19. Thank You for Being a Friend

7.6K 803 73
                                    

I'm not ashamed to say.

I hope it always will stay this way.

My hat is off,
won't you stand up and take a bow.

And when we both get older.

With walking canes and hair of gray.

Have no fear even though it's hard to hear.

I will stand here close and say.

Thank you for being a friend.

I wanna thank you.

***

Keluar dari apartemen Vandra, Manu melajukan motornya ke rumah Steve seperti rencananya semula.

ART yang membukakan pintu langsung menyuruhnya ke kamar Steve dan memberitahu sudah ada Andreas dan Dave disana.

"Kemana aja lo bro baru datang?" Sapa Dave ketika melihat Manu datang.

"Lho Vandra mana?" Tanya Steve bersamaan.

Manu mendudukkan diri di sofa dengan lesu, tidak menjawab semua pertanyaan teman-temannya.

"Kenapa lo? Wajahnya kusut amat kek cucian belom disetrika." Tanya Andreas.

"Vandra tau dare kita." Jawab Manu sedih.

"WHAT?" Ketiga temannya kompak berteriak kaget.

"Trus gimana Nu?" Steve bertanya cemas.

Manu mengangkat bahunya.

"Marah of course. Nggak mau denger penjelasan gue."

"Gue bantu jelasin. Gue kan yang bikin perkara." Tawar Steve.

Manu menggeleng lesu.

"Nggak mau dianya. Udah gue ajak kesini juga." Jawab Manu.

"Kok bisa Vandra tau tentang dare kita?" Tanya Dave penasaran.

"Bukan gue yang kasih tau." Andreas menjawab yang langsung mendapat pelototan dari Dave.

"Tama juga tau." Steve berkata dengan suara serak.

Ketiga temannya langsung menatap kearahnya.

"Darimana lo tau dia tau?"
Tanya Andreas.

"Gue ketemu dia tadi pas di dealer. Dia tau gue beli motor buat Manu dan dia nanya, apa bener kita bikin Vandra jadi bahan dare?"

"Dia nggak ngapa ngapain lo kan Steve?" Manu bertanya.

"Ng..nggak. Lo liat kan gue nggak kenapa kenapa." Jawab Steve dengan terbata.

Manu memandangnya dari atas kepala sampai ujung kaki. Memastikan Steve memang baik baik saja.

"Kita bisa bantu apa bro?" Dave kembali bertanya.

TRUTH OR DARE (Completed)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang