part 6

84 5 0
                                    

Selena tercengang ketika membuka pintu rumah dan melihat seorang wanita paruh baya berdiri di dekat pintu.

"Si-si-siapa lo" Selena gemetar berusaha memberanikan dirinya. Takut-takut jika itu hantu.

Wanita itu tersenyum ramah. "Saya Ike, non pembantu baru dirumah non" balasnya sopan. Sedangkan Selena bernafas lega.

"Mama yang nyuruh lo? uhm.. maksudnya Bi Ike" ujar Selena ragu.

"Iya non, nyonya Adriana yang nyuruh saya."

"It's ok, Bi Ike, selamat datang dirumah kita" Selena berucap senang. Wanita itu terlihat  canggung dan tersenyum kikuk.

"Terimakasih non"

Selena mengangguk dan berjalan menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Ia membersihkan badannya terlebih dahulu dan membersihkan luka di lututnya. Seketika otaknya kembali mengingat kejadian beberapa jam lalu antara dirinya dan pria aneh menurut dirinya. Heran saja, mengapa pria itu terus mengikutinya dan lucunya saat tubuh mungilnya tadi diangkat begitu saja tanpa mendapat persetujuan dari gadis itu terlebih dahulu.

"Beraninya dia main angkat tubuh gue tadi" ujarnya kesal.

Selena mengerjap saat dering ponsel terdengar begitu nyaring. Gadis itu langsung menyambar ponselnya.

"Apa ma"

"Sele, mama udah cariin pembantu untuk kalian berdua namanya Ike dia ba-"

"Udah tau ma" ketus Selena.

"Oh iya, kamu harus sopan sama dia sayang. Orangnya baik, jujur-"

"Iya mama, udah ah sele  mau makan dulu"

Tut Tut Tut

Suara ketukan pintu terdengar tiga kali saat Selena ingin keluar dari kamar. Selena sedikit terlonjak dan membuka pintu perlahan. Wanita paruh baya itu berdiri di depan pintu kamarnya membawa nampan berisi makanan.

"Sarapan buat non, saya sudah masakin sebelum non pulang tadi"

Selena menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Oh makasih Bi" Selena mengambil nampan tersebut.

"Saya turun dulu non"  ucapnya ramah.

"Ya silahkan bi" Selena tersenyum tipis dan masuk ke kamarnya.

Dia rasa pembantunya kali ini memang baik tidak seperti pembantu sebelumnya. Ia mulai memakan sarapannya dengan lahap.

***

Malam pun tiba, Selena keluar dari kamar. Sejak pulang joging tadi pagi ia sama sekali belum keluar dari kamarnya. Ia mendengar suara bel rumah berbunyi.
Selena melongok dari atas dan memperjelas pandangannya ke arah bawah.

Dapat dilihat bahwa ada dua orang berjalan menuju ke ruang tengah membawa dua buah koper hitam. Salah satu dari mereka adalah seorang pria paruh baya berjas hitam dan seorang gadis seumuran dengan Selena.

Ia  melihat Vico muncul dari kamarnya dan langsung memeluk kedua orang tersebut. Selena penasaran dan cepat-cepat menuruni anak tangga.

Matanya membulat sempurna ketika sudah mendekati ketiga orang itu. Pandangannya beralih ke arah gadis seumuran dengannya. Tubuhnya menegang seketika. Gadis itu mematung dan mulutnya bungkam tak mampu mengatakan sepatah katapun.

"Selena!" Gadis itu berlari kecil menghampiri Selena yang masih mematung di dekat tangga.

"Gue kangen sama lo Sel!"  Ujarnya dan langsung memeluk Selena erat. Selena masih diam dan enggan membalas pelukan gadis itu.

Gadis itu melepas pelukannya.
"Liat, gue udah sembuh dan bakalan tinggal sama lo lagi"

"Ba-bagus deh kalo lo sembuh" balas Selena. Bibirnya terasa keluh saat mengatakannya.

"Sayang.. kamu ga kangen sama papa" pria paruh baya itu tersenyum hangat.

Selena menghampiri pria yang ternyata adalah ayahnya dengan kaki seperti tak memiliki tulang terasa sangat lemas baginya jika harus menghampiri ayahnya itu.

Selena memeluk ayahnya ragu. Gadis itu menahan air matanya yang hampir saja keluar. Ia segera melepas pelukannya cepat dan sedikit menjauh dari ayahnya.

"Helena, sini gue pengin peluk lo" Vico memanggil gadis berwajah persis dengan Selena, hanya berbeda warna iris matanya yang berwarna kuning keemasan. Gadis itu tersenyum manis dan menghampiri Vico.

Ya, gadis itu bernama Helena dia adalah kembaran Selena. Helena sempat dirawat dirumah sakit dan sudah melewati masa kritisnya selama tiga bulan akibat kecelakaan empat bulan yang lalu.

Kecelakaan yang mengakibatkan satu orang tewas. Dan dua orang lainnya selamat, Selena hanya mengalami luka kecil. Ia hanya memerlukan satu Minggu untuk penyembuhannya. Sedangkan keadaan Helena sangat kritis dan dirawat dirumah sakit lebih lama.

Selena tak tahan melihat kehadiran Helena kembali ke keluarganya. Matanya seketika memanas dan ingin mengeluarkan air matanya kembali. Masa lalunya kembali teringat membuat gadis itu rapuh dan harus menerima kenyataan pahit yang akan menimpa dirinya.
Ini saatnya dimana dirinya harus siap melihat ketidakadilan tersebut. 

Selena berlari menaiki satu persatu anak tangga dengan hati yang berkecamuk. Ia tidak peduli dengan semua yang ada disekitarnya. Terdengar suara Helena yang meneriaki nama gadis itu. Tapi Selena tetap melanjutkan langkahnya menuju ke kamar.

Air mata yang sejak tadi ditahannya akhirnya ia keluarkan saat ia memasuki kamar. Gadis itu langsung mengunci pintu kamar agar siapapun tak seenaknya memasuki ruangan itu.

Selena duduk dilantai menyandarkan tubuhnya didekat ranjang. Ia membenamkan kepalanya di atas lipatan tangannya dengan lutut ditekuk. Ia berusaha menahan tangisnya yang semakin menjadi. Berusaha agar tidak mengingat kejadian masa lalu.

"Gue ga siap kalo dia balik lagi ke keluarga ini lagi Al. Bukanya gue benci sama saudara gue sendiri, bukannya gue ga seneng ngeliat dia udah sembuh. Gue cuma pengin dapet perhatian dari mama papa kaya dia, apa gue salah? Tapi harapan gue kayanya sia-sia. Dia udah balik sebelum gue dapetin perhatian dan kasih sayang dari mama papa" 

"Maafin gue karena udah nangis kaya gini. Gue cengeng ya Al? Gue berusaha kuat dan gak  ngeluarin air mata lagi. Tapi gue gabisa setelah ngeliat Helena kembali. Maafin gue Al"

Selena menangis sejadi-jadinya. Benteng yang ia bangun sejak dulu akhirnya rapuh setelah kedatangan saudara kembarnya. Ia tak tahu harus bagaimana lagi. Semua akan berubah dan tidak sesuai dengan rencana gadis itu.

Suara ringtone berbunyi nyaring. Selena segera menyambar ponsel di atas nakas. Ia Berusaha menetralkan suaranya agar tidak terlihat habis menangis.

"Ha-halo?"

"Sayang, besok mama pulang ke Indo, Helena udah dirumah kan.. mama gak sabar mau ketemu sama Helena."

"Uhm.. iya ma"

"Bagus, besok jemput mama di bandara ya sayang. Jangan bilang-bilang sama Helena kalo mama mau dateng. Ini surprise buat dia."

Dada Selena kembali sesak. Ia tak mampu mendengar ucapan mamanya. Secepat mungkin ia mematikan saluran teleponnya. Ia sangat sedih dan tak percaya. Dengan mudahnya mamanya mengatakan bahwa ia akan pulang ke Indo karena ada Helena.

Berulang kali ia selalu meminta mamanya untuk pulang ke Indo, tapi mamanya selalu saja ada alasan. Mengatakan bahwa dirinya sibuk dengan pekerjaannya, pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan dan lain sebagainya. Bahkan Selena meminta agar ia saja yang mendatangi mamanya di tempat kerjanya. Tapi jawabannya selalu sama. Selena sudah menerima hal itu.  Tapi untuk kali ini, ia tak terima atas perlakuan mamanya yang terlihat berbeda jika terhadap Helena. Ia merasakan ketidakadilan itu terlihat secara Jelas.

Ia kembali menangis, begitu derasnya air mata turun membasahi pipinya. Dia mengambil sebuah foto dengan bingkai putih di atas nakas dan melihat satu persatu wajah yang ada difoto itu. Terlihat seorang anak kecil laki-laki berada di antara kedua anak perempuan tersebut dan merangkulnya. Didalam foto itu mereka terlihat sangat bahagia dan akur. Selena memeluk foto tersebut dengan erat dan memejamkan matanya. Ia beranjak dari lantai menuju ke kasurnya. Ia membaringkan tubuhnya dan memeluk foto tersebut dengan erat.

Coldest Girl Where stories live. Discover now