JOL -4-

229 19 0
                                    

Rey menatap bangunan rumah yang minimalis dihadapannya, tangannya masih menggenggam erat koper nya. Matanya menyipit menatap seorang wanita yang berada disampingnya, wajah wanita itu menekuk tidak ada senyumnya, semenjak datang kerumah Rey untuk menjemput anak dari Rey Aan yang bernama Rey Gionino itu.

Sebenarnya wanita itu masih berat untuk menerima Rey dirumahnya, apalagi ia adalah seorang wanita dan Rey seorang pria. Apakah orangtua mereka tidak takut kalau Rey sampai melakukan yang iya-iya dengan Sabina.

"Masuk." Rey melangkahkan kakinya, menginjak lantai rumah itu. Dingin dan nyaman itulah yang Rey rasakan.

"Nama loe siapa?" Sabina mengernyit menatap Rey diam. Berjalan menuju rak sepatu dan lalu melepaskan sepatunya, mengambil sandal rumah lalu memakainya.

Rey yang menatap Sabina dengan heran itu lantas mengikuti apa yang Sabina lakukan. Jujur saja, kalau dirumah ayahnya Rey tidak pernah seperti ini, ia akan dengan santai membawa sepatunya menuju kedalam rumah tanpa mau mengganti dengan sandal, dan baru pertama kali ini Rey tergerak melakukannya.

"Kamar kamu disana, mandi terus makan." Rey mengikuti arah tunjuk Sabina, Rey diam dengan memandang Sabina.

"Apa?" tanya Sabina merasa tak enak ditatap lekat oleh Rey.

"Nama?" Sabina menghela nafasnya. Ternyata rasa penasaran didalam diri seorang Rey sangat besar.

"Sabina Fatwa Anjania, panggil Sabina." Sabina lalu beranjak untuk pergi kekamar nya dilantai bawah sedangkan kamar Rey dilantai atas.

Rey menahan tangan Sabina, membuat Sabina mengernyit dan menatap tajam pada Rey.

"Gue laper, Na."

"Na?"

"Iya, gue panggil loe Na, biar simpel soalnya Sabina kepanjangan."

"Terserah kamu." Rey tersenyum menatap Sabina yang berjalan menuju arah dapur, mungkin. Rey hanya menebak saja karena kamar Sabina berbeda jalur.

"Kamu mandi, nanti kalau makanan udah siap aku panggil." ujar Sabina melihat Rey yang mengekor dibelakangnya. Rey menganggukkan kepalanya kemudian berlari menuju kamarnya.

Sabina menghembuskan nafasnya panjang, hari-harinya selanjutnya pasti akan melelahkan, Sabina harus menyetok kesabaran, dari laporan yang Sabina dapat dari ayah Rey, Rey adalah anak yang berontak dan suka membuat ulah. Sabina harus lebih tegas lagi pada Rey, sampai lelaki itu tunduk padanya.

"Rey!" Sabina berteriak memanggil Rey, namun tak ada sahutan dari kamar lelaki itu. Sabina berdecak dengan cepat bergegas menuju ke kamar Rey.

"Rey." Sabina mengernyit melihat pintu kamar Rey yang terbuka lebar.

"Rey, makanannya udah siap." Sabina menghela nafasnya tidak menemukan Rey. Kemudian ia bergerak masuk kedalam kamar lelaki itu, Sabina berdecak menggelengkan kepalanya, ternyata Rey sedang tertidur diatas kasurnya itu, pantas tidak menyahut, mana lagi masih memakai pakaian yang sama.

"Rey. Bangun."

"Enghh, sayang." Rey tersenyum menatap Sabina yang melotot marah padanya.

"Mandi, terus makan, sarapan kamu udah siap. Aku mau pergi, kamu jaga rumah." Rey menggelengkan kepalanya. Tangannya menggapai di udara, kemudian menarik Sabina duduk disisinya, Sabina hanya memutar matanya menatap jengah pada Rey.

"Masa loe ninggalin gue sendiri dirumah."

"Kamu udah besar Rey."

"Tapi gue mau sama loe, gue nggak mau ditinggal."

"Terserah kamu. Aku mau pergi, udah telat." Sabina beranjak berdiri dan berlalu dari kamar Rey. Rey menatap kepergian Sabina dengan berdecak kesal, padahal ia mau lebih dekat dengan wanita itu. Tapi sepertinya Sabina tidak sama sekali tertarik, dan Rey harus bisa membuat Sabina tertarik dengannya.

Rey tersenyum lebar.

JUST ONE LOVE #Siregar-3- [COMPLETED]√Where stories live. Discover now