Chapter 36

1.4K 278 12
                                    

⚠️an intension, please. semua scene rate+ hanya untuk sekadar kebutuhan konten/cerita. any kind of mature/sexual content in the future will be added accordingly! please, beware!

(bahasa yang di gunakan di buat sehalus mungkin)

(highlight imaginary, freely skip pass!)

(highlight imaginary, freely skip pass!)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*(beberapa scene di part ini ada yang aku hapus untuk kebutuhan buku)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*(beberapa scene di part ini ada yang aku hapus untuk kebutuhan buku)


****




Pada faktanya, Park Jimin sama sekali tidak bisa tidur dengan nyenyak sejak seminggu terakhir. Sosok gadis itu selalu hinggap di dalam kepala. Merusak cara kerja otaknya, membuat Jimin merasa konyol berhari-hari karena tak kunjung bisa mengeluarkan bayang si gadis dari dalam kepala.

Di kantor, di rumah, bahkan sekarang, di kamar hotel VVIP yang telah di siapkan dengan sedemikian rupa, ia bersikap seolah akan di hadapkan dengan seorang jendral besar angkatan laut yang mengerikan. Gugup, perasaan bergejolak, juga kerinduan yang meradang. Semua itu bercampur menjadi satu, membentuk sebuah monster besar yang menempel di kedua pundaknya.

Jimin tidak tahu harus seperti apa sikapnya terlihat. Mereka tidak bertemu selama hampir tiga tahun, dan sekarang? Semesta seolah sedang mengejek.

Di sana, di dekat meja rias, seorang dengan setelan jas yang setia menjatuhkan atensi pada Jimin—belum berniat meninggalkan sang atasan karena jujur, dia juga sama takutnya seperti Namjoon. Bagaimana kalau Jimin benar-benar mati di tangan wanita itu? Meskipun merepotkan, gemar memaki, apa lagi dia pernah di berikan cuti cuma-cuma hanya karena tidak berhasil menemukan gadis itu, Dohwa tidak akan setega itu membiarkan Jimin kehilangan nyawanya.

“Aku gugup.” Jimin mengakui. Dia melonggarkan kerah kemejanya. Berjalan mondar-mandir, menyesap soda yang telah di sediakan, menjatuhkan diri di sudut ranjang lalu kembali berdiri. Kedua kakinya tak bisa untuk tetap diam.

“Anda ingin saya mencegahnya untuk datang kemari, Pak?”

Jimin menoleh, buru-buru mengibaskan tangannya di depan wajah, “tidak. Tidak perlu, aku justru mau bertemu dengannya.”

Play Then KillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang