega. Sakti mencoba mencairkan suasana dengan memutar musik.

Awan kehitaman masih membayangi langit. Butir-butir air hujan yang besar masih giat membasahi Bumi, belum bersedia membiarkan matahari unjuk gigi.

Apa yang harus kulakukan sekarang?

Sebenarnya Nino masih punya satu opsi lagi. Eyang... Dia bisa pergi ke rumah neneknya di daerah Bogor dan minta tolong pada beliau. Sewaktu kecil Eyang selalu menceritakan padaku kisah-kisah ajaib yang tak dapat dipercaya... Kalau Mama dan Papa nggak percaya tentang asal muasal Chan, pasti Eyang bisa percaya...

Tetapi cepat-cepat dibatalkannya niat itu. Nino tak tega merepotkan neneknya. Eyang tinggal seorang diri, ditemani satu asisten rumah tangga saja. Kalau ada Chan, pasti beliau kerepotan.

6 LIVES [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang