10 :: UN

2 1 0
                                    

Aku kira, berita aku, Anggun, dan Valen yang menjadi juara satu di olimpiade kemarin akan disebarkan saat upacara. Karena biasanya, jika ada yang mengikuti lomba dan menang, akan diumumkan saat itu. Tapi, setelah dua minggu berlalu dan piala untuk sekolah sampai, tidak ada tanda-tanda berita membahagiakan itu akan disebar.

Bukannya haus pujian, hanya saja kami ingin diperlakukan adil seperti yang lain. Kami juga berjuang melawan peserta lain saat olimpiade. Meskipun aku tahu kalau yang mengadakan olimpiade itu adalah perguruan tinggi swasta yang juga ingin mempromosikan perguruannya melalui kegiatan olimpiade. Kami pun ikut menyumbang piala untuk sekolah. Tapi, kami tidak diberi feedback apapun.

Keculai dari wali kelas kami. Saat Anggun memberitahu beliau bahwa kami juara satu, beliau langsung memberi kami hadiah berupa uang dan ucapan selamat serta rasa bangganya pada kami. Yah, setidaknya masih ada yang peduli pada perjuangan kami.

Anggun pun pernah bilang, saat perjalanan pulang di angkot, ada yang menanyainya tentang olimpiade. Dengan bangga, Anggun mengiyakan. Tapi, respon yang ia dapat malah seperti ejekan. Seolah kami tidak boleh langsung puas dan bangga jika hanya menang di olimpiade kecil seperti itu. Memang sih, kita tidak boleh cepat puas, karena akan menghambat perkembangan kita. Tapi, apa salahnya jika kita merasa bangga? Lagipula, sekecil apapun yang kita dapatkan, pasti memiliki menfaat. Entah itu untuk kami, ataupun orang lain.

Teman sekelas kami pun ada yang bersikap seolah mengejek kami, bahwa dengan menang olimpiade kecil tidak akan membawa kami ke perguruan tinggi negeri. Ejekan itu khususnya diberikan kepada Anggun. Karena aku tahu kalau orang tuaku tidak akan mengijinkanku kuliah jauh-jauh. Apalagi, aku memiliki dua adik perempuan yang masih kecil sehingga aku harus membantu ibu mengurus mereka dan juga rumah.

Jadilah aku hanya bisa memberikan semangat untuk Anggun agar ia tidak terpengaruh dengan ejekan-ejekan dari mereka.

"Lo harus buktiin kalo lo bisa, Nggun! Lo bisa masuk PTN!"

Anggun tersenyum dan memelukku dari samping. "Iya, makasih. Lo juga dong, harus semangat. Walau nggak dibolehin kuliah jauh dari rumah, setidaknya di waktu kerja lo harus kejar impian lo dan sukses. Kita harus sukses sama-sama. Biar bisa menyombongkan diri di hadapan mereka. Oke?"

"Oke, dong."

Kami berdua tertawa dan mencoba melupakan berbagai ejekan itu. Tidak ada gunanya juga. Toh, mereka hanya bisa berkomentar saja.

***

Beberapa hari mendekati UN, anak-anak sudah diributkan dengan masalah kunci jawaban. Entah darimana mereka mendapatkannya. Yang pasti, aku dan Anggun tidak mau ikut-ikutan yang seperti itu. Kalaupun jawabannya memang benar, kami juga tidak peduli. Percuma juga kami belajar selama tiga tahun kalau ujung-ujungnya hanya menyalin jawaban dari sebuah kertas?

Tapi, ini pendapat pribadiku, ya. Jadi, jangan diambil hati. Karena aku tahu, persentase orang yang suka dengan kunci jawaban lebih banyak dibanding persentase orang-orang sepertiku.

Hari pertama UN pun tiba. Dengan tegang, kami memasuki kelas dan mulai menjawab satu per satu soalnya. Aku mencoba mengabaikan teman-temanku yang saling berbisik mencari jawaban ataupun melihat kunci jawaban. Walau terkadang, aku juga tergiur dengan mereka. Tapi, aku berjanji pada diriku sendiri kalau aku harus bisa jujur saat ujian. Meskipun aku tahu, nilai UN ini tidak akan berguna di dunia kerja, tapi setidaknya aku sudah menerapkan salah satu sifat yang pasti akan berguna di dunia kerja; jujur.

***

Kami harus menunggu beberapa hari untuk tahu hasil UN. Selama itu, kami tetap masuk seperti biasa. Hanya saja, kami tidak melakukan apa-apa. Kecuali mereka yang masih ada remidi dan belum melakukan ujian praktek untuk beberapa mata pelajaran.

Sedangkan aku? Pastinya terbebas dengan hal-hal seperti itu. Sepanjang hari, yang aku lakukan hanyalah mengobrol, makan di kantin, membaca cerita, dan terkadang tidur.

Tapi, untuk hari ini, aku diajak Nafa untuk nonton film horror di kelasnya saat pulang sekolah nanti. Anggun tidak bisa ikut karena ia harus pulang bersama adiknya. Jadilah aku, Juwita, Nafa, Shafa, Putri, dan Lita—teman dekat Juwita nonton bersama di kelas Nafa. Suasana kelas dan sekolah pun sangat mendukung karena sudah cukup sepi. Apalagi, gorden kelas ditutup sehingga menimbulkan kesan gelap.

Beberapa kali kami berteriak saat ada adegan yang mengagetkan. Kalau aku sih, lebih baik tutup mata dan telinga saat akan menuju adegan seperti itu. Daripada rasa takutku terbawa sampai rumah.

Hari semakin sore, dan filmnya pun akhirnya selesai. Kami membahas adegan-adegan di film tadi. Sampai kelas kami didatangi satpam, karena memang sudah waktunya untuk dikunci. Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat hari ini. Apalagi dihabiskan untuk menonton film. Dan ini kali pertama aku nonton film bareng. Menyenangkan juga ternyata. Meskipun aku masih belum paham akan jalur ceritanya karena lebih banyak tutup mata dan telinga daripada nonton. Hehehe...

***

Hasil UN pun akhirnya keluar. Aku mencari namaku yang ternyata berada di urutan nomor 56 dari 360 murid. Hemm... Tidak terlalu mengecewakan, apalagi ini murni kerja kerasku. Jadi, seharusnya aku bangga walau hasilnya tidak terlalu memuaskan.

Sementara itu, aku sangat terkejud melihat nama di posisi teratas. Nabila, yang merupakan teman sekelasku. Sungguh tak bisa dipercaya. Dia saja selalu remidi saat ulangan—tidak selalu sih, kadang-kadang. Tugas pun jarang dikerjakan. Tapi, ya, wajar sih. Kalau dilihat dari sikapnya, pasti ia membeli kunci jawaban.

Aku tahu seharusnya tidak boleh meremehkan orang lain seperti itu. Karena bisa saja, suatu hari nanti dia sukses lebih dulu daripada aku. Tapi, tetap saja hal-hal seperti itu membuatku kesal.

Apalagi ada beberapa temanku yang seolah mengatakan kalau aku dan Anggun akan susah untuk masuk PTN. Huh, seolah mereka gampang saja. Untuk Anggun, nilainya di bawahku. Tapi, aku tahu jika Anggun bisa masuk PTN. Dan aku selalu memberinya semangat dan motivasi, juga wejangan agar tidak memikirkan perkataan orang lain yang dapat meruntuhkan rasa percaya diri.

***

LAPUNASHA (COMPLETED)✔Where stories live. Discover now