dua puluh sembilan

1.7K 304 9
                                    

Jeongin mendudukkan dirinya di kursi yang berada di teras rumahnya sembari menatap ke depan.

Baru saja ia selesai lari pagi untuk membiasakan jantungnya berdetak di tempat baru. Jeongin menyeka keringatnya yang menetes di dahi kemudian menghirup oksigen dengan leluasa tanpa rasa sesak lagi.

Tangannya menyibak kebelakang rambut hitamnya yang mulai memanjang dan ia menyandarkan punggungnya di kursi.

"Kok udah pulang?" Seungwoo keluar dari dalam rumah dan duduk di kursi yang berada di samping Jeongin.

"Gak kuat Kak, pengen nangis terus" jawab Jeongin diselingi senyum yang mungkin terpaksa.

Seungwoo mengusap surai sang adik pelan, kemudian mengalihkan anak rambut yang menghalangi mata adiknya. "Kenapa gak bangunin Kakak aja tadi? Biar ada temennya"

"Gak tega ah, semalem kan Kakak temenin aku sampe subuh"

Akhir-akhir ini Jeongin mengalami gangguan tidur. Jadi sebisa mungkin Seungwoo menemani Jeongin walau hanya mengobrol saja.

Jeongin kembali menatap ke depan, lebih tepatnya rumah Hyunjin.

Terlihat Chanyeol tengah membawa beberapa kardus besar ke luar rumah dan disusul oleh Ayah Chanyeol membawa beberapa koper besar.

Jeongin menoleh pada Seungwoo.

"Kak? Mereka mau kemana?" tanya Jeongin.

Seungwoo menggeleng. "Kita kesana yuk"

Sepasang Kakak beradik itu menghampiri rumah tetangganya.

"Eh Jeongin sama Seungwoo" ucap Chanyeol ketika Seungwoo dan Jeongin sudah berada di rumah tetangganya itu.

"Lagi beres-beres Kak? Rajin banget" tanya Seungwoo basa-basi.

"Iya nih, Ibu mau ikut sama saya ke Bali"

Deg

Jeongin terkejut begitu juga Seungwoo, mengapa mendadak sekali? Apa jangan-jangan keluarga Hyunjin membenci dirinya karena telah merelakan nyawanya demi Jeongin saja?

"Oh gitu ya" jawab Seungwoo seraya melirik sang adik yang dari tadi hanya diam saja.

Ayah Hyunjin yang tadi hanya diam akhirnya berbicara.

"Masuk dulu yuk, udah mulai panas nih. Kebetulan ibu lagi bikin es kelapa di dalem" ajaknya pada Jeongin dan juga Seungwoo.

Jeongin dan Seungwoo melirik satu sama lain, kemudian Seungwoo mengangguk.

Mereka berempat masuk ke dalam rumah dan disambut oleh Ibu dan Baekhyun yang tengah bercengkrama.

"Ayo duduk Nak" ucap Ayah Hyunjin.

Ibu Hyunjin hanya menatap kedatangan kakak beradik itu tanpa mengeluarkan suara. Baekhyun berdiri menuju dapur untuk membawakan mereka minum.

Tanpa diduga Ibu Hyunjin tiba-tiba berdiri dan mulai menghampiri Jeongin. Ditatapnya Jeongin begitu dalam dan mulai memberikan sebuah pelukan hangat.

Jeongin yang terkejut hanya bisa membalas pelukan Ibu Hyunjin begitu erat.

Pelukan terlepas, tangan ranting wanita paruh baya itu mengusap pipi Jeongin lembut.

"Ternyata kamu mirip Hyunjin ya" tawa Ibu Hyunjin terdengar begitu hambar.

Jeongin menangis. "Ibu maafin Jeong--"

Ibu Hyunjin menggeleng kemudian mengajak Jeongin duduk dan mulai menyandarkan kepala Jeongin di dadanya.

"Ibu harap Jeongin baik-baik aja ya. Ibu udah anggap kamu sebagai anak kandung Ibu, ibu gak mau kamu sedih terus. Makasih ya Nak akhir-akhir ini kamu selalu nemenin Ibu" ujar Ibu Hyunjin begitu tulus.

"Semenjak kamu pindah kesini, Ibu gak lagi merasa kesepian di rumah. Tapi sekarang, Ibu bakal ikut Chanyeol ke Bali. Lagipula untuk apa Ibu tinggal disini kalo rumah ini bukan lagi tujuan seseorang untuk pulang kan? " Lanjut nya.

Air mata Jeongin turun kembali, rasa bersalah nya semakin besar pada keluarga Hyunjin.

"Jangan nangis Nak, Hyunjin pasti gak suka liat kamu nangis terus kan?"

Jeongin menyeka air matanya.

Baekhyun meletakkan empat gelas es kelapa di meja.

"Ayo diminum dulu" ujar Baekhyun.

Untuk beberapa saat ruangan itu hening.

"Saya melarang Hyunjin menjadi seorang pilot bukan tanpa alasan. Saya punya Ayah, dimana ayah saya seorang pilot juga. Beliau wafat karena kecelakaan pesawat dan saya takut Hyunjin bernasib hal yang sama. Tapi, saat Hyunjin melihat foto kakeknya menggunakan seragam pilot, dia malah ingin jadi seperti kakeknya" Ayah Hyunjin tiba-tiba berbicara seperti itu.

Jeongin sendiri sudah menduga bahwa Hyunjin hanya salah paham pada Ayahnya. Mana mungkin seorang Ayah tega mendiamkan anaknya sendiri seperti orang yang tak dikenalnya.

"Tapi ternyata takdirnya tidak sama dengan kakeknya." Lanjut Ayah Hyunjin.

Jeongin menunduk, ia merasa terpojokkan. Mungkin orang tua Hyunjin masih belum bisa menerima dengan lapang dada sebab kepergian anak bungsunya.

Tangan Jeongin meremat kaos yang digunakan Kakaknya. Seungwoo yang mengerti akhirnya memberanikan diri untuk berpamitan pada keluarga Hwang, tak lupa kata perpisahan juga untuk Ibu Hyunjin.

"Jeongin, bukan maksud ibu dan ayah memojokkan kamu ya Nak. Kami minta maaf, cuma ibu masih nggak percaya kalo Hyunjin udah nggak ada" ujar Ibu Hyunjin setelah Jeongin berdiri dari duduknya.

"Gapapa Ibu, Jeongin paham. Jeongin cuma orang baru di hidup Mas Hyunjin. Terimakasih sudah melahirkan anak sebaik Mas Hyunjin untuk Jeongin" jawab Jeongin kemudian memeluk wanita paruh baya itu.

"Semoga ibu selalu bahagia ya. Jeongin bakal selalu hubungin Ibu" lanjutnya.

"Kamu juga harus bahagia ya, sayang. Kamu harus bisa cari laki-laki yang lebih baik buat kamu untuk kedepannya ya" ujar Ibu Hyunjin.

Jeongin hanya bisa mengangguk kemudian melepaskan pelukannya dan berpamitan pada keluarga Hwang.

Jeongin masuk ke dalam kamar nya, ia mengusap foto Hyunjin kemudian tersenyum. Kemudian berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya yang mulai terasa lengket.

Beberapa saat kemudian Jeongin sudah rapi, ia akan berangkat ke kampus hari ini.

Tapi sebelum berangkat, Jeongin menyempatkan dirinya untuk menuju balkon dan mulai menatap langit yang entah mengapa hari ini begitu cerah.

Senyum Jeongin semakin mengembang saat sekelebat bayangan wajah Hyunjin muncul.

"Aku akan berusaha bahagia"

Setelahnya, Jeongin masuk ke kamar kembali dan membawa tas beserta alat-alat yang dibutuhkan untuk kelas hari ini.

✗ ✗ ✗

sudah lama tida up:')

[✔] Captain, I Love You! ✘ Hyunjeong Where stories live. Discover now