JOL -5-

214 17 0
                                    

Rey berdiri didepan bangunan besar, sekolah barunya untuk kesekian kalinya. Rey menghembuskan nafasnya langkahnya maju memasuki halaman sekolah. Tatapan dan pandangan terus menelisik mengikutinya, Rey tahu ia itu tampan, tapi kalau terlalu diperhatikan diakan jadi tinggi hati.

"Woy! Murid baru ya?" Rey mengernyit ditatapnya satu laki-laki yang seumuran dengannya, sedang duduk sambil menghisap batang rokok.

Ini Sabina, serius memasukkan nya ke sekolah yang begini cirinya.

Rey akui kalau ia memang anak yang susah diatur, membangkang, suka keributan tapi kalau masalah benda yang dihisap, seperti rokok itu apalagi minum-minuman dan sebagainya tentu. Itu bukan hobinya Rey, Rey usaha penuh menjauhi benda-benda seperti itu.

Karena Rey tahu, akibatnya apa kalau ia sampai menggunakan benda itu.

"Iya gue murid baru. Oh, ruangan kepsek dimana?" tanya Rey.

"Sebelah kanan, belok kiri, lurus, diujung. Ada tulisannya kok. Loe bisa baca kan," Rey menganggukkan kepalanya. Kemudian berlalu begitu saja, sebelum jauh kakinya berjalan tiba-tiba ada yang menarik kerah belakang seragamnya.

Rey menatap tajam pada laki-laki itu,  yang tersangka menarik kerah seragamnya hingga Rey bergerak mundur secara paksa.

"Apaan loe tarik-tarik? Cari gara-gara heh." mulai lagi Rey.

"Sama-sama."

"Hah?" Rey mengerutkan dahinya, melihat laki-laki itu yang masih berdiri didepannya.

"Kalau orang nolongin loe, loe harusnya bilang 'makasih'."

"Terserah gue dong, mulut gue juga napa loe yang sewot."

"Kenalin... gue Gery, mulai hari ini gue yang awasin loe."

"Apa?"

"Iya. Sabina yang nyuruh gue. Udah sini, gue anterin keruangan kepsek." Rey yang masih bingung menatap sinis pada tangan Gery yang merangkul bahunya, dan menyeret langkah mereka berjalan kedepan.

🐳🐳🐳

Sabina menutup kedua telinganya, sedari tadi seorang lelaki dibelakangnya itu tidak mau diam, terus mengoceh dan protes padanya.

"Demi kebaikan kamu Rey,"

"Kebaikan apa Na? Gue nggak mau di awasin, emang gue bocah apa."

"Nggak bisa Rey. Aku udah ngomong sama Gery, cuman dua bulan kok. Aku mau lihat, kamu masih suka rusuh nggak disekolah,"

"Na."

"Udah Rey. Nih, makan nasi goreng kamu. Habis itu bantuin aku bersihin halaman belakang." Sabina meletakkan piring yang berisi nasi goreng komplit sesuai keinginan sang tuan raja.

"Emang kenapa?"

"Ya kantor lah Rey, kalau mau dibersihkan itu artinya halaman belakangnya kotor."

"Bukan itu maksud gue, Sabina sayang." Sabina melotot panggilan Rey tidak sehat bagi jantungnya. Bohong.

"Maksud gue, kenapa gue harus diawasin segala? Gue janji nggak bakal bikin rusuh deh, janji. Nggak perlu pake diawasin, gue nggak suka sama si Gery salut itu."

"Dua bulan aja Rey."

"Na."

"Nggak nggak nggak. Udah cepetan makan, aku tungguin di belakang." ucap Sabina kemudian melenggang pergi. Rey melenguh berat, mengacak rambutnya dengan segera memakan nasi gorengnya.

Rey berjalan pelan menuju ke halaman belakang, matanya memperhatikan Sabina yang tengah menyirami bunga bermacam jenis dan warna. Rey memutar matanya menatap Gery yang melambai tersenyum padanya.

Kenapa manusia itu ada dirumah Sabina? Jawabannya, karena Gery itu tinggal disebelah rumah Sabina hanya Rey tidak tau, persahabatan antara Gery dan Sabina yang benar-benar hanya sahabat tidak ada perasaan cinta atau apalah dalam hubungan sahabat itu, mereka bukan berada di film My Heart.

"Hay Rey, ketemu lagi kita." Rey memutar matanya mendekati Sabina, tanpa menatap Gery didekat mereka.

"Kita? Loe aja kali, ngapain loe disini?" ketus Rey menatap Gery tak suka.

"Ya, ngapelin cewek gue lah, lah loe ngapain? Hayo."

"Apaan? Ngapelin, lebay. Na gue harus ngapain nih?" tanyanya pada Sabina yang sedari tadi hanya cuek dengan Gery dan Rey.

"Na? Loe manggil Sabina 'Na'."

"Mulut mulut gue, diem deh loe sewot terus rasaan." Gery menahan senyumnya melihat raut wajah kesal Rey.

"Ck, loe sensian banget deh. PMS ya?"

"Iya. Emang kenapa? Nanya lagi loe, gue tendang."

"Wesh, santai Rey. Tuaan gue dari loe, kualat loe. Sabina, kok kamu mau nampung nih bocah sensian?" tanya Gery dan merangkul bahu Sabina, tak memperdulikan tatapan geram Rey dibelakangnya.

"Udah Ry, jangan ganggu terus. Mending kamu nyapu deh, ambil sapu lidi didekat keran air sana."

"Hehe, oke siap ibu negara."

"Rey."

"Apa?" ketus Rey mencak-mencak. Ia sungguh tidak suka dengan adanya Gery, karena Rey niatnya hanya mau berduaan dengan Sabina, lantas niatnya tak sampai karena Gery.

"Bantuin aku, rapihin tanah liat ini masukin ke kertas,"

Rey menatap tanah basah dan penuh dengan kotoran disampingnya, serius Sabina suruh ia untuk memegang tanah itu.

"Pakai tangan?"

"Pakai kaki Rey,"

"Ck, diem deh loe Gery salut." Gery tertawa saat Rey yang menatapnya tajam. Benar-benar sebuah hiburan untuk Gery, mengerjai Rey dan melihat wajah kesal laki-laki itu.

"Iya pakai tangan Rey, nanti kan cuci juga. Ayok."

"Na."

"Hm?"

"Lengan baju gue panjang, tangan kiri gue juga udah kotor, bantuin gulung keatas.."

Sabina tersenyum tipis, bergerak membasuh tangannya yang juga sudah kotor dengan tanah, lalu kembali dan dengan pelan menggulung lengan baju Rey, Rey merona saat kulit tangannya yang langsung bersentuhan dengan tangan Sabina. Hangat.

JUST ONE LOVE #Siregar-3- [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang