Luka | 16

17.8K 2.5K 323
                                    

Demi apa kalau baca wattpad ditambah lagu Kiss the Rain slow ver. jadi ngena banget, gak boong kalian kudu coba 😭

--

Luka menghentikan mobilnya, memarkirkannya di garasi belakang seperti biasa. Ia turun membawa tas ranselnya kemudian masuk ke dalam lewat pintu belakang. Pemuda itu duduk di kursi makan, mengambil gelas air lalu meneguknya sesaat.

Pemuda itu melirik sofa yang tak jauh dari meja makan. Biasanya kalau ia pulang, Bi Ana akan duduk menunggunya di sana, entah itu sambil membaca buku resep makanan atau buku obat-obatan herbal. Tapi kali ini tidak, wanita itu sedang pulang kampung untuk beberapa hari untuk mengurus kepentingan keluarganya.

Luka menghela napas, entah kenapa merasa kesepian. Walau sepanjang hidupnya juga diisi dengan sepi, tapi setidaknya kalau ada Bi Ana, Raken, atau bahkan Pak Atuy, ia jadi punya sedikit tempat untuk tersenyum atau tertawa kecil ketika di dekat mereka. Pemuda itu berdiri melepas jaket hitamnya kemudian membawanya ke dalam.

Langkah Luka memelan, berhenti tepat di ujung tangga ketika melihat ibunya duduk di sofa dengan pandangan seakan kosong menatapi gelas di tangannya.

"Sekarang anak saya cacat... karena kamu," kata wanita cantik itu dengan tenang, menatap jari-jari lentiknya yang memegang gelas kosong itu, membuat Luka di sana terpaku, menunggu kelanjutan ibunya ketika pikiran-pikiran buruk tentang Raken mulai berputar di kepala.

Hana terkekeh dengan miris, yang kemudian setetes air matanya menyusul jatuh tanpa diminta, membuat Luka yang melihatnya kini sedikit menundukkan wajah tak mau melihat ibunya menangis, walau di satu sisi juga ia mencoba menghindari tatapan itu. Selama ini Mama selalu menatapnya dengan tajam dan penuh kebencian, namun sekarang tidak. Mama seperti lelah dengan semuanya. Tatapan yang entah mengapa kali ini terlihat begitu memohon, seakan... Mama begitu muak dan sudah tak tahan lagi dengan kehadirannya.

"Kamu puas kan? Raken udah gak bisa liat apa-apa," kata Hana dengan penekanan. "Sekarang Raken buta, tapi bahkan malam itu dia masih sempet nanyain kabar kamu."

"Ma, Rak--"

"Saya udah muak, saya nggak tahan lagi, jadi tolong... saya mohon kamu pergi dari sini sejauh-jauhnya," lanjut wanita itu, walau kemudian tetesan berikutnya kembali menyusul tak tertahan.

Luka mengangkat wajah, menggeleng pelan lalu mendekat pada ibunya di sofa. "Nggak, Luka gak mau pergi," katanya.

"YA TERUS KAMU MAU APA?!" teriaknya membuat Luka berhenti mendekat. Wanita itu berdiri, kini melangkah ke arah Luka, ia mengangkat wajah melihat anak itu yang jauh lebih tinggi darinya. Hana menatap wajah putranya, mata anak itu begitu sama dengan mata Raken, hidung bangirnya, serta alis yang terbentuk sempurna tidak terlalu tebal juga hampir sama dengan Raken. Hanya saja, bibir Luka lebih tipis, sama seperti ayahnya. Juga mata anak itu jauh lebih sayu dan lembut. Wanita itu diam-diam menggigit bibir dalamnya, entah kenapa begitu sakit ketika melihat mata anak itu yang sarat akan luka.

Hana melihat semuanya. Hana bisa melihat luka-luka itu bertumpuk abadi hanya dengan memandang bola mata putranya. Mata yang akan ikut tersenyum ketika anak itu sedikit saja tertawa, Hana seringkali melihatnya, entah itu di dapur saat Luka membantu Bi Ana mengupas dan memotong bumbu, atau di luar saat Luka sesekali menyapa Pak Atuy di posnya dan mengobrol ringan dengan pria itu. Anak itu dengan rapat menutup semuanya, membiarkan luka-luka itu hanya dirasa olehnya tanpa banyak kata.

"Luka gak mau jauh dari Mama."

Air mata Hana turun, jatuh perlahan melewati pipi putihnya ketika anak itu kini menunduk takut. Wanita itu tak tahu, apakah air mata ini untuk Raken atau untuk anak di depannya itu.

Another LukaWhere stories live. Discover now