dua puluh dua

1.8K 339 35
                                    

Setelah penerbangan tadi, Hyunjin duduk di kasur hotel dengan keadaan segar dan segera membaringkan tubuhnya.

Lelah? Pasti. Namun bukan lelah karena kelamaan mengendalikan pesawat.

Menjadi pilot ada enaknya dan tidak. Sejujurnya, maskapai penerbangan Hyunjin telah memasangkan auto mission atau pengendali otomatis setelah lepas landas. Selebihnya langsung diserahkan pada komputer yang sudah terprogram untuk rute  tersebut. Dan Hyunjin hanya memegang kendali kurang dari lima menit setelah lepas landas. Meski begitu, Hyunjin dan co-pilot nya harus tetap memantau monitor, takut-takut ada emergency.

Untuk tempat istirahat ada di brunker atas dan bawah. Bahkan Hyunjin bisa makan ditambah dengan tidur- tiduran. Bukan apa-apa, hal itu termasuk manajerial kondisi kekuatan dan kemampuan pilot saat terbang. Sehingga proporsi tenaga tetap prima saat lepas landas, mendarat dan jika ada permasalahan di udara.

Hyunjin menghela nafas saat mengingat bahwa jadwal minggu depan adalah ia kembali mendapatkan penerbangan ke Jakarta dan tak lupa minggu depan merupakan tes kesehatan tahunan untuk pilot.

Tiba-tiba saat akan berdiri, Hyunjin meringis saat merasakan perutnya berdenyut nyeri.

Sakit, itu yang Hyunjin rasakan sekarang pada perutnya. Tapi mengapa dadanya ikut terasa sesak? Sudah beberapa hari ini juga suara Hyunjin menjadi serak, apa jangan-jangan?

Hyunjin menggeleng kuat seraya meremat perut nya. Tak mungkin, Hyunjin selalu ikut tes kesehatan tahunan dan hasilnya selalu sehat.

Mencoba berdiri untuk menyakinkan dirinya bahwa ia baik-baik saja. Namun, semuanya kalah saat perutnya tambah berdenyut nyeri.

Tak lama, suara dering telfon mengalihkan rasa sakit Hyunjin. Dengan nafas yang tersengal-sengal, Hyunjin meraih handphone yang berada di tas nya dengan gemetar.

Tertera nama Ibu dari kekasihnya. Kemudian Hyunjin angkat dan me- loud speaker handphone nya lalu melempar handphone nya ke kasur karena sudah tak kuat untuk menahan beban handphone itu dengan tangan yang gemetar seperti ini.

"Nak, sudah istirahat?" Tanya Mami Jeongin di sebrang sana.

Hyunjin menjawab iya sembari mengatur nafasnya, karena sekarang sakit yang berada di perutnya mulai menghilang.

"Biar Kakak aja Mi yang ngomong" terdengar suara Seungwoo di sebrang sana.

"Bang, gue Seungwoo"

"Ada suatu hal yang harus gue kasih tau ke lo bang, Jeongin gak sadar lagi" ujar Seungwoo dengan suara memelan.

'Jeongin gak sadar lagi'

Kalimat itu terus menerus berputar di kepala Hyunjin. Jeongin- nya kenapa? Hyunjin masih ingat saat kemarin ia melakukan video call dengan kekasihnya itu. Tapi yang Hyunjin lihat, Jeongin sudah terlihat seperti orang sembuh dengan gaya bicara nya yang tengil.

"Kenapa?" lirih hyunjin seraya mengusap perutnya karena sisa nyeri tadi masih ada.

Seungwoo berdeham. " Setelah lo pulang nanti, gue janji bakal kasih tau semuanya. Karena sangat gak mungkin kalo Jeongin yang ngasih tau sendiri. Gue harap lo ngerti Bang. Makasih banyak udah sayang sama Jeongin sejauh ini."

Piip..

Panggilan terputus. Hyunjin menutup mata sembari mengingat semua momen yang telah ia lewati dengan Jeongin. Dari awal bertemu Jeongin hingga saat terakhir bertemu dengan Jeongin.

Akankah Hyunjin bisa melihat senyum lucu Jeongin kembali? Atau mungkin sebaliknya. Sebaliknya dalam artian, Jeongin yang pergi atau dirinya sendiri yang menyerahkan semuanya.

Huh. Skenario Tuhan memang susah ditebak oleh nalar manusia.

Jadi, yang bisa Hyunjin lakukan hanya berdoa dan selalu berusaha agar takdir nya bisa berubah. Karena Hyunjin tahu bahwa tidak ada waktu lagi.





✗ ✗ ✗

sok-sok an banget aku ngejelasin tentang apa aja yang dilakuin pilot selama ada di jam terbang.
maapin kalo ada kesalahan, kalian bisa kok benerin kalo penjelasan di atas ada yang salah•́  ‿ ,•̀

maapkeun kalo menggantung terusಥ‿ಥ jangan timpuk aku plis---

--- karena mungkin beberapa chapter lagi akan end, uw. Senang tidak???:')

[✔] Captain, I Love You! ✘ Hyunjeong Where stories live. Discover now