Panglima (End)

2.7K 402 116
                                    

-Mention of blood

-Depression





Taehyung terkejut adrenalinnya terpacu sampai rasanya ia mual. Apa ini yang dia inginkan? Tauran lagi? Setelah berbulan-bulan menjadi anak baik kesayangan ayah? Tidak, dia tidak mengharapkan itu semua, beberapa bulan kemarin Taehyung banyak berfikir dan merenung. Meyakinkan dirinya untuk berubah menjadi lebih baik, bukan semata-mata karena ayahnya. Dan Taehyung rasa itu keputusan yang tepat. Hidupnya serasa lebih ringan, sahabat yang baik, ayah yang sayang padanya, masa depan yang kini mulai nampak, Taehyung sama sekali tidak menyesal telah berubah. Tapi hari ini, melihat sekolahnya diserang sedemikian brutal apa Taehyung harus diam? Bersikap egois untuk menepati janjinya dengan sang ayah? Atau, berlari ke medan perang layaknya panglima?

"Kenapa bisa kaya gini anjing?" Tanya Taehyung ke Mingyu yang sama paniknya. Jimin mengekor dibelakang mereka dengan tampang gusar.

"Gua gak tau Bang, gua rasa sekolahnya Mino akhir-akhir ini ngincer adik kelas, anak 11 Ipa 5 lu tau kan? Mereka yang dari awal gak suka ide lu yang mau fokus belajar dan mengabaikan semua tantangan dari Mino" Jawab Mingyu saat mereka diperjalanan ke medan perang, naik angkot.

"Gembul, lu tau sesuatu?" Tanya Jimin.

"Enggak sama sekali Bang. Seminggu yang lalu Gupi becandain gua katanya mereka punya grup yang gak ada guanya. Gua pikir itu cuma candaan, ternyata bener. Mungkin disitu mereka ngomongin taruhan yang diem-diem mereka terima dari Mino" Jawab Jungkook, suaranya bergetar.

"Sialan"

"Dek, saya harus puter balik kayanya. Kata warga setempat lagi ada tauran parah banget. Mending adek jangan kesana" Kata Pak Supir sejenak menoleh ke Panglima dan geng dengan tatapan yang khawatir.

Orang yang mau tauran kami pak -Gembul anak biskuat

"Tapi kami kudu pulang Pak" Jawab Jimin.

"Tapi maaf dek sekali lagi, saya gak berani"

"Iya gak papa Pak, kami turun disini aja" Taehyung merogoh sakunya lantas memberikan ongkos untuk mereka ber
-empat ke pak supir.

"Jadi gimana Bang?" Tanya Jungkook sesaat mobil angkot putar balik meninggalkan mereka.

"Mau gimana lagi Mbul, nasi udah jadi bubur. Kita harus maju" Jawab Taehyung tegas walau terbesit keraguan di hatinya. Tapi Taehyung memilih mengabaikan hal itu.

"Jimin, gua gak izinin lu turun. Lu lagi sakit" Jimin yang mulai mengeluarkan senjata perang dari tas yang sedaritadi mereka bawa termenung sejenak.

"Hah?" Tanya bingung.

"Lu gak usah turun, lu sakit" Ulang Tahyung, memakai headband dan mulai melilitkan sesuatu ditangannya.

"Enggak, gua ikut. Udah gila kali gua diem aja liat temen-temen gua di serang" Jawabnya.

"Gak Jim, gua gak mau lu kenapa-napa" Taehyung memegang pundak Jimin.

"Begitupun gua, gua gak mau lu dan temen-temen yang lain celaka. Tapi bukan berarti gua lari kaya pengecut, kita hadapi bareng-bareng ya?" Jawab Jimin dengan mantap, tak ada keraguan sedikitpun dimatanya.

Taehyung menghela nafas, sebelum semuanya bertambah parah Taehyung lebih memilih mengalah. Tapi tak ia sadari keputusan untuk mengalah sore itu, membuat perubahan besar bagi hidupnya kelak.

Kacau, Taehyung tak mengira pasukan Mino sampai sebanyak ini seolah dendam betahun-tahun di lepaskan hari ini juga. Tangannya gemetar, tekatnya bulat namun tubuhnya menghianatinya. Ia takut dan khawatir. Namun manakala Jimin memegang pundaknya seketika kepercayaan dirinya kembali hadir.

Panglima [End]Where stories live. Discover now