Luka | 01

44.7K 3.3K 454
                                    

[PENTING] edited | 30-12-20: OKE karena di part ini banyak komentar tentang gender luka (banyak yang ngira luka cewek heheu), aku tegaskan sebelum temen-temen masuk lebih jauh dan meninggalkan komentar serupa, bahwa luka itu laki-laki, cowok, bujang.

Heran aku, kan di deskripsi nama dia kutulis Aluka Rakenza, serius emang keliatan kayak nama perempuan? :(

_

"Ka, gue heran."

Pemuda dengan kacamata bening tipis itu menyandarkan tubuh di kursi, menatap ke depan dimana kelas kelas benar-benar kosong, hanya tersisa mereka berdua di bangku pojok belakang. Jam istirahat begini biasanya kalau tidak di kantin, murid-murid pasti ada di pinggir lapangan utama, menyaksikan atau bahkan mengikuti permainan sepak bola yang tentu saja diisi oleh para most wanted sekolah.

Luka mengeluarkan kotak bekal berwarna hijau dari laci meja, sedikit bergumam merespon Gian di sampingnya. Pemuda itu membuka tutup bekal, hanya sebuah roti lapis yang tadi pagi disiapkan Bi Ana sebelum berangkat.

"Yura kok tiba-tiba marah sama gue ya?" tanya Gian, menyobek kecil ujung roti di dalam kotak lalu memakannya tanpa dosa. Pemuda itu menegakkan kembali duduknya, kini lebih condong ke depan tanda ia mulai serius.

Gian berdecak. "Kenapa ya, Ka, dia susah banget gitu loh percaya kalau gue ini nggak akan selingkuh. Jangankan selingkuh deh, lirik cewek lain aja gue nggak ada selera sama sekali. Ya emang sih gua ganteng banget, gua tau dia takut gue direbut orang. Secara kan gue udah ganteng, setia lagi, ya cewek dari keluarga mana coba yang mau nolak gua? Tapi kalo gini kan nggak nyaman di guenya, Ka. Yura terlalu posesif."

Luka menelan rotinya sesaat, untuk kemudian menjawab dengan santainya, "Ya udah putusin." Walau berikutnya kepala pemuda itu ditepak dari belakang dengan tidak sopannya oleh Gian.

"Gue ngejar dia sampe babak belur dan rela operasi mata segala gara-gara dibogem preman, yakali gue putusin gitu aja???"

"Ya salah lu bucin banget???"

"Ya guanya sayang banget???"

Lula yang mengunyah pelan rotinya tak lagi peduli banyak, pemuda itu lanjut mencocolkan roti ke saus tomat di sekat kecil kotak bekal hijaunya. Ya memang sih, Luka akui ke-gentle-an Gian dalam memperjuangkan Yura cukup bagus. Ditambah pemuda itu pernah masuk ruang operasi karena serpihan kecil kacamata yang ditonjok preman masuk ke dalam matanya ketika menolong Yura. Padahal si Gian bisa saja teriak meminta bantuan warga, tapi karena anak itu gayanya memang songong dan tekad untuk memiliki hati Yura yang tinggi, maka ia lawan enam preman itu sekaligus.

Gian menghela napas keras, membuka sebuah roomchat di layar ponsel. Sudah bisa ditebak kalau cowok itu pasti akan menghubungi pacarnya. "Ha-halo! Ra, kok kamu marah sih. Sumpah, yang tadi pagi kamu liat itu bukan siapa-siapa, aku cuma nolongin adik kelas yang motornya mogok doang. Kan kamu yang tadi berangkat bareng si Junaedi, aku nggak marah tuh kamu sama dia. Kok kamu-- anjing dimatiin!"

Luka dari tadi sudah mengalihkan wajah, enek sendiri.

"Ka, lo liat sendiri kan, pas gua bahas si Junaedi dia langsung matiin. Harusnya gua yang marah anjir sabar banget gua ngadepin nih cewek. Untung sayang banget."

"Namanya Juna doang, Yan."

"Bodo anjing."

Luka jadi menghela napas. "Elo misuh-misuh dari tadi pagi nyoba telepon dia tapi nggak dijawab, sekalinya dijawab malah lo ajak gelut ngomongin si Juna. Tabah banget si Yura ngadepin lo."

Gian menyebikkan bibirnya, menyobek lagi roti dan mencocolkannya ke saus tomat. Luka nggak ngerti apa pun. Ia jadi teringat kalau ia salah curhat, harusnya ia bercerita ini-itu tentang pacarnya yang sedang ngambek ke orang yang ahli dengan masalah cewek, bukan ke orang di sampingnya ini yang pacaran saja belum pernah katanya.

Another LukaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ