Chapter 31

1.4K 275 10
                                    

Malam harinya Jimin, Namjoon, Lee Hyun, dan Mark mengadakan pertemuan di Las Vegas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Malam harinya Jimin, Namjoon, Lee Hyun, dan Mark mengadakan pertemuan di Las Vegas.

Menandatangani sejumlah kontrak beserta ketentuan yang telah di buat sedemikian rupa. Perjanjian mutlak antara perusahaan Jimin dan perusahaan pria asing itu, juga ketetapan yang di berlakukan setelah peluru di kirim.

'Tidak ada pengkhianatan ataupun penggelapan dana secara sengaja atau pun tidak.'

Begitulah kalimat singkat yang tercetak dengan huruf besar di dalam berkas yang telah masing-masing mereka berikan tanda tangan.

Satu langkah menuju keberhasilan bagi Park Jimin. Dia merasa cukup puas dengan kontrak kerjasama kali ini. Pria tersebut bisa dengan mudah mengambil alih banyak tempat di Amerika dan perusahaannya akan semakin di kenal di seluruh dunia. Ini adalah salah satu dari sekian banyak harapan Jimin pada perusahaan, ketika semua pengusaha senjata dan agen rahasia lainnya mempercayai setiap peluru keluaran terbaru yang ia hasilkan.

Jimin jadi memutar isi kepala sedikit, khayalannya berlabuh di sebuah momentum dimana usianya waktu itu baru mencapai angka sebelas. Waktu itu salju di bulan Januari menghiasi pekarangan rumah Jimin. Tapi, Ibu terus-terusan melarang bocah kecil itu untuk tidak bermain di luar rumah, katanya nanti sakit.

Dan akhirnya Ibu memutuskan untuk menemani Jimin bermain di ruang tengah, menceritakan secuil kilas balik tentang hubungannya dengan Ayah, juga bagaimana mereka akhirnya bisa menikah. Di akhir percakapan, Jimin kecil merujar ringan, "Ibu, karena Ayah gemar menjalani usaha sejak kecil, dia menggapai hal tersebut dan kini ia menjadi pengusaha sukses juga memegang banyak saham di perusahaan besar." Suaranya benar-benar terdengar menggemaskan. Ibu juga masih mendengarkan putranya itu dengan pandangan hangat.

"Lantas, kalau Jimin-ie suka bermain tembak-tembakkan, apa saat besar nanti aku akan menjadi seorang penembak handal?"

Ibu tertawa, "mhm, tentu saja. Kau bisa menjadi seorang penembak jitu yang luar biasa keren, tapi tetap ingat bahwa kau tidak bisa melesatkan peluru kepada orang yang tidak bersalah, ya. Lalu, kau juga bisa menjadi seorang pengusaha peluru? Yang satu itu juga tidak kalah keren, kok."

Dan sekarang, semua impiannya berhasil ia raih. Hanya saja ada banyak hal yang hilang dari genggamannya.

Dan Jimin membenci itu.



*****



'Kita harus bertemu.'

'Tolong maafkan aku,'

'Kau dimana?!'

'Jean jangan mengabaikanku.'

'Selamat pagi, cantik! Hari ini aku masih mencari keberadaanmu, aku merindukan sahabatku.'

'Aku berhenti dari restoran ayam dan kembali ke rumah Ibu dan Ayah.'

'Aku kuliah dengan baik hari ini.'

'Jean, ada seorang gadis yang menyukaiku, dia mahasiswi pindahan yang cantik, namanya Hye Kyung.'

'Sudah satu bulan, aku masih merindukan sahabatku.'

'Hei, apa kabar?'

Jean melemparkan tasnya ke sembarang tempat, menjatuhkan diri di kursi ruang makan dengan segelas ice Americano tanpa gula. Masih memikirkan serangkaian kalimat berupa ribuan email yang ia terima dari Kim Taehyung.

Jean hanya membaca beberapa pesan, selebihnya ia biarkan membusuk di sana.

Hal tersebut membuat Jean kembali teringat tentang bagaimana pertemanan mereka berlangsung, bagaimana Taehyung setia menemaninya dalam keadaan apa pun, selalu berusaha membuatnya tertawa dan memastikan bahwa tidak ada yang berani menyakiti gadis tersebut. Itu terdengar menganggumkan. Anehnya, ketika kenangan itu melintasi kepalanya, Jean bukannya merasa senang, dia justru malah merasa bahwa dirinya sudah terbodohi tentang banyak hal.
Dia bisa memaklumi banyak hal, tapi tidak untuk sebuah kebohongan. Toleransinya terlalu tinggi untuk yang satu itu.




*****



Paling tidak rapat selesai beberapa jam lalu sebelum ada keterkejutan sendiri bagi Jimin tatkala empat atau mungkin lima wanita penghibur memasuki ruang rapat mereka. Well, ini tidak sepenuhnya terlihat seperti ruang rapat, sih. Hanya kamar hotel megah yang memiliki banyak kamar di dalamnya. Desain interior yang cukup memuaskan dengan pelayanan terbaik pula.

Jimin menggeleng, merotasikan bola matanya saat melihat Namjoon dan Lee Hyun mulai terbuai suasana. Menggiring wanita cantik yang menghampiri mereka ke salah satu kamar disana. Mungkin melepas hasrat sebentar bukan masalah, bagi mereka.

Kalau Jimin sendiri tidak perlu di ragukan lagi, bedanya hanya dia berdiam diri, tak melakukan apa-apa dan lebih memilih membiarkan wanita di hadapannya menjelajahi tubuhnya sesuka hati. Hitung-hitung karena gratis, Jimin tidak akan menolak.

[Mic, test. Song Jean, kau perlu waktu setengah jam]

Ya ampun, Tuhan.

Jean memaki, "aku berada di sini sudah hampir empat puluh menit, dan kau berkata aku bisa melesatkan peluru setelah setengah jam? Kau sakit, ya?"

[Mereka masih di hadiahi peremuan molek itu. Aku perlu mengetahui sedikit lagi tentang target kita sebelum membunuhnya]

Jean keheranan, "memangnya dia siapa?"

[Kau tidak perlu tahu. Fokus saja]

Gadis itu menyangga tubuhnya di tepi atap, bersandar pada tembok setinggi pinggangnya, membakar sebatang rokok dan menyesapnya kuat. "Dasar gila. Pikirmu memangnya apa yang sedang kulakukan sekarang? Menghisap penis seseorang?"

Kim Seokjin terkekeh.

[Language, man!]

"Habisnya semakin hari kau semakin terdengar idiot."

Jean mengembuskan asap rokoknya lambat, membiarkan similir angin menerpa surainya kencang, menyaksikan hiruk-pikuk Las Vegas yang semakin malam, kota ini akan terlihat semakin ramai.

Cantik.

Satu kata yang paling tepat untuk menjabarkan bagaimana indahnya kota besar ini. Semuanya tentang Las Vegas, itu sempurna.

Di waktu tertentu, Jean hanyalah seorang tipikal gadis yang pemerhati. Itu hal yang paling menyenangkan baginya, omong-omong.

Hampir salah fokus dengan sosok yang baru saja keluar dari gedung bersama dua orang lainnya di belakang pria tersebut, suara Seokjin justru dengan cepat membuyarkan lamunannya.

[Dalam tujuh detik]

Jean membuang rokoknya sembarang arah. Mulai memainkan senapannya dan membidik target.

[Sekarang]

Secepat kilat, secepat itu lah peluru melesat mengenai kepala belakang Mark. Mafia yang menjadi target si gadis malam ini. Membiarkannya tergeletak tak bergerak di lantai yang mulai berlumuran cairan merah pekat. Membuat Jean mengacungkan jempol, "selesai," katanya sebelum mulai memasukkan senapan itu ke dalam tas dan di susul sahutan kecil oleh orang di sebrang. []

Play Then KillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang