Extra Part -JOL-

414 17 0
                                    

"Deka! Sini kamu,"

"Apa pa-- aduh-aduh pa kuping Deka pa.."

"Apa-apa, ini apa, surat panggilan banyak gini kenapa papa nggak tau? Jawab Deka atau papa hancurin konsol game kamu."

"Rey. Kamu kenapa lagi, kasian tuh loh anak kamu, kupingnya merah." Deka menatap ibunya, wajah Sabina yang masih cantik seiring usianya itu. Deka mencebikkan bibirnya membuat wajah seakan-akan ia sangat tersiksa dengan ayahnya, Rey laki-laki yang sangat suka menjewer nya dan marah-marah.

Tapi heran ya, kok wajah Rey tidak keriput walau sering marah, malahan semakin tampan dan rupawan. Haha oke-oke cukup berhalunya.

"Na, anak kamu nih. Nih lihat surat panggilan udah dari seminggu yang lalu, sebanyak ini...." Rey dengan semangat menunjuk tujuh surat dengan logo sekolahnya Deka dan juga tertera masing-masing didepan surat tersebut SURAT PANGGILAN.

"Astaga Deka! Baru satu bulan yang lalu mama sama papa dipanggil, ini dipanggil lagi." geleng Sabina. Sungguh tingkah Deka lebih parah, parahnya sudah tidak tertulung, sungguh-sungguh parah.

"Apa Na? Kamu kenapa nggak bilang,"

"Bilang apa Rey?"

"Surat panggilan. Kenapa kamu nggak kasih tau aku?" Sabina melebarkan bola matanya, lalu wanita itu menyengir lantas dengan cepat memeluk lengan Rey memberi tatapan bersalahnya.

"Maafkan aku Rey, aku lupa hehe. Lagian kan, yaudah lah udah lewat juga." ucap Sabina.

Rey menghembuskan nafasnya panjang, laki-laki itu kemudian menatap pada putra bungsunya itu, wajah Deka dan semua perilakunya sangat mencerminkan Rey yang dulu. Dan ya, Rey akui semuanya.

"Besok papa ke sekolah. Sekalian pindahin Deka."

"Pindah? Ah papa Deka nggak mau, pokoknya nggak mau." Deka mengernyitkan dahinya tak suka.

"Kamu nggak mau terserah kamu, tapi siap-siap ucapkan say good bye sama semua konsol game kamu.." ucap Rey dengan santai, melangkahkan kakinya bersama Sabina yang masih begelanjut dilengannya. Ini lagi bini satu.

"Papa! Jahat banget sama Deka!"

"Papa, mama! Ampuni Deka!"

"Pa!"

"NGGAK DENGER!" Deka berdecak merasa gemas dengan ayahnya itu, nggak denger kok bisa jawab.

Aneh bin aneh.

"Apa lagi sih dek? Teriak-teriak dirumah orang." Deka mengerucut melihat sang kakak yang masih mengenakan baju basket lengkap dengan bola basket ditangannya yang sedang ia putar-putar. Dan yang pasti laki-laki itu baru pulang dari sekolahnya, terlihat dari tas dipunggung nya itu.

"Rumah kita kak, rumah orang."

"Iya kan rumah papa sama mama, bukan rumah kita. Emang kamu udah punya rumah heh?" tanya Raga seraya mendudukkan dirinya di sofa dan mencomot kue yang berada di toples. Deka duduk disebelah Raga, mengambil bola basket lalu memainkannya.

"Raga." kedua laki-laki yang sedang mengobrol di sofa itu mengalihkan perhatian mereka pada Sabina yang sedang berjalan menuju mereka tepatnya kearah Raga.

"Baru pulang kamu?"

"Iya ma. Eh, mana papa ma?" tanya Raga setelah mencium pipi Sabina.

"Ada dikamar, lagi istirahat. Kamu bersih-bersih sana terus makan," Raga berdehem. Raga lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Ma, nih."

"Apa ini?" tanya Sabina mengernyit menatap amplop putih yang sudah berada ditangannya. Sabina lalu menghela nafasnya menatap Raga curiga.

JUST ONE LOVE #Siregar-3- [COMPLETED]√Where stories live. Discover now