JOL -10-

210 17 0
                                    

Sabina tersenyum lebar, lagi. Ia kembali memenangkan perlombaan panah walau tadi sempat terjadi kesalahan tapi Sabina bangga pada dirinya karena bisa dengan fokus melepaskan bidikan hingga titik jarak anak panahnya dengan kubu sebelah hanya beda 2 cm.

Sabina melihat kearah duduk penonton. Tepat disebelah kanan, saat lomba berlangsung Rey terlihat disana, tapi laki-laki itu sudah tidak ada. Sabina mengernyit tiba-tiba kedua matanya ditutup, kemudian senyumnya pun mengembang.

"Rey."

Sabina membalikkan badannya dengan turunnya tangan yang tadi menutup matanya.

Satu

Dua

Detik, senyum Sabina seketika luntur. Berganti raut marah dan kesalnya. Sabina tiba-tiba tertawa dan memundurkan langkahnya.

"Mau apa lagi kamu?" tanyanya dingin.

"Sabina..."

"Jangan sebut nama aku. Nggak pantas dibibir busuk kamu."

"Sabina."

"Aku bilang jangan sebut nama aku!" teriak Sabina yang sudah terisak menutup wajahnya.

"Oke-oke. Tapi aku mohon, dengerin penjelasan aku dulu."

"Nggak."

"Kita udah selesai, Robbin." Sabina memalingkan wajahnya, airmata dipipinya masih terus mengalir.

"Kasih aku satu kesempatan, aku mohon." Sabina tetap memalingkan wajahnya, menghiraukan Robbin yang berlutut dihadapannya.

"Na?" Sabina dengan isakannya langsung berlari menuju Rey, memeluk tubuh laki-laki itu erat.

"Sayang, kamu kenapa? Dan ... dia siapa?" Sabina menggelengkan kepalanya didalam dada Rey.

Robbin merasakan sakit di ulu hatinya. Sakit batinnya melihat Sabina yang sangat nyaman dipelukan laki-laki lain. Robbin kemudian bangkit berdiri, ia menatap Rey dengan dingin.

"Aku pacar Sabina." Rey mengernyitkan dahinya.

"Nggak."

"Sabina." Sabina menatap Robbin masih dengan tangannya yang memeluk Rey.

"Kita udah putus Robbin."

"Kapan? Tapi..."

"Sekarang. Hati aku udah mati rasa sama kamu, cukup. Sampai disini aja, aku nggak akan benci sama kamu, aku juga udah maafin kamu, tapi asal kamu tahu dalam hidup aku melihat kamu cukup ini yang terakhir."

"Sabina."

Rey menatap Robbin yang terlihat sangat frustasi. Rey menatap Sabina, wanita itu menggenggam tangannya kuat membawa langkah mereka keluar dari arena perlombaan.

Sampai dirumah mereka hanya saling diam-diaman saja. Rey yang bingung hendak memulai pembicaraan, melihat wajah murung Sabina.

"Sayang." Sabina mengangkat wajahnya. Tiba-tiba Sabina mencebikkan bibirnya dan menundukkan kepalanya. Rey khawatir dengan cepat membawa Sabina dalam dekapannya, menciumi puncak kepala Sabina dengan sayang.

"Rey."

"Iya sayang?"

"Jangan tinggalin aku, hiks."

"Nggak akan."

"Robbin..." Rey terdiam menunggu Sabina melanjutkan kalimatnya. Mungkin cukup mendengarkan pilu hati Sabina akan sedikit menenangkan kekasihnya itu. Walau jujur, Rey cemburu karena Sabina yang sampai seperti itu menangisi Robbin.

"Robbin. Dia ninggalin aku, dia nggak dukung hobi aku, aku dia tinggalin dan dia sama cewek lain. Hiks, Robbin." Sabina meremas baju kaos Rey dengan erat.

Rey memalingkan wajahnya. Tangannya mengepal kuat. Begitu dalamnya perasaan Sabina pada Robbin.

Rey membaringkan Sabina keatas kasur. Setelah menyelimutinya, Rey lantas berlalu meninggalkan rumah tersebut. Ia membutuhkan minuman untuk menenangkan hatinya.

💧💧💧

Sabina mengerjapkan matanya, suara gerimis dari luar jendela membangunkan wanita itu dari tidurnya. Sabina meringkuk merapatkan selimut ditubuh nya. Beberapa menit kemudian Sabina teringat sesuatu, wanita itu langsung bangkit dan berlari keluar dari kamarnya.

"Rey!"

"Rey!"

Sabina menutup mulutnya, lelehan airmatanya jatuh dipipinya. Sabina menggelengkan kepalanya.

"Bodoh. Dasar Sabina bodoh." ucapnya seraya memukul kuat kepalanya, berulang kali Sabina melakukannya sampai, sebuah tangan datang mencekalnya.

Grep

"Hiks. Maafin aku s-sayang hiks. Maafin aku."

"Aku cinta sama kamu Na." Sabina mengeratkan pelukannya pada Rey. Menenggelamkan wajahnya dileher laki-laki itu.

"Aku cinta sama kamu Rey." Rey tersenyum, mengusap punggung Sabina. Mencium puncak kepala kekasihnya dengan lembut, dan semakin erat memeluknya.

Rey mendekap Sabina yang berbaring di dadanya. Tangan Rey terulur menaikkan lebih tinggi selimut untuk menutupi bagian atas tubuh mereka yang telanjang.

"Tadi kamu kemana?" manja Sabina dengan menggambar pola abstrak di dada bidang Rey.

"Pergi ke club." tangan Sabina berhenti. Ia menatap Rey mengernyit dalam.

"Tidak minum-minum, hanya menjenguk Alig. Sebelumnya memang maunya minum, buat tenangin hati. Tapi aku mikirin kamu, kalau nanti aku mabuk terus pulang-pulang bawa kabar buruk buat kamu. Terus siapa yang jagain pacar aku, jadi aku cuman duduk ngobrol sama Alig, itu juga nggak lama karena aku khawatir sama kamu."

Cup

"I always love you Rey." Rey tersenyum mengecup bibir Sabina.

"Ulululuu.."

"Iih Rey."

"Hehe. Sayang?"

"Hm?"

"Selamat ya,"

"Selamat?"

"Iya. Selamat kamu udah berhasil merubah aku, memenangkan hati aku, membuat aku bisa berubah total dari ujung rambut sampai ujung kaki."

"Iya. Terima kasih juga, kamu udah cinta dan sayang sama aku, dan nggak ninggalin aku."

"Itu harus sayang. Sampai kapanpun, sampai ujung maut aku tetap bersama kamu." ucap Rey yang langsung mendapat pelukan erat Sabina, Sabina tersenyum merona saat tangan Rey yang bergerilya dibagian bawah pahanya.

"Lagi?" tanya Rey.

"Kamu harus lamar aku habis ini, Rey."

"Asyiapp cintaku. Mau aku nikahin besok juga aku siap."

"Iih Rey."

"Hehe. Iya-iya."

Cup

"Tapi kamu masih sekolah,"

"Tinggal 3 bulan lagi aku udah lulus. Aku akan langsung nikahin kamu sayang. Aku nggak akan pikir lama-lama buat milikin kamu, dan juga terima kasih untuk malam ini."

Cup

"Aku sayang kamu Rey."








JUST ONE LOVE #Siregar-3- [COMPLETED]√Where stories live. Discover now