13 :: ULANG TAHUN NAFA

2 1 0
                                    

Sampailah kami di sini, di sebuah cafe and resto dengan kolam renang di bagian belakang. Sepertinya, acaranya akan di adakan di sana. Apalagi setelah melihat dekorasi yang sudah dipasang.

Aku dan Putri berjalan dengan pelan, mencari sosok Nafa hingga akhirnya yang dicari pun muncul. Dia menghampiri kami. Tapi, dari cara tatap serta senyumnya, aku tahu kalau dia bukan Nafa yang aku kenal. Dia sudah sedikit berubah. Dan aku tidak senang dengan fakta itu.

Nafa hanya menghampiri kami berdua, menerima ucapan selamat luang tahun dari kami, berterima kasih, menyuruh kami untuk menikmati hidangan, mengambil kado dari kami serta berterima kasih, dan terakhir meninggalkan kami.

Suasasa di sini masih sepi, hanya ada anggota keluarga dan pegawai resto. Kurasa, teman-temannya Nafa akan datang terlambat. Aku dan Putri pun pamit untuk melihat-lihat resto ini, sambil berfoto tentunya.

Satu jam berlalu, dan belum ada tanda-tanda seseorang akan datang. Padahal, bilangnya jam empat sore, tapi sampai maghrib pun belum ada yang datang. Hingga suara berbisik-bisik itu tertangkap telingaku.

Ah, sepertinya itu teman-teman Nafa di perkuliahan. Mereka terlihat sedang menyiapkan sebuah kue ulang tahun untuk Nafa. Aku tersenyum miris. Good. Sekarang, gue bener-bener merasa minder.

Tak lama kemudian, teman-teman Nafa saat di kelas dua SMA pun datang. Mereka juga sama membawa kue ulang tahun. Kami saling sapa sebentar sebelum akhirnya duduk di kursi yang berbeda.

Acara akhirnya di mulai. Semua teman-teman Nafa bersorak sorai, menggoda Nafa. Sedangkan aku dan Putri hanya bisa ikut tersenyum sambil menikmati kudapan yang disediakan.

Tenggorokanku serasa tercekat melihat semua ini. Aku merasa seperti orang asing yang tak dianggap kehadirannya. Tidak ada yang mengenalku di sini kecuali Nafa dan Putri. Dan rasanya aku ingin segera pulang. Tapi, sepertinya aku harus di sini sanpai acara makan-makan, karena nyatanya perutku sangat lapar sekarang. Setelah itu, baru aku bisa bebas dari tempat menyesakkan ini.

Ponselku bergetar. Aku pun mengambilnya. Ternyata, Shafa memanggil.

"Halo, Shaf."

"Iya, halo, La. Acaranya udah mulai belum? Gue mau ke sana bentar nih, mumpun dikasih waktu istirahat."

"Oh, ini baru aja mulai. Buruan deh kalo gitu."

"Oke, tunggu gue, ya."

Shafa menutup telponnya. Ia datang sepuluh menit kemudian. Setelah mengucapkan selamat ulang tahun dan sedikit berbincang, Shafa kemudian menghampiriku dan Putri. Ia duduk di sebelahku. Kami pun melepas kangen.

Acara potong kue akhirnya selesai. Kemudian dilanjutkan dengan menyanyi bersama dan makan-makan. Aku segera mengambil makanan, mencoba mengabaikan Nafa yang asyik berfoto dengan teman-temannya. Walau sebenarnya, dalam hati aku juga ingin berfoto dengannya. Mungkin untuk yang kali terakhir, karena aku yakin setelah ini kami akan sulit bertemu, atau malah tidak bisa bertemu sama sekali dengan berbagai alasan?

Entahlah, aku juga tidak tahu. Yang jelas, sekarang aku harus segera menghabiskan makananku dan pulang. Lebih baik diam di rumah daripada di sini, merasa kesepian padahal keramaian itu menggoda.

"Naf, gue sama Putri pamit pulang, ya. Udah malem nih, udah dicari bokap juga," pamitku.

Saat itu, setelah makananku habis, Nafa tetap asyik dengan teman-temannya di atas panggung. Berkaraoke sambil memamerkan kedekatan dan kebahagiaan mereka di sosi media. Niatnya, aku akan menunggu Nafa turun, barulah aku akan menghampirinya. Tapi, opsi tersebut tidak bisa kujalankan karena Nafa tak kunjung turun dari panggung. Akhirnya, aku pun memanggilnya sebentar untuk pamit.

Sedangkan Shafa? Dia masih betah di sana. Tentu saja, karena ada beberapa yang dikenalnya saat SMA. Dengan ilmu sosialisasinya, pasti Shafa akan langsung akrab dengan mereka.

Saat kami akan pulang, Shafa merengek ingin berfoto. Sebagai kenang-kenangan katanya. Kami pun nerfoto di tempat yang sudah disediakan.

"Nanti gue kirim, ya," ujar Shafa. "Hati-hati pulangnya. Slow aja, jangan ngebut."

Aku hanya mengangguk menanggapinya.

Akhirnya, aku dan Putri pun pulang.

"La, lo pasti nggak nyaman, ya, di sana?" tanya Putri.

Ingin aku menjawab tidak, tapi hati kecilku berteriak agar menceritakan apa yang menjadi masalahku di acara ini.

"Seperti yang lo liat," jawabku kurang memuaskan.

Tapi, Putri memilih untuk diam. Aku tahu, ia pasti juga merasakan hal yang sana. Hanya saja, ia lebih pintar menutup perasaannya dengan sebuah senyuman. Tidak sepertiku, yang malah uring-uringan tidak jelas.

***

Sesampainya di rumah, aku langsung mengganti baju dengan baju tidur. Aku tidak mandi karena tadi sudah mandi di rumah Putri.

Melihat ekspresi ibuku yang datar dan tak menanyakan apapun, itu sudah memberitahuku bahwa beliau marah. Karena ini kali pertama aku pulang malam. Apalagi, aku pamitnya mungkin maghrib sudah pulang. Eh ternyata, maghrib acaranya baru dimulai. Terpaksa aku harus tinggal lebih lama, masa acara baru mulai aku harus pulang? Kan sayang perjalananku dari rumah ke rumah Nafa yang memakan waktu cukup lama, jaraknya jauh pula.

Mengabaikan kemarahan ibuku, aku langsung ke kamar dan tidur. Semoga besok, ibu sudah tidak marah lagi.

***

LAPUNASHA (COMPLETED)✔Where stories live. Discover now