Prolog

8.1K 677 43
                                    

Kantor Polisi sore itu ntah kenapa lebih ramai dari biasanya. Terlihat segerombolan pemuda dengan seragam SMA memenuhi ruang introgasi.

"Siapa ketua gengnya?" Tanya seorang polisi dengan kertas ditangannya yang ia gulung-gulung menyerupai tongkat.

Lelaki berambut biru terang bangun dari duduknya, tidak ada raut menyesal maupun gentar dari wajahnya. Tipikal begundal.

"Nama?"

"Yeonjun"

Sambil mencatat Pak Polisi mengamati wajah pongah Yeonjun, tengil banget gaboong.

"Kalian bukannya belajar malah tauran. Gak kasian sama orangtua yang kerja banting tulang buat biayain anak gak tau diri kaya kalian?" Gertak Pak Polisi. Yeonjun dengan sengaja menaikan kaki kemeja, senyumnya mengembang.

"Loh yang banting tulang juga daddy saya, apa urusanya sama bapak?" Saut Yeonjun.

Pak Polisi geram, barusaja ingin menjitak kepala Yeonjun namun sebuah tangan menjeggalnya. Pria seperempat abad itu terkejut begitu menyadari siapa yang memegang tangannya.

"Siang komandan!" Sapa lelaki itu penuh hormat. Sementara yang disapa hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Siang" Balas Pak Komandan.

"Mereka kenapa?" Tanyanya kemudian.

"Mereka segerombolan siswa SMA yang terlibat tauran" Lapor Pak Polisi.

Sang Komandan kemudian menatap Yeonjun, memerhatikan penampilan lelaki muda itu, seulas senyum tercetak diwajah tegasnya.

"Biar saya yang urus" Pak Polisi terheran-heran, begitupun Yeonjun. Namun lelaki itu memilih abai, ntah apa yang terjadi padanya ia sama sekali tidak peduli. Yeonjun lebih takut dengan daddynya yang sebentar lagi mungkin akan memenggal kepalanya.

"Tapi Pak, bukannya bapak ada pertemuan?"

"Pertemuannya dibatalkan, jadi saya senggang" Balas Pak Komandan.

"Jadi Nak, mau ikut saya?"

.
.

Disinilah kedua lelaki beda generasi tersebut, disebuah kursi panjang dihalaman belakang kantor kepolisian. Tempat yang terlalu nyaman untuk introgasi.

"Bapak kenapa bawa saya kesini, bukannya saya mau diintrogasi?" Tanya Yeonjun begitu keduanya duduk dikursi Panjang.

"Siapa bilang. Saya cuma mau ngobrol" Kata Pak Komandan seraya menatap Yeonjun lembut. Yeonjun mendecih.

"Cih, yang bener aja" Yeonjun memalingkan wajahnya.

"Jadi, kenapa tauran?"

"Yagitu, saya kasi tau juga bapak gak bakal ngerti" Saut Yeonjun. Pak Komandan terkekeh samar, merasa deja vu.

"Makanya kasih tau biar saya ngerti"

"Anak SMA sebelah ngehajar temen saya sampe babak belur. Sepuluh lawan satu" Jawab Yeonjun. Jelas dari raut wajahnya, anak itu memendam amarah yang begitu besar.

"Jadi kamu serang sekolahnya?" Tanya Pak Komandan lagi.

"Yaiyalah, masa panglima diem aja" Mendengar sebutan 'panglima' sang komandan tertawa lebar, total lupa dengan jabatan dan status yang disandangnya.

"Awas jangan ketawa lebar-lebar pak, nanti lalat masuk" Kata Yeonjun, bingung juga nih kenapa polisi disampingnya ketawa receh banget.

"Engga, kamu cuma ngingetin saya sama masa muda saya dulu" Jawab Pak Komandan.

"Bapak pernah tauran juga?" Tanya Yeonjun. Matanya membulat.

"Pernah, lebih tepatnya sering" Jawab Pak Komandan dibales senyum remeh oleh Yeonjun

"Eeey mana mungkin, ngibul ya pak?"

Pak Komandan tersenyum simpul, ingatannya kembali pada masa dimana ia mengenakan seragam putih abu-abu. Masa mudanya yang yang penuh warna dan sulit dilupakan.

"Benar, mau denger kisah saya?"


























Ini book pengangganti "Tetangga Masa Gitu"

Kayanya book ini isi chapnya bakal jauh lebih sedikit, so ditunggu aja

Panglima [End]Where stories live. Discover now