Chapter 11

2.7K 430 99
                                    

Malam, Jije's! Aku balik lagi nih sama part baru! Kalian tau gaksi, walaupun komen di part kemarin belum nyentuh angka 100, tapi liat antusias kalian kemarin, aku semangat reread+edit ceritanya:')

Aku harap selalu dapat banyak cinta berupa Feedback komen di setiap line dan vote! Dengan begitu, aku semangat juga update cepet, hihi!

Yang masih jadi pembaca hantu. Yuk udahan!

1600++ words untuk nemenin hari Senin x selfquarantine kalian, Jije's!


*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

"All you need is love, and maybe, a little bit ice cream."




Caranya berbicara, pakaian kasual yang tak berlebihan, senyuman yang terkadang terulas di sela-sela percakapan, kelopak mata ganda yang begitu cantik, kedua bola mata kecokelatan yang begitu cerah layak matahari di siang musim gugur—terang namun membuat sejuk, Jimin menyukainya.

Hanya memerlukan tiga kata saja untuk menjabarkan, Jean-itu-sempurna.

Lucunya, Jimin pikir dia mampu jatuh cinta berulang kali pada setiap tatapan mereka, barangkali pula Jimin mampu memberikan seluruh aset hidupnya dan menyuguhkan secara utuh apa yang ia miliki sampai di bagian terakhir, untuk gadis cantik di hadapannya sekarang. Apa pun untuknya, Jimin akan berikan, semuanya. Sungguh.

Mereka memang tak mengenal lebih jauh tentang kehidupan masing-masing. Hanya saja, jujur, Jimin menjamin dia bisa menyukai Jean hanya dengan sekali pertemuan, kemudian di pertemuan selanjutnya dia sudah jatuh terkulai karena pesona serta perasaan yang dimiliki.

Terlalu berlebihan? Benar.

Princess Elsa bahkan bilang untuk tidak mencintai seseorang hanya dengan sekali pertemuan. Tapi logikanya, apakah semesta pernah menentang hal serupa? Bukankah perasaan jatuh cinta bisa berlangsung kapan saja? Dimana saja?

Tidak ada yang melarang ketika kau mencintai seseorang kendati kalian baru saja bertemu. Itu adalah keadaan wajar. Bukan masalah besar. Jimin pun tak akan ambil pusing, dia bebas menentukan apa pun yang ia inginkan dalam hidup.

“Jadi dia temanmu?”

Jean menyendokkan es krim cokelat-caramel miliknya kemudian mendaratkannya di dalam mulut, “Mhm, temanku yang, em, kau tahu, agak sinting, sedikit,” Katanya dengan nada bergurau. “Tapi beruntungnya, dia dapat di andalkan, jadi tidak terlalu buruk.”

Play Then KillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang