Part 11

88 7 2
                                    

Suara bel berbunyi beberapa kali menimbulkan suara menggema yang mengisi di seluruh ruangan rumah tersebut. Seorang pria membuka pintu dan terkejut setelah mendapati makhluk yang ada didepannya sekarang.

"Selena!" seru pria itu dan langsung menarik Selena dengan keadaan basah kuyup ke dalam rumahnya.

"What's wrong with you! Kenapa kamu basah-basahan kaya gini. Dan, oh yaampun Sele, kamu juga masih pake seragam sekolah,  ada apa sebenernya?" Dengan raut  penuh kekhawatiran, pria bernama Dava itu segera merangkul Selena yang sudah menangis.

Selena tak menjawab. Ia masih menangis dalam pelukan Dava. 

"Kamu nangis lagi, apa mereka nyakitin kamu?" tanya Dava penuh amarah. Selena semakin terisak dan tubuhnya semakin menggigil.

"Ok, sekarang kamu mandi dulu, nanti baru cerita." Dava menutun Selena menuju kamar mandi. Setelah itu ia pergi ke kamarnya dan mengambilkan baju Selena yang sengaja ia simpan di lemarinya.

Ia mengeluarkan benda pipih dari saku celana dan menyalakannya. Tangannya tergerak mencari kontak yang akan dihubungi. Setelah beberapa menit akhirnya tersambung dan terdengar suara dari seberang sana membuat Dava ingin memakinya.

"Halo nak Dav-"

"Apa yang kalian lakukan terhadap Selena"
Suara Dava terdengar tak bersahabat. Ia bersabar dan berusaha tenang.

"Cuma berantem sama Vico. Bukan masalah besar, tolong mengerti"

Dava tersenyum miring, namun sayang,  lawan bicaranya tak mengetahui ekspresi Dava saat ini.

"Bukan masalah besar? Gak mungkin. Dia datang kerumah saya sampai kehujanan dan menangis. Menurut anda bukan masalah besar?" suara Dava meninggi. Kini pria tampan itu tak tahan dengan sikap Hendrik.

"Tolong jangan berlebihan, Selena anak saya. Itu hanya masalah kecil dan kamu nggak berhak untuk membelanya. Dia akan menjadi anak manja jika kamu terus memperlakukannya seperti itu"

"Bapak benar, untuk saat ini saya memang gak ada hak atas Selena. Tapi saya lebih tau apa yang dirasakan Selena daripada kalian, keluarganya. Dan.. apa bapak lupa dengan surat itu? Saya bisa saja mengambil Selena dari keluarga Gustavo kapan saja  jika kalian masih memperlakukan Selena seperti ini. Mengerti! Jadi tuan Hendrik, gunakan kesempatan ini baik-baik sebelum saya mengambil Selena kembali"

Emosi Dava memuncak disertai dengan tangannya yang mulai mengepal. Saluran telepon terputus begitu saja karena sengaja ia matikan. Jika pria yang diajak bicara tadi bukan ayah Selena, ia pasti sudah menghajarnya.

Saat itu juga Selena datang dengan tubuh terbalut Kimono tebal. Perlahan kakinya memasuki kamar Dava. Pria itu tersenyum lantas menyodorkan pakaian yang diambilnya tadi.

"Ganti, abis itu turun kebawah makan" Dava melangkah meninggalkan Selena dengan wajah datar dan mata yang sembab.

                                                    🌿

Sedangkan di tempat lain, Justin sedang menatap derasnya air hujan dari atas balkon. Pandangannya tertuju pada kolam renang yang ada di bawah sana.

"Bapak tadi nganterin Selena sampe rumah ga ya?" ujarnya pada dirinya sendiri. Ia menatap ponsel yang sejak tadi digenggamnya. Setelah itu tangannya tergerak menekan tombol Panggil untuk menghubungi Selena.

Hal bodoh dari Justin, ia sudah tahu jika panggilannya tak akan direspon namun tetap saja ia berusaha menghubunginya. Hingga pada akhirnya, sebuah pesan dari Selena masuk. Dengan sigap Justin membukanya.

Hari Ini:

"Ada apa?"   09.23

Me:
"Hei, lo udah nyampe rumah?"  09.23

Coldest Girl Where stories live. Discover now