02 :: COWOK YANG DISUKA

8 2 0
                                    

Menginjak semester kedua di tahun pertama, kami berempat semakin dekat. Secara tidak langsung, Putri mengungkapkan jika ia menyukai teman SMP-nya yang sekarang bersekolah di tempat yang sama bahkan sekelas dengannya. Yang artinya, laki-laki itu juga sekelas denganku dan tentunya dengan kami juga.

Di setiap kesempatan, kami selalu punya cara untuk menggoda Putri. Dan ekspresi Putri saat malu-malu itulah yang membuat kami tertawa.

Lalu, Nafa juga menceritakan hubungan diam-diamnya dengan salah satu kakak kelas. Dengan antusias yang dimilikinya, Nafa menceritakan beberapa hal yang ia alami bersama pacarnya kepada kami. Seperti mereka akan bertemu di parkiran, lalu berjalan bersama ke kelas dengan saling bergandengan tangan, dan berpisah di tengah jalan karena letak kelas mereka yang berbeda. Kelas Nafa berada di belakang, dekat lapangan. Sedangkan pacarnya ada di depan, di tingkat dua, dekat ruang guru.

Terakhir, Shafa. Termasuk perempuan yang suka dengan laki-laki baik-baik dan lemah lembut. Pilihannya pun jatuh pada Radit, anak kelas sebelah.

Sedangkan aku? Yah, selama hampir tujuh tahun aku masih saja bertahan dengan satu laki-laki. Meskipun sudah berulang kali jatuh hati pada laki-laki lain, namun semua itu terkalahkan saat aku melihat dia dengan jarak yang cukup dekat.

Mungkin, rasa suka kami ini hanyalah sebatas cinta monyet saja. Tapi, jika aku masih saja merasakannya setelah tujuh tahun berlalu, masih pantaskah disebut sebagai cinta monyet? Lagipula, aku juga sudah enam belas tahun, sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk.

Untuk kasusku ini, aku hanya mengungkap bahwa ada laki-laki yang kusukai sejak lama. Tapi, aku belum mau untuk memberitahukan siapa laki-laki itu. Aku masih belum punya keberanian untuk itu, karena aku tahu akibatnya jika mereka tahu siapa laki-laki yang kusukai.

Seperti pada kasus Putri, pasti aku akan digoda setiap hari. Apalagi jika dia melintasi kelasku, karena memang ia kadang lewat depan kelas. Dan dengan kemampuan akting yang ku miliki, aku berusaha untuk terlihat biasa saja. Walau kadang ia menyapaku lewat matanya dan itu membuatku seakan ingin berteriak dan jingkrak-jingkrak, tapi aku berhasil menahannya.

Hingga suatu hari, mereka bertiga bertanya padaku karena sangat penasaran. Hanya aku yang tidak menyebut nama laki-laki yang kusukai. Akhirnya, setelah melewati perdebatan yang panjang dan hasilnya, sudah pasti aku yang kalah. Bagaimana tidak? Mereka bertiga memberiku pertanyaan bertubi-tubi, sedangkan aku hanya sendirian.

Saat istirahat, aku berjanji untuk memberitahu mereka. Bukan hanya nama saja, akan kuberitahu mereka yang mana orangnya.

Dan bel pun berbunyi. Dengan semangat yang berlebihan, Nafa menarik tanganku untuk ke kantin. Sedangkan Shafa dan Putri mengikuti di belakang.

Sampailah kami di kantin, tanpa membutuhkan waktu lama, aku sudah menemukan keberadannya. Aku pun beralih menarik Nafa untuk duduk di kursi yang dekat dengannya. Saat ini, ia sedang memesan makanan di tengah padatnya siswa yang juga membeli beberapa snack.

"Yang mana nih?" tanya Nafa sambil celingukan.

"Hush, jangan keras-keras dong, kalo ada yang denger kan gue malu," tegurku.

"Namanya siapa, La?" tanya Shafa. "Siapa tahu gue kenal. Kalo lo nggak berani ngomong sama dia soal perasaan lo, biar gue aja. Gue bisa mewakili lo kok," ujarnya yang menbuatku melotot.

"Jangan!" seruku. "Gue tipe orang yang suka memendam perasaan sendiri. Lagipula, dia teman SMP gue. Bakal canggung nanti kalau dia tahu gue suka sama dia," jelasku. Walau sekarang sudah cukup canggung sih, karena tidak satu kelas.

Setelah melihat dia duduk dengan tenang sambil makan jajan, aku pun memberitahu namanya.

"Namanya Amar," kataku di awal. "Kira-kira, satu tahun yang lalu, kami sangat dekat karena duduk kami yang selalu berdekatan, walau tidak pernah sebangku. Meski berjauhan pun, sepertinya dia selalu punya cara untuk membuatku kesal dan melampiaskan rasa kesal itu padanya."

Sepertinya, aku salah mengeluarkan kata-kata. Seharusnya, aku hanya menberitahu mereka nama dan orangnya saja, bukan malah cerita menyedihkan sekaligus memalukan ini.

Meskipun begitu, aku tetap memilih untuk meneruskannya. "Tapi, satu tahun kemudian, yang artinya hari ini, aku merasa seperti dia adalah orang yang berbeda. Ya walaupun dia masih menyapaku, tapi aku merasa ada yang berbeda. Mungkin karena kita nggak sekelas, dan dia selalu saja menggoda para perempuan. Itu membuatku sedih dan juga iri pada mereka yang punya kesempatan untuk sekelas dan dekat dengannya."

"Duh, sedih banget sih ceritanya. Cup cup, jangan nangis ya. Lo masih punya kita kok, tenang," hibur Shafa sambil mengelus pelan tanganku.

Aku hanya tersenyum menanggapinya.

"Jadi, orangnya yang mana nih?" tanya Nafa lagi.

Aku hanya bisa tersenyum dan menghela napasku. Kukira, dengan aku bercerita sedikit panjang tadi, akan membuat mereka lupa bahwa aku akan memberitahu yang mana dia. Tapi ternyata aku salah. Ide yang datang secara mendadak itu tak berjalan sesuak keinginan.

"Tuh, di belakang kalian, lagi makan jajan," jawabku. "Awas! Jangan bilang sama siapapun, jangan menunjukkan gelagat yang aneh, jangan cerita sama siapapun. Pokoknya, hanya kita berempat yang boleh tahu siapa dia dan apa arti dia dalam hidup gue. Yang lain nggak boleh tahu. Janji?"

"Iya, iya. Takut banget sih ada yang tahu selain kita," balas Putri.

"Apa perlu gue bicara sama dia, La?" tawar Shafa.

"Jangan!"

"Kenapa sih? Lo nggak mau dia tahu perasaan lo?" tanya Shafa.

Aku menghelas napas. Jiwa berani Shafa mulai muncul. Akan susah untuk meradakannya, tapi aku harus mencobanya. Daripada nanti dia tahu akan perasaanku dan mulai menjauhiku. Tidak, aku tidak bisa membayangkannya. Berada di kelas yang berbeda saja sudah membuatku sedih dan kesal, apalagi kalau dia tahu soal perasaanku.

"Pokoknya, hanya kita berempat yang tahu soal ini. Ingat, HANYA KITA BEREMPAT!"

Dan aku pun pergi untuk menbeli bakso. Istirahat tinggal sepuluh menitagi. Tak terasa, waktu yang kugunakan untuk bercerita tadi cukup lama, padahal hanya sedikit saja.

***

LAPUNASHA (COMPLETED)✔Where stories live. Discover now