Beranjak Dewasa

1.9K 379 74
                                    

Taehyung rasa hubungannya dengan sang ayah perlahan membaik. Taehyung bersyukur atas itu, namun tak dapat dipungkiri ucapan ayahnya malam itu telak menusuk hatinya. Selama ini dia ngapain aja? Pernahkah sekali saja ia membuat sang ayah bangga? Rasa Taehyung muak dengan dirinya sendiri.

Jujur tiga hari ini Taehyung dilanda overthingking. Tentang masa depan, tentang tournament basket dengan sekolah Minho, tentang dirinya sebagai panglima. Tentu bukan hal mudah melepas gelar tersebut begitu saja. Panglima, gelar itu diberikan berkat kredibilitas Taehyung memimpin gengnya, ya walau dalam kasus ini terdengar tidak begitu baik sebab yang dipimpinnya geng begundal. Namun sungguh tidak sesederhana itu, dibalik segala kenakalan yang mereka buat ikatan pertemanan ini lebih kuat dan magis.

Menghela nafas, Taehyung melirik malas ketika ponselnya bordering.

"Panglima"

“Hmm, gimana Bol?”

"SMANSA ngajak balap motor. Taruhan 3jt. Lo ikut?" Ujar Jimin to the point.

Taehyung membasahi bibirnya yang kering. Perasaan bimbang nyeruak masuk tanpa sopan santun. Kalau dia tolak, mau di kemanakan wajah tampannya ini? Pasti dia dikira anak ayam kalau menolak ajakan ini.

Namun kalau ia terima, bagaimana janjinya dengan sang ayah untuk jadi anak baik. Malam itu ayahnya berbicara dari hati ke hati dengannya. Tanpa otoriter, hanya berdiskusi.
Ayah dan anak itu membicarakan banyak hal, salah satunya tentang sikap begundal Taehyung.

Kenyataan sang ayah tidak mendikte sikapnya sebagaimana biasa membuat Taehyung mual, alih-alih memojokkan Taehyung ayahnya malah memaparkan fakta tentang kehidupan yang sebelumnya tak pernah Taehyung pikirkan, menjabarkan kerasnya hidup bagi para pecundang. Dan ia tak menampik kalau yang dikatakan ayahnya itu benar.

Di bumi ini kalau dirinya tidak kuat, maka ia akan di lindas. Nanti bukan gir dan sumpah serapah yang akan kau hadapi, melainkan tutur kata yang baik dan senyum manis lagi beracun. Orang-orang bermuka dua akan kau temui, ia merangkulmu seraya menodong pisau. Mendekatimu bagai lebah di musim semi, namun ketika semua madu ia hisap sampai kau layu maka ia akan meninggalkanmu. Kau kepayahan tapi yang kau punya hanya dirimu.

Dan Taehyung menyadari betapa naifnya ia selama ini. Haus akan pengakuan, implusif dan tak pernah berpikir panjang. Harusnya dari dulu Taehyung berbicara dengan sang ayah alih-alih adu otot setiap bertemu.

“Tae, hallo? Kaga modar kan lu?”

“Mau gua tampol?

“Hehe abisnya lu diem aja kek anak baru. Ikut gak?”

“Engga, bilang gua sibuk nyiapin Final Tournament Basket. Harusnya itu cukup membungkam mereka karna SMANSA gagal di babak penyisihan. Mereka cuma cari hiburan dengan nantang kita balap motor. Cari spotlight” Putus Taehyung.

Lagi pula hubungannya dengan SMANSA sejauh ini baik-baik saja. Cukup sekolahnya Minho yang kerap kali membuatnya pusing, ia tak mau mencari musuh lagi.

“Betul juga, lagian gak level. Kita beda kasta, beda segalanya” Ujar Jimin di sebrang sana, bersenandung lagu yang dulu sempat viral.

“Bangsat kamseupay. Ketularan gembul ya lo” Kekeh Taehyung. Jimin tertawa kencang.

“Yaudah, nanti gua sampein. Btw lu lagi dimana si anjir berisik banget”

Panglima [End]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ